Eksotisme Arsitektur Rumah Adat Sumba

Oleh: Isnaini Kharisma

PESONA indahnya alam Indonesia diper­kaya dengan keberagaman adat buda­yanya. Warisan arsitektur juga mem­penga­ruhi kebudayaan tanah air. Baik arsitektur tradisional hingga arsitektur modern.

Nun di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT),  begitu banyak budaya yang masih melekat di ling­kungan warga sekitar. Bahkan beberapa rumah adat Sumba juga masih berdiri kokoh hingga se­karang.

Rumah adat Sumba dalam bahasa setempat disebut uma mbatangu (rumah berpuncak), memiliki puncak atap yang tinggi. Tingginya puncak atap tersebut, dalam marapu (kepercayaan) masyarakat setempat, diyakini memiliki hubungan kuat dengan roh.leluhur.

Menurut Pengawai Dinas Pariwisata Sumba Timur, Yudi Umbu Rawambaku, Pulau Sumba masih dihuni beberapa kelompok masyarakat yang masing-masing memiliki budaya dan bahasa. Kendati demikian, perbedaan budaya dan bahasa itu tidak mempengaruhi arsitektur pada rumah adat mereka.

Lekatnya marapu pada masyarakat di sana, meyakinkan mereka tetap menghormati roh para leluhur, tempat-tempat sakral, benda-benda pusaka, dan instrumen yang kerap digunakan untuk berko­munikasi dengan dunia roh.  Konsep ini pun mem­pengaruhi arsitektur ruang dalam rumah adat Sumba.

Terdapat dua rumah utama bagi orang Sumba. Rumah yang paling khas adalah uma mbatangu dari Sumba Timur. Uniknya rumah tersebut memiliki puncak tinggi dibagian tengah. Secara spesifik cenderung mirip dengan puncak tengah rumah adat Jawa, joglo.

Seperti kebanyakan arsitektur rumah adat masa lampau, uma mbatangu atapnya berbahan material alam, rumput alang-alang. Sedangkan rumah yang puncaknya paling besar disebut uma bungguru.

Rumah ini merupakan rumah utama dan menjadi tempat penting untuk ritual yang berkaitan dengan persatuan serta kesatuan. Misalnya, upacara perni­kahan, pemakaman, dan sebagainya.  "Rumah besar juga merupakan rumah tinggal permanen bagi orang tertua di desa," katanya.

Yudi menjelaskan, rumah adat Sumba biasanya memiliki tata letak berbentuk persegi. Empat tiang utama penopang puncak atap rumah memiliki simbolisme mistis. Rumah adat ini pun dapat menampung hingga beberapa keluarga.

Dua pintu masuk diposisikan di kiri dan kanan rumah. Cenderung tidak ada jendela di rumah adat ini, ventilasi udara pun melalui lubang kecil dinding yang terbuat dari anyaman dahan kelapa sawit atau selubung pinang. Selain itu, tanduk kerbau juga sering digunakan sebagai penghias dinding sebagai pengingat pengorbanan pada masa lampau.

Balok kayu sebagai penyangga ketinggian atap hingga memuncak pada rumah tradisional Sumba, mengilustrasikan kedua ujungnya memegang sosok laki-laki dan perempuan yang terbuat dari kayu berukir atau rambut terikat.

Rumah Panggung

"Rumah adat Sumba juga memiliki level atau fondasi tiang yang dinaikkan dan lantai rumah tak langsung menyentuh tanah layaknya rumah pang­gung. Sehingga bangunan rumah pun memiliki kolong seperti rumah adat Batak. Fungsinya pun sama, biasa digunakan untuk kandang hewan ternak. Akan tetapi, kelebihan dari fondasi yang dinaikkan tak hanya itu, hal ini juga menjadi penyesuaian iklim dan geografi alam Indonesia," jelasnya.

Selain itu, tiang-tiangnya juga meninggikan ruang tamu sehingga tidak terkena banjir jika musim hujan tiba. Celah-celah pada lantainya juga befungsi sebagai ventilasi. Jika berada di dalam rumah itu, kita akan tetap merasa sejuk.

Posisi ruang dapur tidak selayaknya bangunan rumah modern. Sebab posisi dapur pada rumah adat Sumba berada di bagian tengah bangunan. Melim­pahnya bahan baku kayu sebagai material bangunan di Sumba, tidak heran jika rumah adat tersebut didominasi bahan kayu, baik pada tiang penyangga, lantai, dan pada senta-senta untuk memperkuat dindingnya.

Khusus bagian atap selalu menjadi diperhatian serius. Atap rumput alang-alang dikenal mampu bertahan puluhan tahun, namun tentu bahannya tidak boleh bercampur dengan tanaman lain. Karena atap selalu diterpa terik matahari dan basah akibat hujan, jika bahannya berampur dengan rumput lain cende­rung mudah membusuk.

"Kini, penggunaan material alami pada atap rumah adat Sumba mulai bergeser. Beberapa bahkan mulai digantikan material buatan, seperti gerabah atau seng," ujarnya.

Saat ini di Waingapu, Sumba Timur, kata Yudi, sedang dibangun graha budaya, yakni rumah adat kampung adat Prailiu. Selain untuk mempertahankan warisan arsitektur peninggalan leluhur, graha budaya  itu juga dimaksudkan untuk mengenalkan rumah adat setempat kepada generasi muda.

Foto-foto: Analisa/istimewa

ATAP: Bangunan rumah tradisional Sumba dengan atap tinggi memuncak.

BERJAJAR: Kondisi alam Sumba mempengaruhi kebiasaan masyarakat membangun rumah secara berjajar dan berdekatan.

MATERIAL KAYU: Melimpahnya baku kayu mendominasi arsitekur rumah tradisional Sumba.

AKTIVITAS: Selain untuk tempat tinggal, arsitektur rumah Sumba juga disesuaikan dengan  kebutuhan aktivitas masyaraatnya.

MODERN: Rumah Sumba modern mulai dimodifikasi dengan mataerial buatan atau tepas pada dindingnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi