Ehipasiko “Datang dan Buktikan”

Namo Tassa BhagavatoArahatoSammasambuddhassa

Didunia ini terdapat banyak sekali agama maupun kepercayaan yang terka­dang membuat kita menjadi bingung en­tah mana yang benar atau salah, dan ini pun sudah terjadi lebih dari  25 abat yang lalu pada zaman Buddha. Pada umumnya manusia memeluk suatu agama karena ikut-ikutan, tradisi warisan dari orang tua. Namun, sejak perkembangan ilmu penge­tahuan dan teknologi zaman moderen ini, banyak manusia yang berpikiran semakin terbuka dan mulai mempertanyakan keya­kinan atau agama yang selama ini diyaki­ninya. Di dalam Kalama Sutta (Anguttara Nikaya III, 65) diceritakan bahwa Suku Kalama bingung oleh banyaknya ajaran, agama, maupun kepercayaan yang me­nye­bar dan saling mengatakan bahwa aga­ma, kepercayaan maupun ajaran mereka masing-masing yang terbaik dan paling benar. Di sini lah Buddha Gautama mem­berikan penjelasan 10 panduan yang ber­laku sepanjang masa, yaitu.

Ma anussavena: seseorang tidak seha­rusnya menerima sesuatu ajaran karena tu­run temurun yang diberikan secara li­san. Ma paramparaya: seseorang tidak seharusnya menerima mentah-mentah sua­tu tradisi dilakukan secara turun te­mu­run. Ma itikiriya: Seseorang tidak se­ha­rusnya menerima sesuatu secara mem­buta karena tersebar umum, dipercayai banyak orang, disetujui banyak orang. Ma pitakadampadanena: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai ke­benaran hanya karena telah tercantum dalam kitab suci. Kepercayaan yang mem­buta terhadap kitab suci bisa mem­buat fanatik dan penghancuran terhadap kepercayaan orang lain. Ma takkahetu: Seseorang tidak seharusnya menerima se­suatu sebagai kebenaran hanya karena se­jalan dengan logika. Ma nayahetu: Seseo­rang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai kebenaran hanya karena hipo­te­sis, perkiraan maupun analisis dalam pemikiran dan terburu-buru mengambil ke­simpulan. Ma akaraparivitakkena: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai kebenaran hanya karena masuk akal seperti yang terlihat atau yang dirasa. Ma ditthinijhanakkhantiya: Se­seorang tidak seharusnya menerima sesu­atu sebagai kebenaran hanya karena sesu­ai dengan anggapan sebelumnya. Ma bhab­barupataya: Seseorang tidak seha­rusnya menerima sesuatu sebagai kebe­naran hanya karena kredibilitas, ketena­ran, kharisma, kedudukan maupun pen­di­dikan dari si pembicara. Ma samano no garuti: Seseorang tidak seharusnya menerima sesuatu sebagai kebenaran ha­nya karena si pembicara adalah gurunya. Buddha mengatakan hal ini termasuk untuk pengikutnya karena Beliau tidak ingin seseorang mudah dikontrol oleh orang lain.

Kesepuluh cara ini membuat kita ber­pikir ulang sebelum memercayai sesuatu ajaran ataupun tradisi warisan dari orang tua. Satu hal yang perlu diperhatikan ada­lah Buddha bukan mengajarkan untuk menolak mentah-mentah suatu ajaran. Bu­kan pula langsung menerima atau meyakini suatu ajaran dengan membabi buta. Justru Buddha mengharapkan penyelidikan yang mendalam, termasuk ajaran Buddha sendiri “Dhamma”, datang dan buktikan sendiri “ehipasiko” apakah ajaran tersebut membawa kebahagiaan bagi diri sendiri dan semua makhluk  atau sebaliknya.

Sabbesattabhavantusukhitatta, semo­ga semua makhluk berbahagia.

Sadhu Sadhu Sadhu

()

Baca Juga

Rekomendasi