Kedasih, Burung Paling Buruk Kelakuannya

TIDAK seindah warna bulunya, kelakuan jahat burung Kedasih pasti bikin orang geleng-geleng kepala. Mulai dari kelakuan burung kedasih yang sudah berumur dewasa sampai yang baru menetas dari telurnya.

Burung itu memiliki nama la­tin Cacomantis merulinus (plaintive cuckoo), sedangkan di Indonesia di­kenal dengan banyak nama selain burung Kedasih atau daradasih dan sebagainya.

Kehadiran burung Kedasih sendiri bagi sebagian masyarakat masih melekat dengan mitos menyeramkan seperti halnya burung gagak. Konon jika di atas atap rumah tetangga terdengar suara burung kedasih yang mendayu-dayu, cepat atau lambat maka salah satu dari keluarga mereka bakal ada yang ditimpa musibah hingga meninggal dunia.

Itu dari sisi mitos yang boleh dipercaya atau tidak, dan jika dilihat dari kebiasaan hidup mereka di kehidupan nyata pasti bikin kamu jengkel berat mendengarnya.

Tak seperti kesetiaan cinta burung merpati maupun burung lainnya, track record Burung Kedasih dikenal suka bergonta-ganti pasangan alias tidak puas dengan satu pa­sangan saja. Ketika waktu sang betina akan melahirkan, tidak ada campur tangan si pejantan untuk membantu membuatkan sarang telur-telur mereka.

Sama gilaknya dengan si betina juga tidak mau repot-repot menyiapkan sarang untuk bertelur apalagi mengerami telur-telurnya sendiri.

Dia akan memata-matai sarang burung lain yang kebetulan sama-sama berukuran kecil. Ketika sang induk pergi mencari makan, disinilah Burung Kedasih akan menyusup masuk ke dalam sarangnya kemudian dia akan bertelur, menitipkan anak-anak­nya. Jumlah telurnya ti­daklah ba­nyak hanya sekitar satu sampai dua butir saja.

Kalau hanya sekadar menitip telur mungkin tidak terlalu masalah, tapi betapa jahatnya kelakuan si ratu tega burung kedasih ini. Terkadang ia suka membuang beberapa telur asli dari sarang tersebut, tujuannya agar me­ngurangi persaingan saat diberi makan oleh induk angkatnya kelak. Namun tak semua burung kedasih melakukan hal yang sama, seringnya mereka hanya menitipkan telurnya saja.

Membuang

Seperti buah tak jauh jatuh dari pohonnya. Kelakuan sang anak tak jauh berbeda dengan ibunya. Jika sang anak menetas terlebih dahulu dari telur-telur saudara tirinya, tanpa rasa apa-apa ia akan membuang telur yang belum menetas hingga hancur ke tanah.

Terkadang ia juga mematuki telur-telur saudaranya sampai pecah dan membusuk dengan sendirinya. Namun jika ia menetas belakangan, anakan Kedasih pun masih tetap ber­usaha membunuh saudara-saudara tirinya. Tujuannya cuma satu, agar ia tidak memiliki saingan saat diberi jatah makan oleh sang induk tiri.

Setelah membuang ketiga kakak­nya, si anak tiri akhirnya menjadi anak kesayangan satu-satunya tanpa saingan.

Setelah berhasil menjadi anak tung­gal kesayangan ibu tirinya, ia akan tumbuh dengan pesat bahkan fisiknya lebih besar dari sang induk. Seolah sudah menjadi wabah penyakit menular, kelakuan jahat anakan kedasih ditiru oleh ibu tirinya. Karena anaknya begitu rakus meminta jatah makan, sang ibu tiri akan mengusir burung-burung lain yang berada dekat di wilayahnya. Hal ini bertujuan agar mengurangi persaingan mencari pakan di alam.

Dan bagaimanakah nasib sang anak tiri tersebut ketika ia sudah dewasa dan mandiri? Genetik yang diwariskannya tak akan pernah bisa dirubah sampai kapan pun, kelakuannya masih tetap jahat persis seperti ibu dan bapak kandungnya.

Burung kedasih akan bercinta dengan sesamanya kemudian menitipkan telur-telur hasil perkawinan mereka di sarang burung lain, sampai menetas dan anak-anaknya dirawat oleh indukan lain. Dan selanjutnya ia akan mencari pejantan baru.

Begitulah siklus kehidupan burung kedasih yang tidak pernah mengenal sama sekali anak maupun ibu kandungnya sendiri. (ac/ar)

()

Baca Juga

Rekomendasi