Medan, (Analisa). Dinilai telah menggelapkan uang klien atas nama Aloy Rananta dan empat rekannya sebesar Rp377.320.000 selama tiga tahun, oknum pengacara berinisial S SH akhirnya dilaporkan ke polisi.
Laporan pengaduan ke polisi tersebut tertanggal 25 Maret 2017 dengan surat tanda terima laporan polisi Nomor: STTLP/643/K/III/2017/RESTABES MEDAN.
Aloy Rananta P salah seorang korban penggelapan usai mengikuti perkembangan kasus tersebut di Polrestabes Medan yang sudah sampai pada pemeriksaan saksi atas nama M Ridwan dan Sangaptaras, kepada wartawan di Medan, Kamis (27/4) mengungkapkan, pengaduan yang dilakukannya terhadap oknum pengacaranya yang pernah membela kasusnya tersebut berawal dari persoalan yang terjadi Juni 2012.
Pada 2012, Aloy dan empat rekannya yang merupakan pegawai PT PLN Sektor Pembangkitan Belawan di Sicanang mengambil rumah di Griya Hagata Residence. Masing-masing mengambil satu unit, jadi sebanyak lima unit yang terletak di Jalan Padai, Tanjung Mulia Ujung/Tol Krakatau Medan. Pada saat itu, Dirutnya Bonar Sembiring Depari. Harga per unit yang ditawarkan kurang lebih Rp113 juta dengan tipe 36.
Ternyata di kemudian hari Dirutnya Bonar Sembiring Depari tidak menepati perjanjian pembelian rumah tersebut. Tidak menepati waktu penyelesaian rumah tersebut yang tertuang dalam PPJB tunai. “Jadi kami sudah lunas, ini tandanya kami sudah lunas,” ujar Aloy.
Persoalan dengan Bonar waktu itu, penyerahan tanah dan bangunan serta sertifikat paling lambat bulan September 2012. Namun, kenyataannya pihak Bonar Sembiring Depari ingkar janji. Di ranah hukum ini wanprestasi, karena bukan penipuan, bangunan ada tapi tidak selesai. Lalu dengan adanya kasus tersebut, Aloy dan rekannya menunjuk oknum pengacara S SH untuk menangani persoalan tersebut.
Berdasarkan surat kuasa Aloy dan rekan lainnya tertanggal 24 Juni 2013 kepada oknum Pengacara S SH yang berkantor di Jalan Bilal Kompleks Villa Bilal Mas No.4 A Kelurahan Pulo Brayan Darat ketika itu, dan kini sudah pindah di simpang Jalan Cemara.
Pada proses hukum tersebut akhirnya terjadi perdamaian antara pihak Aloy dan Bonar. Ketika itu, Bonar menunjuk Notaris Sangaptaras sebagai mediator penyelesaian kasus tersebut. Pihak Bonar bersedia mengembalikan uang Aloy dan kawan-kawan. Namun, oleh oknum pengacara Aloy, mereka disarankan untuk tidak menerima uang yang dikembalikan oleh pihak Bonar, dikarenakan sistem pembayaran yang dilakukan pihak Bonar secara bertahap.
“Karena S pengacara kami, makanya kami percaya,” ujarnya. Selanjutnya, telah terjadi pembayaran tahap pertama pada 27 November 2014 sebesar Rp80 juta. Pembayaran tahap pertama itu diketahui Aloy dari oknum pengacaranya yang melaporkan ke Aloy. Untuk membuktikan bahwa memang sudah dikirim, Aloy minta dikirim Rp20 juta. Keesokan harinya ditransfer oleh oknum tersebut. Tahap pertama betul dan kawan-kawan semua percaya.
“Kami tidak minta semua, karena oknum itu menyarankan agar tidak dikirimkan semua ke Aloy dan kawan-kawannya. Kita awam masalah hukum pengacara itu yang paham. Kami percaya saja. Makanya kami minta agar pengacara itu untuk menangani persoalan itu sampai tuntas,” jelasnya. Selanjutnya, pembayaran tahap kedua dan ketiga, oknum pengacara itu tidak mengabari Aloy dan rekan-rekannya lagi.
Terbongkarnya kasus ini saat Aloy dan kawan-kawan mengonfirmasikan uang mereka ke Sangaptaras setelah tiga tahun berlalu. Sangap terkejut karena dia merasa uang tersebut sudah selesai pengembaliannya. Pengembalian dilakukan mulai 2014, 2015 dan 2016. Bahkan, Sangaptaras bersedia menunjukan bukti pembayaran. “Ibu Sangaptaras mengeluarkan bukti pembayaran itu makanya kami bisa mendapat fotokopiannya,” tutur Aloy.
Setelah menjumpai Sangaptaras, dan diakui sudah dibayar, Aloy dan rekan-rekannya menemui oknum pengacara di kantornya dan mempertanyakan apakah uang mereka sudah dikembalikan. “Benarkah uang sudah masuk ke abang? Diakuinya sudah,” kata Aloy menirukan pembicaraan dirinya dengan oknum pengacara tersebut ketika itu.
Alasan oknum pengacara belum mengembalikan uang mereka tersebut karena digunakan olehnya untuk investasi. “Kami tidak mengerti untuk investasi apa. Dialah yang tahu. Pada saat bertemu di kantornya di Bilal Mas itu, dia memang berjanji mengembalikan uang itu Maret 2017 paling lama. Ternyata, sampai kini oknum tersebut tidak juga membayarnya. Dan saat kami tanyakan, dia mengulur-ulur waktu,” paparnya.
Terkait biaya penanganan kasus, Aloy dan rekan-rekannya sudah mengeluarkan biaya untuk operasional oknum tersebut sebesar Rp7 juta. “Kita sudah mengeluarkan untuk biaya operasional sebesar Rp7 juta dan ditandatangani oleh sekretarisnya yang juga isterinya,” jelas Aloy seraya menunjukan bukti kuitansi pembayaran kepada wartawan.
Sementara oknum pengacara S SH yang dihubungi melalui telepon selulernya mengutarakan, jika kliennya melaporkannya, itu persoalan antara dirinya dengan kliennya. Persoalannya kita membantu mereka lalu ada Lawyer Fee yang harus diselesaikan, bicarakan dan dituntaskan.
“Mereka menunggu uangnya, ya bicaranya dengan saya. Nanti urusan itu saya akan bertemu dengan mereka untuk menyelesaikannya. Jika mereka melapor seperti itu, hak retensi saya kan ada. Persoalan itu sebenarnya, kita bukan tidak menanggapi, kita akan selesaikan persoalan itu dengan mereka,” ujarnya. (mc)