Dengan Semangat Kemerdekaan Merebut Irian Barat

Oleh: Maulana Syamsuri.

Presiden RI, Ir.H.Joko Widodo, bersama Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan beberapa menteri, mengenderai sepeda motor di daratan Papua. Presiden me­nempuh jalur Trans Papua sejauh 7 KM. Presiden tampak tegar dan bersemangat di atas sepeda motor trail yang dikenderainya bulan Mei silam. Hal ini memberikan gambaran kepada dunia, bahwa bumi Papua aman untuk para investor mena­namkan modalnya. Papua saat ini merupakan provinsi yang kaya raya. Di sana ada tambang emas, tembaga dan mi­nyak yang melimpah dan lain-lain.

Namun kawasan Papua menjadi wilayah RI tidaklah ber­sama-sama provinsi lain pada 17 Agustus 45. Hingga tahun tahun 1962 Irian Barat (sekarang Papua) masih dikuasai Belanda.

Upaya membebaskan Irian Barat dari Belanda setiap tahun dilakukan melalui jalur diplomasi oleh pemerintah RI sejak tahun 1950. Pada tahun 1951 diadakan perundi­ngan bilateral yang membahas masalah Uni Indonesia –Belanda membahas Irian Barat. Namun hasilnya nihil. Bahkan pada tahun 1952 Belanda dengan persetujuan parlemennya memasukkan Irian Barat sebagai bagian wilayahnya.

Karena itu setiap tahun pemerintah RI membawa masalah Irian Barat dalam acara sidang Majelis Umum PBB. Pada sidang Ma­je­lis Umum PBB tahun 1957 Indonesia me­nyatakan, bahwa pihak Indonesia akan menempuh jalan lain bila Sidang Umum PBB tidak berhasil menyetujui resolusi tentang Irian Barat.

Negara-negara Barat masih teguh mendukung posisi Belanda. Namun dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung 18-24 Desember 1955, Indonesia mendapat dukungan negara-negara peserta dan mengakui bahwa Irian Barat merupakan bagian dari NKRI.

15 September 1963 Indonesia dan Belanda mengadakan kesepakatan di Markas PBB New York yang hasilnya, bahwa kekuasaan pemeritahan di Irian Barat diserahkan kepada United Nations Temporary Authority. Juga akan diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di wilayah itu.

Pepera yang berlangsung 14 Juli 1969 hingga 4 Agustus 1969 hasilnya penduduk Irian Barat memilih bergabung dengan RI. Hasil Pepera disaksikan oleh Duta Besar PBB, Ortis Sanz, dan dibawa ke Markas PBB. 19 November 1969 Sidang Umum PBB mengesahkan hasil Pepera itu.

Sebelumnya pengakuan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat tertera dalam hasil keputusan Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag 27 Desember 1949. Isinya antara lain Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan sepenuhnya kepada Republik Indo­nesia Serikat dan mengakui Republik Indo­nesia Serikat sebagai negara berdaulat penuh.

Namun dalam keputusan itu tidak termasuk Irian Barat. Untuk itulah RI menempuh berbagai cara diplomasi sejak tahun 1950 namun selalu menemui jalan buntu. Tahun 1957 dilakukan pemogokan buruh perusahaan Belanda di seluruh wilayah RI. Melarang media masa berbahasa Belanda. Juga memboikot kepentingan Belanda. Tahun 1958-1959 dilakukan rasionalisasi terhadap 700-an perusahaan Belanda. Mengalih­kan pusat pemasaran komoditi RI dari Rotterdam Belanda ke Bremen Jerman.

3 Mei 1956 Indonesia membatalkan semua keputusan Konferensi Meja Bundar. 17 Agustus 1956 dibentuk provinsi Irian Barat dengan ibukotanya Soa Siu Tidore dengan gubernur­nya Zainal Abidin Syah. Tahun 1958 Indonesia menghentikan kegiatan konsuler Belanda 8 Februari 1958 dibentuk Front Pembebasan Irian Barat. 17 Agustus 1960 pemutusan hubungan diplomatik dengan Belanda.

19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengumumkan Tri Komando Rakyat (Trikora) yang isinya: l. Gagalkan pem­bentukan Negara Papua buatan Belanda. 2 Kibarkan merah putih di Irian Barat. 3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum.

Masih di tahun 1961 masalah Irian Barat kembali diper­debatkan. Sekretaris PBB, U Thant, menganjurkan kepada Diplomat Amerika, Ellsworth Bunker, untuk membantu dengan menyampaikan usul penyelesaian Irian Barat kepada kedua belah pihak yang bersengketa. Ellsworth Bunker juga mengaju­kan usulan agar pihak Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Indonesia. Penyerahan ini melalui PBB dalam waktu 2 tahun.

Indonesia setuju pada rencana itu dengan permintaan 2 tahun agar dipersingkat. Sementara Belanda menanggapi dengan usulan akan melepas Irian Barat kepada perwalian (trusteeship) PBB untuk kemudian membentuk “Negara Papua” terpisah dari Indonesia. Sikap Belanda disambut Indonesia dengan membulatkan tekad untuk menempuh cara konfrontasi militer.

15 Januari 1962 terjadi pertempuran sengit di Laut Aru. Kekuatan ALRI tidak seimbang melawan kapal perusak dan Fregat Belanda dan menewaskan Laksamana Yos Sudarso dan Kapten Wiratmo yang tenggelam bersama MTB Macan Tutul.

Melalui Penpres No.l/1962 dibentuk Propinsi Irian Barat Gaya Baru dengan ibukotanya Kota Baru (Jaya Pura ) yang pada zaman Belanda disebut Hollandia.

Operasi pembebasan Irian Barat terus berlanjut. Konfrontasi total dalam perjuangan merebut Irian Barat direncanakan melalui 3 tahap. Yakni tahap Infiltrasi sampai akhir tahun 1962. Pemerintah mengirim 10 kompi pasukan TNI ke Irian Barat. Hal ini untuk menciptakan daerah bebas de facto dan dapat mengembangkan penguasaan wilayah dengan me­nyertakan rakyat Irian Barat.

Berikutnya awal 1963 yaitu dengan mengadakan serangan terbuka terhadap markas militer Belanda untuk menduduki pos-pos pertahanan Belanda. Selanjutnya tahap konsolidasi untuk menegakkan kedaulatan RI secara mutlak di Irian Barat

Untuk mencari dukungan, Desember 1961 RI mencari bantuan senjata dari negara-negara Barat terutama Amerika Serikat, namun tidak berhasil. Di bulan Desember 1961 itu juga, pemerintah RI mengirim Misi yang dipimpin Menteri Keamanan Nasional KASAD. Jenderal A.H.Nasution ke Moskow. Misi ini berhasil mendapatkan kredit US$ 40 juta direalisir berupa peralatan militer.

Jenderal A.H.Nasution juga mengunjungi negara-negara, antara lain Selandia Baru, Thailand, Pakistan, Jerman, Inggris dan Filipina untuk menjajagi negara-negara tersebut bila terjadi perang terbuka antara Indonesia dan Belanda.

Belanda menuduh Indonesia melakukan agresi dan mengadu kepada PBB. Belandapun memperkuat pertahanannnya di Irian Barat. Belanda mengirimkan Kapal Induk Karel Doorman.

Sampai triwulan ketiga tahun 1962 terdapat perkembangan baru dalam perjuangan diplomasi sehingga tahap infiltrasi harus dipercepat. Tahap infiltrasi ini merupakan tahap yang paling dramatis dalam keseluruhan perjuangan pembebasan Irian Barat. Tahap kedua akan dilaksanakan dalam operasi Jayapura.

Irian Barat/Tanah Papua memiliki kawasan yang sangat luas. Irian Jaya Barat terdiri dari 9 daerah kabupaten/kota. Yakni Fak-fak, Kaimana, Manokwari, Raja Ampat, Sorong, Sorong Selatan, Teluk Bentuni, dan Teluk Wondama.

Sementara Provinsi Papua memiliki kabupaen/kotamadya yakni: Asmat, Biak Numfor, Boven Digul, Jayapura, Jayawijaya, Keerom, Mappi, Merauke, Mimika, Nabire, Panisi, Pegunungan Bintang, Puncak Jaya, Sarmi, Supiori, Tolikara, Waropen, Yahukimo, dan Yapen Waropen.

Bertahun-tahun pemerintah RI berusaha merebut Irian Barat/Papua dan menelan banyak korban jiwa-raga dan peralatan perang. Merebut Irian Barat/tanah Papua untuk kem­bali ke pangkuan RI merupakan usaha yang sangat berat. Na­mun akhirnya Irian Barat/Tanah Papua masuk ke pangkuan NKRI dengan segala kekayaan alamnya. Perjuangan itu di­landasi semangat kemerdekaan.

Berkali-kali Presiden Soekarno berbicara dalam sidang Ma­jelis Umum PBB, menyatakan bahwa masalah Irian Barat terkait dengan masalah imperialisme

Hingga saat ini banyak masyarakat Indonesia mengunjungi Papua untuk berwisata atau dalam rangka dinas.

Syukurlah akhirnya Irian Barat/Tanah Papua berhasil menjadi bagian dari wilayah NKRI. ***

Penulis adalah novelis/Sastrawan.

()

Baca Juga

Rekomendasi