Oleh: James P. Pardede.
Pemanasan global menyebabkan cuaca di sekitar tempat tinggal kita berubah-ubah. Terkadang pagi hari hujan, tak lama kemudian panas terik. Di lain kesempatan, malam hari suhu udara terasa sangat panas, pagi harinya turun hujan sangat lebat. Cuaca yang tidak menentu ini membuat kita suliat memprediksi apakah hari ini sinar matahari bisa bersinar atau hanya mendung tapi tak turun hujan.
BERBAGAI penelitian menyebutkan, pemanasan global terjadi akibat mencairnya gunung es di kutub dan makin banyaknya manusia penghuni bumi ini. Belum lagi penggunaan alat-alat elektronik, pabrik dan pembuangan sampah yang menghasilkan gas karbon.
Mencairnya es di kutub salah satunya terjadi di benua Antartika, benua yang meliputi Kutub Selatan Bumi, hampir seluruhnya terletak di Lingkar Antartika dan dikelilingi Samudra Pasifik, Samudra Atlantik dan Samudra Hindia. Dengan luas 14.0 juta km2 (5.4 juta sq mi), Antartika adalah benua terluas kelima setelah Eurasia, Afrika, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.
Antartika hampir dua kali luas Australia. Sekitar 98% Antartika ditutupi es yang ketebalannya rata-rata minimal 1,9 kilometer (1.2 mi), seluruh daratan meluas tetapi di bagian utara mencapai Semenanjung Antartika. Antartika memiliki kelembaban rata-rata terendah, suhu rata-rata terendah di antara semua benua di bumi, benua tertandus, benua berangin terkencang, dan memiliki elevasi rata-rata tertinggi dari semua benua.
Akibat pemanasan global, es di benua ini mencair lebih cepat dari biasanya, tapi menurut studi, tingkat penyusutannya di beberapa lokasi mungkin lebih lambat dari perkiraan sebelumnya. Para peneliti di Inggris mengambil kesimpulan itu setelah memetakan perubahan kecepatan penyusutan es menggunakan data dari lima satelit berbeda. Demikian laporan di Geophysical Research Letters, sebuah jurnal ilmiah Amerika Serikat (AS).
Tidak hanya di Kutub Selatan, pemanasan global yang terus terjadi diprediksi bakal melenyapkan lapisan es di lautan Arktik, Kutub Utara pada tahun 2030. Para peneliti mengungkapkan, lapisan es di Arktik semakin menipis dari tahun ke tahun. Seharusnya ini menjadi acuan kita untuk lebih melindungi Kutub Utara dan Selatan. Bila es di Kutub Utara tersebut mencair, maka kita akan mengalami dampak buruk.
Negara kita merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.000 pulau. Maka tak heran jumlah tersebut semakin berkurang akibat melelehnya es di Kutub Utara. Es di kutub mencair karena suhu yang meningkat di wilayah tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa titik beku air adalah 0 derajat celcius, maka apabila suhu di Kutub Utara diatas 0 derajat celcius es di kutub tersebut akan mencair.
Kenaikan suhu di kawasan ini adalah dampak pemanasan global (global warming) yakni suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, maupun permukaan bumi. Penyebab pemanasan global antara lain efek rumah kaca. Kemudian, kerusakan atmosfir juga terjadi karena terjadinya pelepasan zat freon ke udara serta polusi dari bahan bakar pesawat yang merusak lapisan atmosfir. Bahkan, polusi dari bahan bakar pesawat lebih berbahaya 8 kali lipat.
Mencairnya es di kutub menyebabkan naiknya permukaan air laut hingga 40 m, hilangnya pulau-pulau kecil, tenggelamnya kota-kota di sekitar pantai, hewan-hewan yang berhabitat di Kutub Utara terancam punah.
Kecepatan terbesar dalam aliran dan penyusutan es terlihat di gletser yang berada di kedalaman lebih 300 meter di bawah permukaan laut, tempat air hangat dan asin dapat mencairkan es di dasar laut. Menurut para peneliti, meski tingkat penyusutannya lebih lambat di beberapa lokasi, secara keseluruhan penyusutan es di benua itu lebih cepat dari sebelumnya karena perubahan iklim.
Prof. Madya Wayan Suparta merupakan ilmuan Indonesia yang fokus melakukan kajian climate change sejak 2003. Ilmuan yang bekerja di Space Science Centre (Angkasa) Institute of Climate Change Universiti Universiti Kebangsaan Malaysia ini menjelaskan, fenomena mencairnya es di Kutub Selatan akan sangat berpengaruh dengan ketinggian air. Belakangan cuaca yang tidak stabil menjadi perbincangan hangat, bahkan menelan korban jiwa sebagai dampak dari climite change.
Climate change merupakan masalah yang sangat serius untuk dipelajari. Dengan mendalami kajian ini secara tidak langsung kita dapat bersiap untuk menghadapi berbagai dugaan yang akan muncul terkait efek dari climate change. Mencairnya es di Kutub Selatan akan memberikan dampak terhadap ketinggian perkaan air laut, dan secara tidak langsung akan menenggelamkan pulau-pulau yang rendah.
Dalam penelitian yang dipublikasikan Jurnal Sciences Advances membedah perubahan dalam rotasi bumi dan porosnya berdasarkan kenaikan permukaan air laut global pada abad 20 sebagai hasil dari kenaikan suhu.
Es yang mencair dan kenaikan air laut memindahkan poros rotasi bumi atau kutub utara, dalam laju kurang dari satu sentimeter per tahun. Pencairan ini memperlambat rotasi bumi dan menambah durasi siang hari seperseribu per detik selama abad 20, ini merupakan dampak perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia, namun perlambatan itu tidak membahayakan bumi.
Bila es kutub mencair dalam jumlah yang besar abad ini, seperti diramalkan para ahli, dampaknya terhadap rotasi bumi akan meningkat. Lantas, upaya apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah pemanasan global yang semakin meluas?
Hal-hal kecil yang bisa kita lakukan adalah tidak berlebihan dalam menggunakan mesin pendingin seperti AC, freezer, dan yang lainnya. Kemudian, mengurangi rumah atau gedung yang dindingnya kaca, karena kaca dapat memantulkan panas sehingga suhu udara meningkat. Hal terpenting yang bisa kita wariskan dan tanamkan kepada generasi penerus kita adalah meningkatkan kesadaran tentang pemanasan global serta dampaknya bagi manusia dan lingkungan.
Kampanye sadar lingkungan harus dilakukan secara berkesinambungan, termasuk imbauan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan, menggunakan AC seperlunya, memiliki kepedulian dalam menanam pohon dan menyelamatkan lingkungan di sekitar kita.
(Penulis adalah pemerhati dan pecinta lingkungan)