Transportasi Online Memperparah Kemacetan Kota

Oleh: Sagita Purnomo. Masalah kemacetan memang tak da­pat dipisahkan dari Kota Metropolitan se­perti Me­dan. Selain ruas jalan yang tidak meng­alami penambahan, maraknya parkir liar di bahu jalan dan buruknya budaya ber­lalulintas para pengendara, jumlah ken­daraan yang terus mengalami pe­ning­katan juga turut andil dalam mem­per­pa­rah tingkat kemacetan kota. Baik itu ken­­daraan umum maupun kendaraan pri­badi setiap harinya hadir dan meme­nuh se­saki jalanan kota. Ditambah lagi ke­hadiran moda transportasi online yang saat ini tengah digandrungi warga kota se­­bagai transportasi pilihan, membuat ja­­lanan kota kian dipenuh sesaki lautan kendaraan.

Kondisi ini semakin diperparah de­ngan si­kap Pemko dan Dishub Kota Me­dan yang terkesan mela­kukan pembiaran. Ba­gai­mana tidak, sampai detik ini belum ada satu pun regulasi (Perda) Kota Medan mengatur batasan jumlah kendaraan trans­portasi online yang beroperasi. Aki­bat­nya laju kendaraan bermotor semakin tak ter­bendung, setidaknya sejak moda trans­portasi online (roda empat) berope­ra­si di tahun 2016 ini, setidaknya ribuan ken­daraan baru telah turun kejalan dan sema­kin memperparah kondisi kemacet­an kota.

Harusnya baik itu Pemko Medan mau­pun Dishub dapat memprediksi hal ini. Pi­hak terkait dapat belajar dari kota Ja­karta dan Bandung yang semakin ber­tambah ma­cet akibat serbuan pertum­bu­h­an kendaraan, terutama kehadiran trans­por­tasi online. Setidaknya Pemko dapat me­ngatur batasan quota tranportasi on­line yang turun kejalan atau membuat regulasi seperti ganjil genap dan three in one. Jika Pemko Medan serius dan ber­ko­mitmen dalam mengurangi tingkat ke­ma­­cetan, tidak ada salahnya untuk meng­hadirkan regulasi me­ngenai batasan ken­daraan dalam wak­tu dekat ini.

Kian Subur

Dengan jumlah penduduk mencapai le­bih dari 2 juta jiwa (data sensus pen­duduk 2010) dengan tingkat mobilitas yang tinggi, Kota Medan memiliki po­tensi yang sangat menjanjikan bagi bisnis trans­portasi online. Hal ini terbukti, di luar kota-kota di Pulau Jawa, Kota Medan pa­ling banyak dituju perusahaan-pe­ru­sahaan transportasi online seperti Grab, Gojek dan Uber. Sejauh ini Ke­menterian Per­hu­bungan maupun Dinas Perhu­bu­ngan kota, belum mengan­tongi data me­nge­nai jumlah transportasi online.

Kepala Biro Komunikasi & Informasi Pu­blik Kementerian Perhubungan, J.A. Ba­rata, menga­takan hingga saat ini Ke­menterian Perhubungan belum men­da­pat­kan laporan soal data jumlah pe­nge­mudi dari perusa­haan transportasi online.

“Kami minta semua peru­sahaan transportasi mendaftarkan armada-armadanya. Kami perlukan pendataan ini dalam rangka kami sesuaikan antara penawaran dan permintaan ang­kutan umum,” katanya di Jakarta 25 Maret 2017 lalu (Tempo.co.id)

Namun berdasarkan informasi yang pe­nulis himpun dari sejumlah media, me­nyebutkan bahwa pertumbuhan trans­portasi online nasional sangatlah pesat. Mi­salkan untuk Grab diusianya yang baru genap empat tahun (pada 2016), setidaknya telah memiliki sebanyak 300 ribu mitra pengemudi. Aplikasi Grab di Play Store sejauh ini juga telah diunduh le­bih dari 10 juta kali. Uber, pada tahun per­tamanya beroperasi di Indonesia (Agustus 2014 sampai September 2015) te­lah memiliki mitra sebanyak 6.000 pe­ngemudi.

Untuk jumlah keseluruhan di wilayah Asia-Pasifik di periode yang sama, Uber me­miliki lebih dari 600 ribu mitra pe­ngemudi. Jumlah ini pastinya telah me­ning­kat berlipat ganda hingga sekarang seiring dengan tingginya anemo masy­a­ra­­kat akan teransportasi online.

Sementara untuk Go-Jek, sejak berdiri di Jakarta pada tahun 2010 hingga Ok­to­ber 2016, jumlah diriver Go-Jek (belum ter­masuk Go-Car) telah menem­bus angka 250 ribu mitra dan aplikasi Go-Jek setidaknya telah diunduh se­banyak lebih dari 15 juta kali. Adapun kota-kota yang menjadi pasar potensial Go-Jek di In­donesia yakni Jabodetabek, Bali, Ban­dung, Surabaya, Makassar, Medan, Pa­lembang, Semarang, Solo, Malang, Yog­yakarta, Balikpapan dan Manado.

Untuk Kota Medan sendiri, berdasar­kan in­formasi dari salah seorang rekan pe­nulis yang bekerja sebagai driver Grab, me­nye­but­kan bahwa di Kota Medan, mitra Grab telah mencapai angka puluhan ribu dri­ver dan setiap hari setidaknya ada lebih dari 100 mitra baru yang me­la­mar untuk berga­bung.

Berdasarkan pantauan penulis di Group Facebook Komunitas Driver GrabCar & GoCar Medan, yang menjadi group resmi penge­mudi, sampai saat ini tercatat memiliki 6.885 anggota aktif dengan 532 permintaan angota baru.

Bayangkan jumlah kendaraan seba­nyak itu tumpah dan hilir mudik di jalanan kota bersama dengan becak, angkot dan ken­daraan pribadi lainnya setiap hari. Maka jangan heran jika saat ini warga Kota Medan mengalami perubahan tem­pra­mental akibat terlalu sering menahan emo­si karena terjebak kemacetan hampir setiap hari.

Lumpuh 2024?

Kemacetan di Kota Medan saat ini sa­ngatlah parah, terutama saat jam berangkat dan pulang kerja di pagi-sore hari. Misal­kan di kawasan USU, Pancing (Unimed), Gatsu, Pasar Seisekambing dan Kampung Lalang. Dalam kondisi normal, untuk me­lintasi kawasan tersebut sebenarnya ha­nya mema­kan waktu paling lama 15 me­nit dengan kendaraan roda empat dan 10 menit menggunakan kendaraan roda dua. Namun sekarang ini bisa memakan waktu antara 30 menit hingga 1 jam lamanya.

Selain jumlah kendaraan yang semakin meningkat, banyaknya pedagang kaki lima dan parkir liar yang memakan bahu jalan, sikap ugal-ugalan pengendara yang tak kenal rambu-rambu lalu lintas, ditambah dengan banyaknya tran­sportasi online yang menaik-turunkan serta ngetem di sem­­barang tempat, membuat kema­cetan kian parah. Apalagi driver kendaraan onli­ne juga terkenal memiliki kebiasaan buruk dalam berkendara, mereka biasanya me­ngemudi sembari memainkan smartpho­ne untuk memantau GPS dan melihat orde­ran yang masuk.

Dalam beberapa kasus penulis sering menjumpai kecelakaan tunggal maupun me­libatkan pengendara lain akibat kela­laian driver transportasi online yang me­nge­mudi sembari memainkan HP. Masa­lah ini harusnya menjadi perhatian serius aparat kepolisian untuk menindak pelang­garan tersebut. Kehadiran transportasi online kini bahkan lebih parah dari angkot yang ugal-ugalan, memba­hayakan kese­lamatan, bergenta­yangan dengan bebas­nya mencari penumpang dengan terus menatap layar HP demi mencapai target untuk mencairkan bonus intensif.

Sebagaimana penulis katakan di atas, kehadiran transportasi online yang sangat subur turut andil dalam memperparah tingkat kemacetan di Kota Medan. Dengan iming-iming tingginya penghasilan driver online yang bisa mencapai lebih dari Rp. 7 juta per bulan, ditambah dengan mudah­nya persyaratan untuk kredit mobil baru (cukup dengan DP 30-50 juta), membuat laju pertumbuhan kendaraan pribadi se­makin tak terbendung. Berdasarkan data Ditlantas Polda Sumut tahun 2015 jumlah kendaran bermotor di Sumatera Utara mencapai 5.824.720 unit dan hampir 50 persen diantaranya berada di Kota Medan. Ditambah lagi sejak tahun 2011 hingga sekarang, luas jalan di Kota Medan juga nyaris tidak mengalami per­tumbuhan sama sekali. Diprediksi dalam beberapa tahun ke depan, 3191,5 km pan­jang jalan di kota ini tidak akan mampu untuk menampung kendaraan lagi.

Wakil Wali Kota Medan, Akhyar Nasu­tion, menyebutkan bahwa rasio jumlah ken­daraan pribadi dibanding kendaraan umum di kota ini mencapai 97,8 persen banding 2,2 persen. Kendaraan roda dua mendominasi tingginya jumlah kendaraan pribadi, yakni sebesar 75,95 persen. Lan­ju­tnya, kemampuan menambah ruas jalan semakin sulit jika dibandingkan dengan penambahan kendaraan. Berdasarkan data yang ada, panjang jalan hanya bertambah kurang dari satu persen, sedangkan penam­bahan kendaraan rata-rata 15 persen per tahun. “Hasil perbandingan total luas jalan de­ngan total luas kendaraan pada tahun 2024, kendaraan diprediksi tidak akan bisa bergerak di Medan karena total luas pan­jang jalan sudah sama dengan total luas kendaraan,” kata Akhyar (Repu­blika.co.id).

Baik itu melalui Pemko maupun Dishub Medan harus sigap membaca kemung­kinan terburuk akibat masalah ini, terutama dampak kehadiran transportasi online ter­hadap kemacetan kota. Regulasi me­ngenai batasan armada dan budaya selamat ber­kendara harus diterapkan dan menjadi prio­ritas dalam bisnis transportasi online di Kota Medan. Jangan sampai jumlah ken­­­daraan online menyamai angkot, apa­lagi meniru sifat ugal-ugalannya. Boleh be­kerja mencari nafkah dengan berbagai pro­fesi, namun harus tetap patuh akan pe­ra­turan yang berlaku demi kenyamanan kita bersama. Walikota harus bertindak ce­pat dan sigap. Belum terlambat untuk me­­nye­la­matkan warga kota dari stres berle­bi­han akibat setiap hari terkena kemacetan. ***

 Penulis adalah Alumni UMSU 2014

()

Baca Juga

Rekomendasi