GBKP Runggun Simpang Enam Tolak LGBT

Kabanjahe, (Analisa). LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Trans­gender) merupakan masalah besar yang mengkhawatirkan masyarakat. Ajaran Kristen termasuk Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) me­larang dengan tegas perilaku me­nyimpang ini, karena ti­dak sesuai fitrah manusia.

LGBT merusak kaum ber­agama dan berbudaya di ne­geri ini. Isu LGBT menjadi tema utama retreat Mamre GBKP Runggun Simpang Enam Kabanjahe, Minggu (30/7) ketika mengadakan ke­giatan di Namo Karang De­sa Kidupen Kecamatan Juhar, Kabupaten Karo.

Menurut Pt dr Bren R Sem­biring me­wakili tuan rumah, semua agama me­nolak legalisasi dan propaganda ak­tivitas LGBT di tengah masyarakat. Karena pada haki­katnya merupakan penyimpa­ngan seksual. “Semua agama hanya me­ngakui perkawinan anta­ra laki-laki dengan perempuan, tidak sejenis maupun bisek­sual,” katanya.

Dilanjutnya, Alkitab mengatakan de­­ngan jelas, Allah merancang agar hu­bungan intim dilakukan hanya di antara pria dan wa­nita, dan hanya dalam ikatan perkawinan.

Hal yang sama diungkap­kan Ketua Komisi HIV/AIDS GBKP, Tuah Bastari Barus, aktivitas LGBT bertenta­ngan dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1 serta UU No­mor 1 tahun 1974 tentang Per­kawinan. Aktivitas LGBT ju­ga dinilai bertentangan de­ngan prinsip-prinsip ajaran agama manapun.

Pt Em Selamat Ginting me­negaskan, Yesus tidak meng­anjurkan para pengikutNya untuk menyetujui semua gaya hidup. Sebaliknya, Dia menga­jarkan jalan keselamatan ter­buka bagi setiap orang yang memperlihatkan iman akan Dia. Memperlihatkan iman akan Yesus menca­kup tunduk pada kaidah moral Allah, yang melarang jenis perilaku ter­tentu , termasuk homoseksua­litas,” katanya.

Menarik

Diskusi terkait LGBT men­jadi hidup dan menarik, karena 100-an Mamre Runggun GBKP Simpang Enam Ka­ban­jahe yang hadir menguta­rakan panda­ngan-panda­ngan­nya serta beragam pen­dapat ter­kait LGBT yang secara se­ren­tak menjadi tema utama bahan bimbingan PA Mamre GBKP di seluruh Indonesia.

Ketua Mamre Rungun GB­KP Simpang Enam Kaban­jahe, Tangkas Ferdinan Gin­ting didampingi Sekretaris Jim­my Tarigan, Bendahara Arnis Tarigan dan Luhut Na­deak berharap, kegiatan ini tak semata-mata dimaksudkan untuk mendalami dan mema­hami makna Injil dalam kehi­dupan sehari-hari, tapi juga memupuk persaudaraan sesa­ma mamre yang takut namun bersahabat padaNya melalui Yesus Kristus anak Allah.

“Retreat pun dijadikan se­bagai evalu­asi hakiki pribadi yang bersekutu denganNya,” ujarnya.

Mamre merupakan bagian tak tepi­sah­kan dari kehidupan gereja dan mempunyai pera­nan yang cukup penting da­lam pelaksanaan Tri Tugas Gereja yaitu, Bersekutu, Bersaksi, dan Melayani di dalam Kelu­arga, Gereja dan Masya­rakat. Dalam gereja yang bertum­buh, peranan Mamre perlu se­nantiasa ditingkatkan dalam kualitas dan kuantitas.

“Untuk itu potensi dan ka­runia yang ada pada Mamre perlu dihimpun dan di­bina se­cara terus menerus, tentu me­lalui banyak kegiatan, salah satu melalui retreat ini,” ujar Tangkas Ferdinan Ginting.

Mamre mengingatkan kita kepada Ab­raham sebagai bapa orang yang beriman, yang senantiasa taat kepada Tuhan dan menampakkannya dalam iba­dah, sikap hidup, keteladanan dalam ke­luarga dan masyarakat. “Hal itu dapat ki­ta lihat melalui kesaksian Al­kitab, Ab­raham selalu me­nyadari Tuhan adalah kekua­tannya. Untuk itu ibadah ke­pada Tuhan adalah hal yang paling diutamakan di dalam kehidupannya di manapun ia berada,” katanya.

Tantangan dalam pergu­mulan hidup, menuntut Mam­re tidak hanya sebagai pe­ngi­kut tapi sebagai inisiator dan mo­tivator serta trend setter (se­bagai penentu) dalam ru­mah tangga dan jemaat su­paya sungguh-sungguh dalam beri­ba­dah, tuturnya. (dik)

()

Baca Juga

Rekomendasi