Oleh: Sudirman/Busairi. BANYAK cara yang bisa kita lakukan untuk mengenang nilai-nilai perjuangan dari para pahlawan bangsa dalam merebut kemerdekaan. Di antaranya ialah menampilkan kisah perjuangan mereka saat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-72 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Itulah yang dilakukan di Lapangan Merdeka, Langsa; dan lapangan upacara Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, Kamis (17/8). Di Langsa, disuguhkan drama “Jejak Sang Proklamator”. Drama ini menampilkan kisah perjuangan Dwitunggal Indonesia: Soekarno-Hatta, yang juga merupakan proklamator kemerdekaan bangsa ini.
Pergelaran drama kolosal tentang jejak proklamator ini dimulai sebelum dilaksanakan upacara pengibaran bendera. Drama ini ditampilkan sebanyak 118 pemain yang berasal dari anggota komunitas seni “Rajut”, mahasiswa, siswa sekolah menengah atas (SMA), TNI, dan Polri di Langsa. Acara ini juga merupakan salah satu kegiatan puncak memeriahkan Hari Kemerdekaan kemerdekaan RI.
Naskah ditulis Ardiansyah Abdullah. Digambarkan, pementasan sosiodrama jejak sang proklamator diawali pada 1941, saat pergolakan menjelang kemerdekaan. Soekarno dan tokoh nasional lainnya sedang berada di pusaran kegelisahan yang amat dalam karena kekuatan Jepang semakin tak terkalahkan. Mereka mampu memaksa mundur kolonialis Belanda di Indonesia.
Jepang ingin menguasai Indonesia konsep propaganda “Nippon 3A” dan memaksa rakyat Indonesia untuk turut dan tunduk kepada kekaisaran Jepang yang pada awalnya menjanjikan kemerdekaan.
Namun, rakyat malah harus merasakan kekejaman yang amat dalam. Tapi, semangat juang yang dikumandangkan tidak pernah luntur untuk melawan Jepang. Segala cara dilakukan, baik melalui kekuatan bersenjata, politik, maupun gerakan bawah tanah
Pada 1945, Jepang dibom atom oleh Amerika Serikat. Tepatnya di kota Hiroshima dan Nagasaki. Ini memaksa Jepang mengaku kalah dalam Perang Dunia II. Saat itu pula menjadi peluang bagi Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Naskah drama ini coba mengungkap pergerakan dan kesengsaraan rakyat di bawah pendudukan Jepang sepanjang 1941-1945 serta mengungkap perjuangan para pahlawan bangsa.
Ardiansyah mengungkapkan, alasannya mengangkat sejarah ini karena memiliki pesan moral yang kuat. Misalnya, pergerakan secara militer dan diplomasi. Namun, juga ada pergerakan ulama dan masyarakat.
Menurutnya, meraih kemenangan dalam sebuah peperangan tidak semata-mata lewat perang, tapi juga lewat medan diplomasi sebagaimana dilakukan Bung Karno dalam periode itu. Ini juga untuk mengingatkan bahwa diplomasi adalah senjata ampuh untuk mencapai sebuah kemenangan.
Teuku Umar
Di lapangan upacara Kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara, pahlawan nasional asal Aceh, Teuku Umar, “gugur” karena ditembak Belanda. Mendengar kabar tersebut, istrinya, Cut Nyak Dhien, mendatangi jasad Teuku Umar dan menangisinya.
Setelah Teuku Umar gugur, para pengikutnya kemudian membawa jasad pahlawan tersebut untuk dikebumikan.
Dalam drama sekitar setengah jam itu yang dimainkan siswa siswa SMA/sederajat di Aceh Utara, diceritakan tentang perjuangan Teuku Umar ketika melawan Belanda di Aceh. Teuku Umar dengan berani menantang penjajahan Belanda yang ingin menguasai Indonesia.
Ribuan peserta upacara dan masyarakat sekitar ikut terpukau menyaksikan penampilan para pelajar yang menceritakan ulang kisah perjuangan Teuku Umar. Kapolres Aceh Utara, ABKP Untung Sangaji, yang duduk di barisan depan, sesekali terlihat mengusap matanya dengan tisu.
Tingkatkan nasionalisme
Ardiansyah berharap, penampilan drama kolosal saat upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI ini bisa meningkatnya nasionalisme dan patriotisme. Selain itu, juga untuk mengingatkan kembali pentingnya mengingat sejarah. Karena, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Juga tidak pernah melupakan sejarah.
“Kita berharap kepada semua generasi muda untuk mengingat sejarah bahwa kemerdekaan itu merupakan hasil perjuangan para pahlawan,” katanya.
Pertunjukan drama kolosal tentang jejak sang proklamator yang mengingatkan kepada perjuangan Bung Karno dan Bung Hatta harus mampu membangkitkan kebanggaan kepada kedua sosok ini.