Resep Seni

Oleh: Heru Maryono

Bertumpu pada Purist Doctrine (Doktrin Kemur­nian) dalam (Seni) Moder­nisme. Segala sesuatu di­pilah secara tegas. Perbedaan pa­tung dan lukisan sebagai con­toh ke­tegasannya.

Patung berurusan dengan bentuk tiga dimensional. Lu­kisan berurusan dengan teraan cat. Jadi, bila ada patung dicat, artinya sudah terindi­kasi ada­nya intervensi unsur lukisan.

Demikian halnya lukisan. Kemur­nian­nya terdokumen­ta­si dalam setiap aliran. Pointi­l­isme menerapkan titik-titik se­bagai satu-satunya teknik. Se­perti terlihat dalam lukisan Georges Seurat, berjudul “a Sun­day Afternoon of the Island of La Grande Jatte”.

Fauvisme pada lukisan Vin­cent van Gogh, bertumpu pada kekhasan tek­nik Strident Color. Wujudnya be­rupa go­resan warna memanjang se­per­ti garis. Nama Strident Co­lor di­ar­tikan mirip pita-pita pan­jang ber­warna yang ber­gerak dinamis. Seba­gai con­toh, terihat dalam luki­san­nya berjudul “Starry Night”.

Acuan kemurniannya ber­tumpu pada prinsip Medium is Singular (Me­­dium Tunggal). Prinsipnya menyebabkan alir­an lukisan Moder­nis­me berbe­da satu dengan yang lain. Per­­bedaannya disebut Significant Form.

Tidak berarti penerapan ti­tik dan garis sebelumnya tidak dijumpai. Pada Abad XVIII. Tepatnya tahun 1792. Frances­co Bartolozzi mence­tak karya ilustrasi. Paradise Lost men­­jadi judul untuk menunjukkan hasil karyanya tersebut.

Kelaziman pada waktu itu. Teknik cetak disebut Engraving. Nama ini sekaligus menja­di petunjuk. Visua­lisasi gam­bar yang dicetak meng­gu­na­­kan garis.

Bartolozzi menampilkan tek­nik berbeda. Karya ilustra­si­nya mene­rap­kan kombinasi titik dan garis. Hasil­nya dise­but Stipple Engraving.

Sekalipun serupa menerap­kan titik. Dalam percetakan disebut Stipple. Pointilisme ha­nya untuk menyebut nama ali­ran lukisan. Nama lainnya Divisionisme dan Neo Im­pre­­­sio­nisme. Muncul Abad XIX. Ke­la­hirannya dipelopori Ge­or­ges Seu­rat.

Dalam penerapan titik, an­tara ce­tak dan gambar meng­gu­nakan istilah sama, yakni Stipple. Berbeda dalam penye­butan garis. Istilah Engraving digunakan dalam cetak. Hat­ching (arsir) digunakan dalam gambar. Meliputi, arsir garis lu­rus (Straight Line), lengkung (Curvy Line) dan melingkar (Circular Line). Disertai rang­kaian garis lengkung menjadi garis bergelombang (Wavy Line) dan arsir melingkar ber­kesinambungan (Continuous Circular Lines).

Arsir tersebut tentu juga terstruk­tur dalam pola Strident Color. Unsur lukisan serupa ar­siran, menunjukkan adanya per­samaan fisik. Hal ini dapat diartikan, keduanya terbuat da­ri bahan yang sama.

Arnold Hauser (Sociology of Art) menggunakan istilah “Culinary Taste of Art” (CToA) untuk meng­ana­lo­gi­kan pencitraan seni sebagai sa­jian masakan. Dengan de­mikian, titik sebagai unsur Pointilis­me (lukis), keberada­annya dapat di­an­daikan bahan makanan untuk di­masak.

Ibarat daging, bisa dijadi­kan Ren­dang atau Soto. Soto pun masih di­bedakan lagi. Ada “Somed” (Soto Me­dan), ada pula “Somad” (Soto Ma­dura). Analoginya dalam karya seni, orang tidak semata-mata bi­cara unsur fisik. Melainkan se­bagai unsur yang menyatu de­ngan visualisasi ka­rya se­ca­ra utuh.

Dijelaskan Hauser, tujuan CToA untuk mencari padanan. Seperti titik dalam Pointilisme, keberadaannya juga dijumpai da­lam Teknik Stipple. Terma­suk dalam Stipple Engraving maupun Stipple Hatching. Adapun perbedaannya, terli­hat dari cara pe­ngo­lahannya.

Resep Pointilisme adalah “Optical Mixture”. Berbahan baku spesial, ha­nya titik-titik berwarna. Itupun dib­atasi. Di­pilih Warna Primer saja. Jum­lahnya hanya tiga. Antara lain, merah, kuning dan biru. Bila meng­hen­daki warna hijau, maka titik-titik ku­ning dan biru diterakan berdam­pi­ngan seca­ra rapat. Dalam kesan pan­dang, keduanya akan tercam­pur menjadi hijau.

Prinsipnya, percampuran dua Warna Primer menghasil­kan Warna Sekunder. Hijau sebagai Warna Sekunder. Di­peroleh dari percampu­ran War­na Primer, kuning dan bi­ru.

Meleburnya titik-titik ku­ning dan biru menjadi (seperti) hijau, itulah yang dimaksud dengan Optical Mixture. Mak­na katanya diartikan ‘ter­cam­­pur dalam pandangan mata’.

Resep Stipple Hatching, meng­ha­rus­kan menerapkan perantara di an­tara titik dan garis. Pilihan yang se­rasi, ter­tuju pada garis pendek (Short Lines). Bagi Tom Porter (Designer Primer), ini hanya per­soalan Primary Graphic Element (PGE) dan Remaining Graphic Signal (RGS). PGE di­artikan ketika ujung mata pensil (atau sarana lainnya) me­nyentuh bidang gambar. Per­olehan hasilnya berupa titik.

RGS diartikan (tindak lan­jut) menarik (to draw) pensil. (Saat ujung matanya menyen­tuh bidang gambar.) Per­olehan hasilnya muncul berupa ben­ta­ngan garis. Tarikan garisnya pan­jang atau pendek, tergan­tung ke­butuhan.

Variasi lainnya juga bisa di­terapkan. Seperti, garis tebal (Heavy Lines) dan garis sangat tebal (Mass). Tidak ketinggal­an. Kerapatan antar garis mau­pun titik-titik. Tidak ada lagi celah di antara garis dan titik, hingga menjadi pekat (Solid).

Semua untuk satu tujuan. Memba­ngun perbedaan terang dan gelap un­tuk merefleksikan realitas. Dalam aliran lukisan, pemanfaatan titik (dan Stri­dent Color dalam Fauvisme) lebih mengarah pada kepenti­ng­an te­muan Medium is Singular. Tu­juan­nya untuk meng­gali perbedaan (Significant Form) tekniknya terhadap lu­kisan sebelumnya.

Contoh penerapan Stipple Hat­ching, serta Heavy Lines, Mass hingga So­lid, dijumpai pada karya Andi Ha­risman. Bermedium pensil ber­war­na pa­da kertas dan diberi judul “Kasih”.

Dalam sapuan kuas cat mi­nyak, di­jumpai teknik perpa­du­an antara pe­ne­rapan PGE (titik) dan RGS (garis). Mak­­sudnya, setelah bulu-bulu ujung mata kuas bersentuhan de­­ngan kan­vas, selanjutnya ku­as ha­nya ditarik se­dikit. Sebagai hasil­nya, diperoleh sa­puan kuas berupa garis-garis sangat pendek menyerupai ti­tik. Aplikasinya juga menye­ru­pai Poin­tilisme.

Tekniknya disebut Broken Color. Penerapannya terlihat pada karya Khae­rul Saleh, berjudul “Pitu Sado­ngan”.

Uraian ini menunjukkan, mengan­dai­kan olahan unsur fisik karya se­bagai resep masakan dalam CToA. Mem­­beri manfaat memudahkan pe­ma­haman. Ibarat melahap So­mad (ketika di Madura). Bila rasa kurang cocok di lidah, jus­tru itu pembanding Somed.

Perbedaan Somed dan So­mad, serupa perbedaan Pointi­lisme, Stip­ple dan Broken Co­lor. Bila Stipple dan Broken Co­lor disebut Pointilis­me, karena sama-sama tersusun da­ri titik. Serupa Somed dan So­mad. Keduanya sama-sama Soto. Sekali­pun demikian, re­sep atau racikannya ber­beda.

Hakikinya, sekalipun ber­be­da-beda asal dan resepnya, tetap Soto na­manya. Demikian pula, sekalipun ber­beda-beda na­manya, titik-titik juga unsur fisiknya.

Kondisinya mengung­kap­kan fak­ta. Menyatukan unsur yang sama, ber­beda dalam pe­ngolahannya (peng­­­or­ganisa­siannya), berbeda pula na­ma­nya. Memang, mencari perbe­da­an itu menjadi tujuan proses krea­tif.

Sebagai contoh, nama “Wall Street Journal Portrait - Hedcut” (WSJPH). Kehadir­annya untuk menyebut potret-potret tokoh yang muncul dalam terbitan Wall Street Journal. Tampilannya khas. Ber­karak­ter Stipple Hatching (Stipple Engraving). Pemra­kar­sanya ber­nama Kevin Sproul.

Keistimewaan dalam peng­em­ba­ngannya, ditunjuk­kan oleh Randy Glass. Stipple ti­dak lagi hanya muncul berupa titik-titik. Di dalam­nya juga muncul bidang-bidang ling­ka­r­an (hitam). Muncul sebagai pola transisional berupa pem­besaran ukuran titik yang ber­langsung secara berangsur-angsur.

Lebih istimewa lagi. Bi­dang-bidang lingkarannya pun juga dijum­pai berangsur-ang­sur berubah ben­tuk menjadi bujur sangkar. Kemur­nian Stipple lenyap. Justru nama WSJPH, tanpa menyertakan kata Stipple, menunjukkan arah peruba­han secara verbal dan visual (Scrip­to-Visual).

Mirip bulatan Bakso. Awal­nya ke­cil. Berangsur mem­besar. Bahkan diisi telur (bulat), sehingga bula­tan­nya men­jadi sangat besar. Belaka­ngan, muncul berita TV Nasio­nal. Bak­so pun berubah bentuk menjadi mang­kok. Makan Bak­so, identik dengan makan mangkok.

Memang, sepatutnya peru­ba­han itu diberi nama. Bila tidak, seperti di­kemukakan Arnold Hauser, “History Without Name”, atau sejarah tanpa nama. Siapa yang akan me­nge­nal­nya?

Semua foto dalam Tulisan ini adalah foto dokumentasi dan koleksi foto penulis Heru Maryono

()

Baca Juga

Rekomendasi