Fedrico:

Lukisan Surealisme Toba

Oleh: Dr. Agus Priyatno, M.Sn. Pelukis Salomo Fedrico Pur­ba atau sering dipanggil Rico, me­rupakan pelukis muda Medan. Dia sedang menga­wali kariernya seba­gai pelukis. Saat ini dia masih studi di Pen­didikan Senirupa FBS Uni­med. Karya-karyanya ekspre­si­kan su­realisme Toba.  Meng­angkat isul lingkungan Danau Toba melalui pendekatan su­realistik.  Perpaduan antara re­a­litas dengan imajinasi. Luki­san-lukisannya dibuat dengan cat minyak pada kanvas. Tek­nik lukisan impasto.

Isu kerusakan lingkungan kawa­san Danau Toba menjadi perhatian­nya.  Tanah tandus, po­­hon dipang­kas, mesin pe­nge­ruk tanah dengan latar be­lakang lukisan pulau Samo­sir, Danau Toba, dan perbukitan di sekitarnya. Lingkungan alam berpa­du dengan mitologi Batak dan cerita rakyat di ka­wasan itu. Dia me­nuang­kan re­alitas sekaligus ima­ji­nasi.

Lu­kisan berjudul Berharap meng­­­ekspresikan figur wanita mu­da dengan kain ulos. Duduk di atas pulau Samosir, sebe­lah­nya ter­dapat pohon baru di­tebang. Bagian atas mahluk mitologi ber­ayun pada awan. Warna-warna lukisan dido­mi­­­nasi biru dan hijau. Warna-warna lukisan cenderung ce­rah, efek dra­matik masih bisa dimunculkan andaikan warna-warna yang digu­na­kan lebih kuat dan redup.

Lukisan lain berjudul Me­ngintai meng­ungkapkan seo­rang perem­puan mengguna­kan ikat kepala me­me­gang pa­tung tradisional. Latar be­la­kang berupa pemandangan Da­nau Toba. Truk pengangkut kayu me­lintas di depan pe­rempuan ter­sebut. Pada latar be­lakang tampak rumah tradi­sional Batak, lingku­ngan tan­dus, pohon dipangkas dan te­lapak tangan terluka.

Meskipun berangkat dari realitas lingkungan Danau Toba, idiom lukisan berdasar­kan imajinasi. Se­perti pada lu­kisan yang disebut se­belum­nya, warna-warna lukisan ini juga cenderung cerah. Kekua­tan war­na mestinya bisa dibuat lebih ge­lap dan mencekam, hingga hadir suasana mence­kam.

Lukisan tentang kerusakan ling­ku­ngan terungkap juga pada lukisan ber­judul Terge­rus­nya Sebuah Per­ada­ban. Pa­tung tradisional Batak di­­tum­pangi mesin pengeruk ta­nah. Tampak rumah adat Ba­tak di atas pohon dengan pa­tung tradisional  di tengah luki­san. Di atas patung tra­disional mesin pengeruk tanah beraksi. Pe­man­da­ngan si sekitar danau Toba me­ranggas, pohon ter­pangkas. Surea­lisme diguna­kan untuk mengkritik realitas kerusakan alam.

Lukisan berjudul Tongkat Pana­luan melukiskan wajah seorang pe­rempuan dengan penutup kain ke­pala. Wajah tampak samping de­ngan eks­presi tenang dan sorot mata ta­jam. Tongkat Panaluan me­rupa­kan tongka dari kisah mi­tologi masyarakat Batak. Ki­sah tentang kesaktian dan ke­kuatan. Berbeda dengan war­na-warna lukisan sebe­lum­­nya, warna-warna lukisan ini cen­de­rung gelap, mendukung sua­sana magis dan mencekam.

Lukisan berjudul Uluba­lang melukiskan patung tradi­sional duduk di pulau Samosir. Lingku­ngan pulau Samosir di­lukiskan tandus, pada latar be­lakang tampak pabrik terba­kar. Pohon-pohon tinggal akar­nya, kayunya sudah tiada. Suasana kering tanpa hijau pe­pohonan.  Warna-warna lukis­an cenderung cerah didomina­si warna kecoklatan dan biru.

Lukisan lain berjudul Pen­jaga melukiskan patung kepa­la tradi­sio­nal Batak warna me­rah, higam dan unsur putih.  Ak­sara Batak tertulis di se­lem­bar kain, perempuan muda bersim­puh memegang seke­ran­jang bunga.  Lu­kisan ini ber­kisah tentang mi­tologi pen­­jaga dalam masyarakat Batak.  Pulau Samosir dan perb­u­ki­tan di sekitarnya dilukiskan ger­sang. Se­buah ungkapan pesi­mis ter­hadap ke­ada­an lingku­ngan alam ka­wasan terse­but.

Fedrico melukis berdasar­kan pe­ma­hamannya tentang lu­kisan tanah le­luhurnya. Ling­kungan yang dahu­lu hi­jau, subur, penuh dengan sua­sana teduh telah berubah. Kini seba­gian kawasan telah rusak menjadi tandus dan gersang. Ke­prihatinnya terhadap kondi­si ini diungkapkan melalui ka­rya-karyanya. Semua itu dia ung­kapkan dengan idiom su­realistik, penggabungan antara rea­litas dan imajinasi.

Penulis dosen pendidikan senirupa FBS Unimed dan anggota Dewan Kesenian Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi