Oleh: Celvin Angkasa, S. Ked.
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gram atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ penting yang berfungsi untuk membuang racun-racun berbahaya bagi tubuh seperti ammonia, metabolisme lemak, protein, karbohidrat, menyimpan vitamin, mineral, dan lain-lain. Abses hepar (hati) adalah suatu infeksi pada hati yang disebabkan karena bakteri, parasit, jamur yang bersumber dari sistem pencernaan yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan nanah di hati.
Pada umumnya abses hati dibagi menjadi dua, yaitu Abses Hati Amebic (AHA) biasanya merupakan komplikasi amebiasis ekstraintestinal yang sering dijumpai di daerah tropik/subtropik, termasuk Indonesia dan disebabkan oleh organisme mikroskopis parasit yaitu Entamoeba Histolytica. Sedangkan Abses Hati Pyogenic (AHP) disebabkan oleh infeksi bakteri seperti E. coli, S. Faecalis, P. Vulgaris, dan Salmonella typhi. Biasanya AHP akan lebih berat keadaannya jika dibandingkan dengan AHA.
Pada negara yang sedang berkembang seperti indonesia, abses hati amebic (AHA) lebih sering terjadi dibandingkan dengan abses hati piogenik (AHP). Hampir 10% penduduk dunia terutama negara berkembang terinfeksi E. Hystolitica tetapi hanya 1/10 yang memperlihatkan gejala.
Insidens amubiasis hati di rumah sakit seperti Thailand berkisar 0,17% sedangkan di berbagai rumah sakit di Indonesia berkisar antara 5-15 pasien/tahun. Penelitian di Indonesia menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, dan sering pada usia 40 tahun. Kebanyakan yang menderita amubiasis hati adalah pria dengan rasio 3-4-8,5 kali lebih sering dari wanita.
Gejala-gejala pada abses hati hampir menyerupai gejala infeksi yang lainnya seperti demam, badan terasa lemah, mual, muntah, nafsu makan menurun, berat badan menurun. Namun gejala yang menjadi perhatian adalah riwayat mencret berkepanjangan yang disertai dengan lendir maupun darah dan juga nyeri tekan perut kanan atas (Ludwig sign), pembesaran hati, dan lain-lain.
Pada beberapa gejala penyakit ini hampir menyerupai dengan apendisitis (infeksi/peradangan pada usus buntu), maka dari itu diperlukan beberapa pemeriksaan untuk menentukan ataupun membedakan antara kedua penyakit tersebut mengingat pengobatan dari kedua penyakit tersebut sangatlah berbeda.
Pemeriksaan yang biasanya diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat apakah ada tanda-tanda infeksi. Hal yang menjadi perhatian pada pemeriksaan ini adalah kadar leukosit darah yang menjadi pertanda adanya infeksi atau tidak.
Kemudian pemeriksaan fungsi hati. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menilai dan membedakan infeksi yang terjadi pada hati. Perlu dinilai juga apakah ada terjadi perubahan pada bilirubin maupun albumin dalam darah. Selanjnutnya pemeriksaan radiologi (USG & CT-Scan). USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam mengidentifikasi abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi membuat USG menjadi pilihan untuk mendiagnosis abses hepar.
Pengobatan pada abses hati tergantung dengan keadaan dan sejauh mana infeksi sudah terjadi, jika abses hati sudah sangat luas dan pecah, maka tindakan yang paling tepat dilakukan adalah dengan operasi dan dibersihkan bagian dalam perut dan hati sudah terinfeksi.
Jika abses hati masih dalam tahap awal maka pengobatan dengan obat-obatan antibiotikl masih dapat dipertimbangkan, tatalaksana pada penderita abses hati dapat dimulai dengan makanan tinggi protein namun rendah lemak, hal ini bertujuan agar tidak memperberat fungsi hati, serta menghindari rokok dan juga alkohol yang bersifat toksik bagi hati.
Antibiotik pilihan pada penderita AHA biasanya adalah metronidazole 3 x 750 mg selama 5-10 hari, penurun demam seperti paracetamol juga dapat diberikan jika ada keluhan demam. Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5-15,6%, perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleur, paru, pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit.
Angka kesembuhan pada abses hati umumnya cukup baik jika dilakukan penanganan yang cepat dan tepat, serta tidak muncul komplikasi seperti yang sudah disebutkan diatas. Namun banyaknya masyarakat yang salah mengartikan penyakit ini dengan masuk angin, sehingga mereka akan mencari pengobatan alternatif seperti dikusuk ataupun dipijat pada bagian perut yang malah akan mengakibatkan pecahnya abses yang sudah terbentuk di hati dan mengakibatkan komplikasi yang mengancam jiwa.