Berpuasa yang Dikehendaki oleh Tuhan

Oleh: Jekson Pardomuan

“Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur? Sungguh-sungguh itukah yang kau sebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan pada TUHAN?” Yesaya 58 : 5

Bulan ini, saudara kita yang beragama Islam sedang menjalankan ibadah puasa. Puasa secara umum dapat diartikan sebagai berpantang makan dan minum, puasa untuk tidak berkata bohong, melakukan keja­ha­tan atau mengucapkan kata-kata kotor. Dalam re­nungan ini, kita akan mengulas puasa dari sisi firman Tuhan dalam Alkitab. Dalam kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kata berpuasa dan pelaksanaanya ada disinggung di beberapa ayat.

Firman Tuhan di atas yang diambil dari Yesaya 58 : 5 menegaskan kepada kita bahwa inikah berpuasa yang Kukehendaki? Kemudian di ayat 6 - 7 dituliskan : “Bu­kan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan mele­pas­kan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak pu­nya rumah, dan apabila engkau melihat orang telan­jang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!

Itulah sebabnya mengapa Kitab Suci mendesak kita untuk berpuasa: bukan agar suara kita didengar di surga, melainkan agar kita dapat mengasihi Tuhan dan memberikan diri kita sendiri dalam melayani umat-Nya. Itulah sebabnya mengapa “memerdekakan orang yang teraniaya, berbagi makanan kita dengan orang yang lapar, dan membawa ke rumah kita orang miskin yang tak punya rumah, dan memberi pakaian kepada orang yang memerlukan” menjadi begitu penting dalam kehidupan kita.

Berpuasa yang dikehendaki Allah menyangkut berpuasa dari dan melawan kodrat kita yang cenderung berdosa. Ini adalah suatu keputusan untuk menyangkal diri kita dari pemikiran-pemikiran, hasrat-hasrat, dan tindakan-tindakan yang memenuhi “hidup lama” di dalam diri kita. Allah menginginkan keakraban dengan kita. Oleh karena itu marilah kita melepaskan diri dari setiap halangan untuk mencapai tujuan yang begitu agung.

Kemudian Yesaya 58 : 8 9 “Pada waktu itulah te­rang­mu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pu­lih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu. Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! Apabila engkau tidak lagi mengenakan kuk kepada sesamamu dan tidak lagi menunjuk-nunjuk orang dengan jari dan memfitnah, apabila engkau menyerahkan kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuas­kan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.

Sesungguhnya jika kita mencermati seluruh Yesaya 58, Tuhan bukan sedang menghapuskan puasa. Namun mengkritik cara puasa yang munafik yang hanya mem­perlihatkan hal fisik, tetapi melupakan tujuan puasa. Sampai-sampai tujuan puasa itu malah dilanggar sam­bil puasa.

Jadi TUHAN mengingatkan tujuan puasa, bukan cara atau bentuk puasa. Jika orang terbiasa menahan hawa nafsunya, ia akan lebih mudah berempati terha­dap penderitaan orang lain. Namun yang terjadi pada umat Tuhan waktu itu adalah mereka puasa dengan melupakan tujuannya.

Sebaliknya sibuk dengan urusannya sendiri, bahkan menindas orang lain.

Dalam setiap tindakan, tujuan adalah sesuatu yang penting. Tuhan punya tujuan dan mengizinkan berbagai kejadian sesuai dengan rencana-Nya.

Sedangkan tujuan umat Tuhan adalah mencari dan mewu­judkan maksud Tuhan. Tujuan juga berpengaruh pada cara. Meskipun ada sejuta cara mencapai tujuan, tetapi semua sangat tergantung dari tujuan.

Menjaga Mulut dan Perbuatan

Ajaran puasa dalam Yesaya bisa juga memberi inspi­rasi melakukan puasa dengan baik. Sedapat mungkin puasa dilakukan dalam keadaan tenang, sehingga bisa me­musatkan perhatian kepada orang-orang yang men­derita. Hal itu dilakukan oleh jemaat mula-mula dan mereka terus merasakan pertolongan TUHAN. Tuhan Yesus telah menyempurnakan puasa dengan melurus­kan motivasi orang-orang puasa yang bengkok, yakni untuk berbakti kepada TUHAN (dalam konteks Yesaya dilakukan dengan mengasihi sesama), bukan supaya dipuji orang. Karenanya, kita tidak perlu meminta orang lain menghormati kita jika puasa. Bahkan sedapat mungkin orang jangan sampai tahu jika kita puasa.

Dalam Injil Matius 6 :16 -18 dituliskan “Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku ber­kata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah men­dapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, mi­nyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu".

Ketika kita berpuasa, yang kita jaga tidak hanya menahan lapar dan dahaga. Kita juga harus menjaga mulut dan perbuatan agar tidak melukai orang lain. Ber­puasa menjadi ujian bagi kita untuk menahan segala hawa nafsu amarah, kebencian dan kesombongan. Mung­kin selama ini kita terlalu percaya diri sendiri hingga melupakan campur tangan Tuhan dalam kehidupan kita. Momentum puasa menjadi evaluasi diri untuk bercermin sudah sejauh mana iman dan percaya kita selama ini.

Alkitab merupakan bekal berharga dalam mene­guhkan iman. Dalam injilnya, Matius, Markus dan Lu­kas menggambarkan siapa Yesus sebenarnya. Seka­lipun ada beberapa bagian yang berbeda di dalam peng­ungkapan kisah-kisah, namun perbedaan itu bukan sebagai wacana untuk dipertentangkan. Melainkan memperkaya wawasan kita untuk lebih kuat.

Mengenal Yesus lebih jauh memang tidak mudah. Tapi dengan menjadi pelaku firman Tuhan akan terselami, Allah dalam rupa manusia. Dalam kaitan ini, perlu diingat bahwa kasih yang menjadi dasar hubungan Allah dengan manusia harus dikedepankan. Seiring bergulirnya waktu, iman akan senantiasa mendapat ujian. Bukan iman kalau tidak melalui ujian. Termasuk ujian yang menggugat Juruselamat kita.

Berpuasa seperti disampaikan diatas menjadi salah satu cara bagi kita untuk merenung dan berbuat kebaikan demi kebaikan. Berpuasa akan menguatkan kita untuk lebih tahan uji dan menurut medis akan menye­hatkan tubuh kita. Itu sebabnya, ketika kita berpuasa, hendaklah kita menunjukkan wajah yang gembira, bila perlu tak perlu orang tahu kita sedang berpuasa. Amin.

()

Baca Juga

Rekomendasi