Upaya Pemerataan Pembangunan

Oleh: Hodland JT Hutapea. Gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan era pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla merupakan salah satu cara untuk memeratakan pembangunan di Indonesia. Dengan keberadaan infrastruktur yang merata di seluruh wilayah Nusan­tara diharapkan dapat memacu pembangunan di berbagai daerah yang selama ini tidak tersentuh, sehingga harga barang dan jasa di setiap wilayah pun dapat sama dan terjang­kau.

Namun, upaya pemerataan pembangunan tidak hanya dalam segi fisik atau infrastruktur (jalan, bangunan, dan lain-lain) juga pemba­ngunan manusia Indonesia yang seutuhnya, se­perti pemera­taan pendidikan dan kesehatan.

Sebenarnya usaha pemerintah untuk me­ningkatkan pendidikan di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1984. Salah satunya meme­ratakan pendidikan formal dari Sekolah Dasar, kemudian dilanjut­kan dengan Wajib Belajar Sembilan Tahun pada 1994.

Selain itu ada pula program pemberian intensif berupa bantuan beasiswa dengan sasaran sekitar 9,6 juta anak kurang mampu, seperti Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Lalu di era pemerintahan sekarang ada program Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang sangat berguna untuk membantu pembiayaan para pelajar Indonesia yang kurang mampu.

Begitu pun dalam sektor kesehatan, kurang lengkapnya fasilitas pada rumah sakit, klinik dan puskesmas telah menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Pemerataan persebaran tenaga medis dan fasilitas kesehatan lainnya pun terus dilakukan sehingga para tenaga kesehatan tersebut tidak hanya terfokus berada di lingkungan perkotaan, dan kekurangan tenaga medis di daerah terpencil dapat dikurangi.

Pernah pula ada upaya pengalihan alokasi subsidi bahan bakar (BBM) oleh pemerintah yang sebagian diperuntukkan bagi sektor pendidikan dan kesehatan, meski dengan konsekuensi harga BBM ketika itu harus mengalami kenaikan. Hingga pada akhir­nya, subsidi BBM itu secara bertahap dihapuskan karena sangat membe­bani keuangan negara dan menye­rah­kan penetapan harga­nya kepada mekanisme pasar.

Era Joko Widodo

Sudah sejak awal Januari kemarin di depan sidang Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo menekankan bahwa pemerataan pemba­ngunan akan menjadi bidi­kan pemerintah. Artinya, arah pembangunan ke depan, pemerin­tah akan berupaya mewujudkan pemerataan pembangunan lintas sektor. Untuk itu, Presiden mengajak jajarannya untuk bisa bekerja lebih keras dalam upaya untuk menurunkan angka kesenja­ngan sosial di Indonesia.

Meski pertumbuhan ekonomi tahun lalu mampu mencapai angka moderat 5% (terbaik ke 3 di dunia), namun angka tersebut masih di bawah target pemerintah sebesar 5,2%. Hal ini menunjukkan kerja mesin-mesin pengerak pertum­buhan lintas sektor yang dikerah­kan pemerintah selama 3 tahun ini masih di bawah potensi yang bisa dicapai.

Dengan kontribusi pertumbuhan tersebut, jumlah penduduk miskin memang turun 250 ribu orang, menjadi tinggal 10,7% dari total penduduk Indonesia. Tetapi, penurunan ang­ka kemiskinan itu pun sedikit meleset dari batas atas target pemerintah untuk 2016, yakni 10,6%. Salah satu faktor yang mendo­rong penurunan angka kemiskinan itu adalah kemampuan pemerintah menjaga inflasi tetap rendah karena inflasi ini berpengaruh langsung pada tingkat harga bahan makanan.

Penurunan angka kemiskinan ini memang masih sangat tipis. BPS dalam rilisnya (September 2016) mencatat, jumlah orang miskin di Indonesia tercatat sebanyak 27,76 juta orang atau sebesar 10,7%. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2016 sebanyak 28 juta atau sebesar 10,86%, selama enam bulan terjadi penurunan sebesar 0,25 juta orang. Secara komposisi menurut kota dan desa dapat dilihat bahwa masih ada disparitas yang tinggi antara kota dan desa, dari persentase 10,7% pada September, penduduk miskin di desa mencapai 13,96% dan kota mencapai 7,73%.

Selama tiga tahun belakangan, upaya pemerataan pembangunan memang membuahkan hasil positif. Namun rasio kesenjangan kesejahteraan sosial hanya sedikit menurun dari 0,41 menjadi 0, 39. Meski menurun, kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin masih saja ada, meski tren-nya semakin menyempit. Kita paham bahwa adanya kesenjangan me­nun­jukkan pembangunan ekonomi masih kurang mampu mendistri­bukan hasil-hasil ekono­mi secara merata. Akibat­nya, si kaya semakin kaya dan si miskin terus saja miskin.

Upaya pemerataan

Ada beberapa cara yang tengah ditempuh pemerintah untuk mewu­judkan pemerataan pembangunan yang ditargetkan terjadi secara masif dalam 2 tahun ke depan, antara lain melakukan kebijakan retribusi aset dan legalisasi tanah. Ini dianggap penting karena rakyat akan semakin mudah mendapatkan akses kepada tanah. Upaya peme­rintah berkaitan dengan konsesi untuk rakyat, yang berkaitan dengan tanah-tanah adat dan sertifikat untuk rakyat, tampaknya sudah mulai membuahkan hasil terbukti beberapa waktu lalu Presiden menyerahkan puluhan ribu ser­tifi­kat tanah gratis kepada rakyat terutama kaum petani dan pekebun.

Pemerintah pun mengupayakan pembagian tanah kepada para petani untuk dapat diolah sehingga ekonomi para petani diharapkan meningkat. Pembukaan lahan tidur akan lebih dioptimalkan dan dibagikan kepada rakyat untuk dikelola demi meningkatkan kesejahteraan mereka.

Pengurusan sertifikat tanah gratis akan terus dilanjutkan sehingga para petani lebih dimu­dah­kan dalam hal kepemilikan tanah. Karena selama ini lebih dari 80% tanah yang digarap petani bukanlah tanah milik sendiri melainkan milik tuan tanah yang kebanyakan tinggal di perkotaan. Artinya, selama ini hasil pertanian yang digarap petani hanya 40-60 persen saja yang bisa dinikmati oleh petani kita.

Kita tahu bahwa lahan perkebunan di Indonesia yang luasnya lebih setengah Pulau Jawa sebanyak 80% hanya dimilki para taipan pemilik modal kelas atas. Dengan upaya pembagian lahan dari pemerintah ini diharapkan rakyat pun memiliki akses kepemi­likan lahan perkebunan dan pertanian, sehingga bukan hanya sekadar menjadi buruh perkebunan dan pertanian.

Langkah berikutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah memperkuat akses rakyat kepada permodalan. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan lagi program-program dalam memperkuat akses rakyat untuk mendapatkan modal dalam berusaha. Misalnya dalam pemberian KUR (kredit usaha rakyat) harus menjangkau semakin banyak rakyat kecil dan kurang mampu, semakin besar jumlahnya dan semakin mudah cara memperolehnya. Sebuah upaya yang baik ketika pemerintah sudah mulai dan akan terus memberikan asuransi pertanian dan perikanan untuk melindungi usaha petani dan nelayan, serta mendorong keuangan in­klu­sif sehingga rakyat semakin ‘bankable’.

Kita pun berharap agar pemerintah dapat meningkatkan keterampilan masyarakat. Upa­ya tersebut dapat dilakukan melalui program pendidikan dan pelatihan vokasi. Misalnya Kementerian Tenaga Kerja bisa bekerja sama dengan Kadin untuk memberikan kemudahan rakyat mendapatkan pendidikan gratis dalam upaya mengelola ekonomi pedesaan. Diharapkan target pemerintah tahun ini bukan lagi dalam hitungan ribuan, melainkan mencapai jutaan rakyat harus dididik dan didampingi ketika memulai usaha mereka. ***

()

Baca Juga

Rekomendasi