Memugar Bangunan Cagar Budaya

Oleh: Syafitri Tambunan. TAHUN ini, beberapa pemerintah daerah di Indonesia mulai giat menginventarisir cagar budayanya yang belum terdata. Bukan hanya didata, beberapa bangunan cagar budaya yang sudah termakan usia juga mulai dipugar. Pemugaran bangunan cagar budaya itu pun direspons beragam, pro maupun kontra.

Seperti pada bangunan cantik berarsitektur khas Belanda di Jakarta yang sebelumnya akan dipugar pertengahan Juli lalu. Rencana itu langsung diprotes keras masyarakat di Jakarta, mengingat sejarah yang melekat pada bangunan itu. Rumah tersebut terletak di antara Jalan Cik Ditiro dan Ki Mangunsarkoro, Menteng, Jakarta Pusat yang  akan dipugar berdasarkan prosedur perizinan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM dan PTSP) setempat.

Menurut instansi terkait, kondisi rumah bergaya bangunan Belanda ini sudah memprihatinkan. Atap hancur, tembok terkelupas, cat pudar dan tidak terawat, maka dibutuhan pemugaran. Pakar sosial setempat menjelaskan, bangunan itu merupakan cagar budaya golongan C yang dapat direvitalisasi untuk tindakan penyelamatannya. 

Pemugaran cagar budaya, juga sedang berlangsung di Candi Kedulan di Tirtomartani, Kalasan Sleman yang dimulai 1 Agustus dan diperkirakan selesai November mendatang. Proses pemugaran pada penguatan bangunan candi yang dibangun abad ke-9 itu, guna menimbang mekanika tanah penyokong candi. Pengamatan dilakukan untuk menilai kemampuan tanahnya akan kuat menopang bangunan utuh candi. 

Pemugaran itu dianggap perlu untuk mengembalikan bentuk asli bangunan. Sebab selama ini, Candi Kedulan dalam kondisi bangunan yang terpisah-pisah, baik kaki, tubuh, dan atap bangunan. Setelah pemugaran nanti, diharapkan masyarakat dapat menikmati bangunan candi itu secara utuh.

Di ibukota sendiri, pemda setempat melalui Kepala Unit Pengelola (UP) Pusat Konservasi Cagar Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta, Rucky Nellyata di Jakarta, Selasa (8/8), mengatakan masyarakat perorangan atau yayasan yang memiliki bangunan kuno bisa didaftarkan sebagai benda cagar budaya. Ada empat kriteria yang harus dipenuhi untuk menetapkan suatu bangunan menjadi benda cagar budaya, yakni, bangunan berusia lebih dari 50 tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama maupun kebudayaan, serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. 

“Silakan membawa bukti kepemilikan lahan seperti girik, IMB, atau lainnya. Selanjutnya, tim kami akan melakukan survei ke lapangan dan melakukan kajian,” tuturnya. 

Pernyataan tersebut juga terkait rencana pemda setempat mengkaji 200-an bangunan yang ditentukan kelayakan sebagai benda cagar budaya pada Oktober mendatang. Jakarta memiliki 136 bangunan cagar budaya yang sudah berpayung hukum melalui Peraturan Gubernur Nomor 475 Tahun 1993 tentang Penetapan Bangunan-bangunan Bersejarah di DKI Jakarta sebagai Benda Cagar Budaya. Siapa pun tidak boleh melakukan rehab terhadap bangunan tersebut tanpa izin pemda. 

Di Pangkalpinang, seorang penulis dan pemerhati sejarah, Akhmad Elvian, dikutip dari beberapa media, merinci ada 41 bangunan di daerah itu, yang diusulkan dan sudah teregistrasi sebagai benda cagar budaya  yang dibangun di zaman kolonial Belanda berusia sekitar ratusan tahun. Lalu, di Sleman, pemerintahnya mencatat 25 bangunan bersejarah yang diusulkan menjadi cagar budaya di tahun ini.

Namun, reaksi keras terjadi di Malang karena pemkotnya telah disorot akibat mengikis bangunan bersejarah di Jalan Kawi. Di kawasan itu, berdiri sejumlah bangunan bergaya kolonial Belanda dan situasi pemugaran seperti itu mengundang reaksi warganya.

Monumen Bersejarah

Di Surabaya, pemkot setempat juga akan merehabilitasi sejumlah bangunan cagar budaya. Langkah ini dilakukan sebagai upaya menghidupkan kembali bangunan bersejarah tersebut agar menjadi destinasi wisata baru di Kota Pahlawan tersebut. Walikota Tri Rismaharini mengatakan, akhir Juli lalu ia mengunjungi beberapa bangunan cagar budaya untuk melihat langsung kondisi terkini. 

Bahkan Risma menargetkan semua situs dan monumen bersejarah di sana akan tuntas pengerjaannya. Sehingga tamu-tamu internasional yang datang ke Surabaya bisa mengunjungi objek-objek wisata itu.

Sedangkan di Kota Medan yang multibudaya, juga memiliki sejarah panjang terkait bangunan cagar budaya dan juga pemugarannya. Dari segi ekonomi, Medan punya cagar budaya PPKS di Jalan Brigdjen Katamso yang mengingatkan betapa Sumatera terkenal akan perkebunan sawitnya. Medan juga punya Kantor Kereta Api Divre Sumut yang usianya sudah 1 abad yang mewakili sejarah beroperasinya transportasi perkeretaapian Indonesia. 

Dari sisi bangunan budaya, ada Istana Maimun peninggalan Kesultanan Deli masa lalu. Kantor Pos Besar Medan dengan arsitektur tropisnya juga memiliki catatan menyangkut kemajuan komunikasi berkirisurat pada masa lampau. Masjid Raya Al Mashun bergaya Eropa, Timur Tengah, China dan Melayu, juga merupakan salah satu ikonik bersejarah yang keberadaannya mengingatkan pluralisme, multikultural dan jalinan keberagaman yang sudah terikat erat sejak dulu, melalui agama dan budaya. Ada juga kediaman Tjong A Fie di Jalan Ahmad Yani yang berarsitektur khas China dan memiliki unsur Melayu di beberapa bagiannya.

Masih banyak lagi bangunan lain di Medan yang terinventarisir sebagai cagar budaya ataupun yang sedang diproses kelayakannya. Hanya saja, belum ada invetarisir resmi pemerintah untuk menyelamatkan bangunan-bangunan tersebut. Beberapa bangunanada yang sudah dipugar atau direvitalisasi. Bhkan ada juga bangunan cagar budaya yang sudah punah, dengan berbagai alasan, misalnya terlalu usang, tidak terawat atau sengaja dirobohkan. 

Misalnya, revitalisasi Kantor Pos Medan yang dicat menjadi serba putih. Sebelumnya, gedung cagar budaya ini memiliki paduan cat berwarna putih dan oranye khas warna korporasi PT Pos Indonesia. Muanya, masyarakat terbiasa melihat kekhasan oranye mulai pro dan kontra. Yang sepakat menyebut, dicat putih semakin bersih dan indah. Sebaliknya, yang kontra berpendapat, pengubahan warna cat itu mengganggu nilai sejarah. 

Kini, Masjid Raya Al Mashun Medan juga sedang dipugar. Pemugaran pada bagian gerbang depan hingga halaman dalam bangunan. Beberapa keramik gerbang depan juga mulai dibongkar untuk dipugar. Sayangnya, pemugaran bangunan ikonik Medan ini tidak terpublikasikan, sehingga beberapa elemen masyarakat jadi terkejut. 

Sama halnya dengan pemugaran bangunan cagar budaya lain yang mendapat reaksi keras masyarakat. Ada yang menilai perlu diperbaharui untuk memperindah bangunan, mengingat usia bangunannya, tentu berpotensi aus atau rusak. Namun, ada yang menolak pemugaran karena terjadi pembaruan bentuk atau struktur, yang bisa merubah bentuk dan nilai keaslian. 

Dengan renovasi, tentu struktur dan kekuatan bangunan yang berciri khas akan mengalami perubahan, baik dari ketahanan bangunan maupun desain bentuknya. Sebelum pemugaran, perlu pengkajian khusus agar revitalisasi bangnannya tetap mempertahankan desain sama. Belum lagi, beberapa material eksklusif yang dulunya merupakan produk unggulan yang mungkin sangat terbatas, tentu tidak akan tergantikan dengan material saat kini.

 

()

Baca Juga

Rekomendasi