Pak Tani dan Tanda Jasa Pahlawannya

Oleh: Nur Akmal

PAK Tani, alias Tan Tiong Siok terbaring di tempat tidurnya dengan bantuan alat pernapasan. Tapi ketika ditemui, ia masih berkeinginan untuk menyambut tamu dengan semampunya.

Lahir pada 1921 tentu membuat tubuh pria ini melemah sekarang, namun semangatnya masih terasa. Pak Tani, begitu panggilan akrabnya, pria ini pada 5 Oktober 1958 dianugerahi tanda jasa pahlawan langsung oleh Presiden Soekarno.

Piagam itu masih tampak mulus meski sudah sangat lama diterbitkan, bersamaan dengan piagam lainnya yang ditan­da­tangani oleh tokoh-tokoh besar pada masa itu. Selain dari Soekarno, Pak Tani juga masih menyimpan rapi Satyalancana Peristiwa Aksi Militer Kedua dari Menteri Pertahanan RI 1958, Djuanda, serta surat keputusan pengakuan, pengesahan dan penganugerahan gelar kehormatan veteran pejuang Kemerdekaan RI 1983.

Didampingi anggota DPRD Sumut Brilian Moktar, Pak Tani menyambut kedatangan wartawan dan bersedia berfoto bersama piagam-piagamnya meski agak kesulitan. Ia adalah Sersan Veteran etnis Tionghoa yang mendapat pengakuan sebagai pahlawan.

Pada agresi militer kedua, Pak Tani yang waktu itu masih muda dan bugar diminta bergabung ke militer oleh Kolonel Bejo, pahlawan lokal asal Sumut yang sempat memimpin pertempuran Medan Area 1942. Pak Tani awalnya bertugas untuk membantu perbekalan dan mengomandoi kapal melintasi selat menuju Penang, Malaysia untuk me­nyalur­kan makanan dan senjata untuk para pejuang.

"Waktu itu, para pejuang yang terluka parah dibawa ke Penang untuk pe­ngobatan yang lebih intensif. Karena di sini rumah sakit masih dikuasai penjajah," ujar Brilian.

Selama bertahun-tahun berkarier di militer, hingga akhirnya Indonesia merdeka, Pak Tani menjadi salah satu orang kepercayaan Kolonel Bejo. Ia bahkan sempat berfoto bersama keluarga Kolonel Bejo, foto itu pun masih tersimpan rapi, klasik dengan warna hitam putih yang mulai kekuningan.

Usai kariernya di militer, Pak Tani mulai usaha di bidang pangan dan transportasi. Hingga kini, ia masih mendapatkan santunan sebagai veteran, namun seluruh tabungan itu ia simpan untuk jangka waktu tertentu hingga cukup banyak lalu ia sumbangkan kembali untuk negara.

Kebiasaan Pak Tani sejak masih sehat hingga sekarang ini, setiap kali momen Kemerdekaan 17 Agustus, selalu memin­ta untuk dinyalakan televisi yang memutar siaran upacara kemerdekaan di Istana Negara. Ia tonton prosesi upacara tersebut dengan khidmat hingga selesai.

Pada keluarganya, ia juga selalu me­nanamkan rasa cinta pada NKRI dan selalu mewajibkan memasang bendera di rumah saat bulan Agustus. Ia akan ma­rah jika bendera tidak terpasang. Hingga pensiun, Pak Tani dikenal sebagai sosok yang bijak bagi kalangan Tionghoa. Ia sering dimintai pendapat dan menjadi penengah dalam menyelesaikan masalah-masalah keluarga masyarakat Tionghoa. Hal itu menunjukkan jiwa sosial yang dimilikinya dengan ketokohan yang diakui dan disegani banyak orang.

Kisah Pak Tani ini diharapkan memberi bukti pada masyarakat bahwa etnis minoritas juga memiliki kepedulian pada nasib bangsa. Bahkan turut mem­perjuangkan kemerdekaan. Per­juangan itu diakui dengan diberikannya gelar pahlawan serta santunan untuknya sebagai veteran.

"Sebagai pahlawan, Pak Tani punya andil cukup besar dalam rangka perang kemerdekaan. Dengan semangat nasio­nalisme, ia turut memperjuangkan ke­merdekaan. Perjuangan untuk meraih kemerdekaan itu melibatkan semua suku dan semua etnis. Hingga sekarang pun nasionalismenya masing sangat tinggi dengan tetap ingin menonton siaran upacara kemerdekaan di Istana Negara," tambah Brilian.

Ia juga mengingatkan pada masya­rakat, pejuang kemerdekaan juga meli­batkan banyak orang Tionghoa di dalamnya sehingga tidak dapat dipi­sahkan. Salah satu contohnya Pak Tani, dan beberapa tokoh pahlawan etnis Tionghoa yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

"Jadi etnis Tionghoa jangan dianggap tidak ada di negeri ini. Senior kami seperti Pak Tani telah berjuang untuk kemer­dekaan. Hingga sekarang pun, etnis Tionghoa juga turut berjuang dengan cara lain seperti misalnya menjadi anggota dewan yang mem­perjuangkan hak-hak dan kesejahteraan rakyat," tegasnya.

Kepada pemerintah, Brilian mene­kankan agar lebih memperhatikan para veteran perang. Veteran perang yang seusia Pak Tani (96) sudah sangat sedikit. Untuk itu, kepedulian pemerintah sangat dibutuhkan. Terlebih, lanjutnya, banyak veteran yang nasibnya tidak menentu. Padahal turut serta dalam upaya memer­dekakan bangsa ini dari penjajahan.

()

Baca Juga

Rekomendasi