Sidikalang, (Analisa). Akademi Keperawatan (Akper) Dairi di Desa Sitinjo 2 Kecamatan Sitinjo Kabupaten Dairi terancam tutup. Direktur Akper, Robert Silalahi kepada wartawan di Sidikalang, Kamis (6/7) memastikan, terhitung tahun akademik 2017, lembaga pendidikan ini tak lagi menerima baru.
“Tahun ini tak ada lagi penerimaan mahasiswa baru,” kata Robert usai mengikuti rapat komisi di Gedung DPRD. Diutarakan, substansi tersebut juga menjadi pembahasan bersama legislator.
Diterangkan, sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, bahwa pemerintah daerah tidak lagi menangani urusan perguruan tinggi. Akper beralih di bawah Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).
Menurutnya, upaya mempertahankan eksistensi sudah ditempuh. Di antaranya mengajukan permohonan ingin bergabung ke Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Namun, ditunggu sekian lama, tak ada jawaban. Sementara Politeknik Kesehatan (Poltekkes) telah memberi respons tidak mau menerima berhubung binaan mereka sudah banyak.
Robert mengungkapkan, kalau merger ke salah satu PTN, bahwa seluruh aset diserahkan menjadi kepemilikan PTN bersangkutan. Selain itu, pemerintah daerah harus menggelontorkan anggaran senilai ketika Akper masih berdiri.
Anggota Komisi C DPRD, Markus WS Purba membenarkan, keberadaan Akper merupakan substansi pembahasan bersama eksekutif. Dia berpendapat, penutupan lembaga pendidikan tersebut merugikan masyarakat. Tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu solusinya adalah melalui pendidikan termasuk kampus.
“Kalau Akper ditutup, itu identik menghilangkan kesempatan kepada generasi muda dari keluarga ekonomi lemah untuk mengecap pendidikan tinggi,” ujar Markus Purba. Harus diakui, mayoritas mahasiswa adalah ekonomi lemah. Kalau banyak uang, mungkin mereka ke luar kota dan mencari yang mentereng.
Andai diserahkan ke USU, maka rektor akan menurunkan dosen berkualitas. Pemerintah pusat juga diyakini menggelontorkan dana lebih besar guna membenahi fasilitas sekaligus demi menghasilkan alumni memiliki kompetensi. Dia berpendapat, keengganan bernaung di bawah USU atau Poltekkes adalah persoalan political will.
Pengusaha sembako Toko Simto, Pisser Agustinus Simamora mensinyalir, pemerintah daerah gagal bernegesosiasi dengan PTN agar mau menerima aspirasi.
Mantan anggota DPRD ini berpendapat, pengalihan aset bukanlah isu vital. Tujuan utama adalah bagaimana meningkatan SDM. Bukan tidak mungkin aset itu malah terlantar andai Akper ditutup.
“Kemana nanti meubiler termasuk kasur dan alat-alat praktik. Ruang belajar dan asrama sekian banyak mau diapakan?” kata Piasser. (ssr)