Meningkatkan Pengabdian Mengisi Kemerdekaan

Oleh: Sofyan

MENGISI kemerdekaan hal yang utama setelah bngsa ini terlepas dari cengkraman penjajah. Berbagai cara dilakukan agar negara yang sudah merdeka mampu mengembangkan diri menjadi negara yang makmur, berdaulat dan berperadaban maju. Di antara upaya untuk mengisi kemerdekaan melalui “pengabdian”. Ada dua bentuk pengabdian yang sejatinya dapat kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan yaitu mengabdi kepada Tuhan dan mengabdi kepada bangsa dan negara Republik Indonesia yang baru saja merayakan HUT RI ke-72.

Allah swt. dalam firman-Nya menegaskan ,” ”wama khalaktul jinna wal insa illa liya’budun” Artinya: Tidaklah aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah” (QS. az-Zariyat 56).

Manusia makhluk yang ahsana taqwim, dia diciptakan Tuhan melalui dua komponen yaitu materi dan immateri. Sebagai makhluk materi manusia berasal dari tanah dan sebagai makh­luk immateri manusia memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya.

Potensi menjadi pribadi yang beragama telah diikrarkan oleh manusia, menurut Alquran pengakuan manusia akan eksistensi Tuhan dimulai saat masih berada di alam arwah. Firman Allah swt,”Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan kelompok anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah me­ngambil kesaksian terhadap mereka seraya berfirman,”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”Mereka anak-anak Adam menjawab,”Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi...” (Q.S. al-A’raf :7/ 172).

Dalam konteks ini syahadah atau kesaksian menjadi bukti kesadaran diri manusia dan pengenalan terhadap eksistensi Tuhan. Agar manusia tidak mudah melupakan syahadah maka Allah swt. menganugerahkan kepada mereka potensi al-sam’a, al-ab?ar dan al-af’idah. Lihat Q.S. al-A’raf/ 7: 179, al-Nahl/ 16: 78 dan al-Mulk/67: 23.

Setelah keluar dari alam arwah menuju alam dunia manusia memiliki tugas menjadi abdi Tuhan. Pelaksa­naan tugas dan fungsi menjadi abdi Tuhan sebagai aktualisasi syahadah manusia yang diperintahkan oleh Allah swt. untuk menghambakan dirinya secara kontiniu dan tulus ikhlas hanya kepada Allah swt. semata. Hal ini dijelaskan dalam Alquran: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku” (Q.S. az-Zariyat: 51/ 56).

Ayat di atas menegaskan bahwa tujuan manusia diciptakan Tuhan untuk patuh, tunduk dan beribadah kepada-Nya. Bentuk pelaksanaan ibadah secara khusus ada dua yaitu ibadah mahdhah (ibadah murni) yaitu ibadah yang telah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar, atau waktunya seperti shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah ghairu mahdhah (tidak murni) yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.

Ibadah secara bahasa artinya tunduk, secara umum ibadah diartikan dengan semua perbuatan baik yang disukai oleh Allah, yang dilakukan oleh perkataan maupun perbuatan, baik dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Para ulama membagi ibadah menjadi tiga bagian yaitu: a) ibadah qalbiyah (ibadah yang dilakukan oleh hati) seperti tawakkal, khauf, raja kepada-Nya, b) ibadah lisaniyah (ibadah yang dilakukan lisan) seperti membaca Quran, berzikir, bertasbih, bertahmid, c) ibadah qalbiyah lisaniyah wal jawarih (ibadah hati, lisan dan diikuti oleh anggota tubuh) contohnya shalat, puasa, haji, jihad).

Secara sempit makna ibadah me­ngacu pada tugas-tugas pengabdian manusia secara pribadi sebagai hamba Tuhan. Tugas ini diimplementasikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah ritual yang dilakukan secara terus menerus dengan penuh keikhlasan. Allah swt. menggunakan kalimat liya’budun pada ayat di atas berbentuk fi’il mudhari’ yaitu bentuk kata kerja yang digunakan untuk suatu pekerjaan yang sedang dilakukan dan akan terus dilaksanakan pada masa yang akan datang.

Tugas sebagai abdi Tuhan membutuhkan penghayatan dan pengamalan yang dalam agar seorang hamba sampai pada tingkat religiusitas dimana tercapainya kedekatan diri dengan Allah swt. sehingga menjadi pribadi yang bertaqwa, senantiasa bersikap tawa­dhu’ tidak arogan serta senantiasa bertawakkal pada segala ketentuan dan ketetapan Allah swt.

Makna ibadah secara luas meliputi semua aktivitas harian yang dilakukan manusia dalam kehidupannya. Islam menegaskan bahwa seluruh aktivitas atau perbuatan baik manusia di alam semesta selama ia hidup bernilai ibadah jika diniatkan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah, dilakukan sesuai dengan tuntunan agama dan mencari ridha Allah swt. Makan adalah ibadah, jika diniatkan dengan makan kita bisa hidup kemudian dapat menjalankan ibadah dengan baik. Belajar adalah ibadah, jika diniatkan mencari ridha Allah.

Semua kegiatan yang dilakukan oleh seorang Muslim dalam seluruh dimensi kehidupannya adalah ibadah jika dilakukan untuk mencari ridha Allah semata. Inilah makna yang terkandung dalam ucapan kita tatkala menghadapkan diri kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa dalam shalat,”Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanya untuk Allah semata.” (Q.S. al-An’am/ 6: 162).

Tujuan hidup manusia adalah memeluk din yang hanif serta menyerahkan seluruh tujuan hidupnya kepada tujuan Allah yang menciptakan manusia. Seluruh hidup manusia harus menye­rahkan seluruh kehendaknya kepada kehendak Allah, itulah yang disebut kehidupan mencari ridha Allah, sesuai dengan kehendak dan tujuan Allah menciptkan manusia. Bagi orang yang beriman tidak memiliki cita-cita lain dalam hidup ini kecuali hanya satu yaitu “ridha Allah” dan kenikmatan hidup yang paling hakiki terletak pada keridhaan Allah dan itulah kebahagiaan yang sejati.

Sabda Rasulullah saw.”Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah dengan kemurkaan manusia, pasti Allah mencukupi kepadanya keperluan kepada manusia dan barangsiapa mencari keridhaan manusia dengan kemurkaan Allah pasti Allah serahkan dia kepada manusia” (HR. Tirmidzi).

Membangun dan mengisi kemerdekaan akan sempurna jika bangsa ini juga membangun mental dan karakter anak bangsa melalui peningkatan kua­litas amal dan ibadah sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya. Amal yang kuat disertai ibadah yang mantab akan melahirkan keimanan, keyakinan dan taqwa yang tinggi. Iman yang kuat menjadi landasan utama membangun bangsa ini, jika keropos pondasinya niscaya bangsa ini akan rusak dan hancur karena digrogoti oleh penyakit mental yang kronis. Rakyatnya yang religius akan turut membangun kemajuan bangsa yang berperdaban tinggi.

Mengabdi kepada bangsa dan negara menjadi tugas pokok kedua setelah mengabdi kepada Yang Maha Kuasa. Pengabdian kita sebagai anak bangsa sesuai bidang dan tugas ma­sing-masing. Sebagai abdi negara PNS misalnya, harus dapat melaksanakan tugas untuk memajukan dan melayani masyarakat dengan baik, ikhlas, jujur tanpa pamrih, sebagai bentuk tanggungjawab kepada negara. Seandai­nya kita diberikan amanah untuk menjadi pejabat, maka laksanakan tugas kita dengan benar, tidak menyelewengkan amanah dengan melakukan tindakan yang merugikan bangsa dan negara ini.

Jika kita hanya sebagai warga biasa maka tugas kita sebagai abdi negara mempertahankan negara kesatuan dari rongrongan orang-orang yang ingin menghancurkan negara ini. Tidak membiarkan negara ini dikuasai musuh-musuh sebagaimana telah kita rasakan akibat kolonialisme yang menjerumuskan bangsa ini ke jurang kehancuran. Tentu banyak hal bisa kita laksanakan untuk mengabdikan diri kita kepada bangsa yang kita cintai ini.

Mencintai tanah air adalah bagian dari iman dan implementasi dari bentuk ibadah kita kepada Tuhan, maka sebagai seorang Muslim dan warga yang baik sejatinya kita menunjukkan sikap mulia dan kesatria untuk membangun dan mengisi kemerdekaan dengan meningkatkan dua pengabdikan yakni kepada rabb penguasa alam semesta dan negara Republik Indonesia yang tercinta. Salam Merdeka..!

***

*Penulis dosen di STAI Darularafah, penerima Beasiswa 5000 Doktor Kementrian Agama Republik Indonesia Angkatan II 2015

()

Baca Juga

Rekomendasi