Oleh: Dr. Agus Priyatno, M.Sn. Tidak banyak pelukis kaligrafi Islam di Indonesia. Termasuk di Sumatera Utara maupun di kota besar seperti Medan. Jarangnya pelukis menekuni kaligrafi Islam disebabkan tidak mudah membuat karya seni ini.
Pelukis kaligrafi Islam harus memiliki dua kemampuan sekaligus. Pertama, pelukis kaligrafi Islam harus memiliki kemampuan membaca dan menulis aksara Arab. Dikarenakan kaligrafi Islam tertulis dalam bahasa tersebut. Kedua, pelukis kaligrafi Islam harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan senirupa.
Kebanyakan pelukis hanya memiliki salah satu kemampuan itu. Pelukis hanya memiliki kemampuan membaca dan menulis aksara Arab saja, atau hanya memiliki pengetahuan dan ketrampilan senirupa saja. Jika ada yang memiliki kedua kemampuan tersebut, kadang tidak tertarik untuk menjadi pelukis kaligrafi Islam karena gaya hidupnya tidak sesuai. Bisa dikatakan selain harus memiliki kedua kemampuan tersebut, sang pelukis harus juga memiliki spiritualitas keislaman.
Pelukis kaligrafi Islam juga harus menunjukkan perilaku sesuai dengan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Jika tidak, pelukis dianggap hanya main-main dalam membuat karya seni, tidak ada penghayatan. Pelukis seperti itu akan mendapat kecaman masyarakat luas. Dianggap tidak sesuai antara kepribadian dengan karya seninya.
Di Medan maupun di Sumatera Utara ini hanya ada segelintir pelukis kaligrafi Islam. Di antaranya Suhandono Hadi. Jarang pelukis di kota ini menekuni seni kaligrafi Islam.
Pemerintah menyelenggarakan berbagai kompetisi kaligrafi untuk membangkitkan seni kaligrafi Islam. Diantaranya melalui lomba melukis kaligrafi Islam kategori naskah, musaf, dekorasi, dan kontemporer. Kompetisi ini diselenggarakan di tingkat kabupaten, propinsi dan nasional setiap tahun.
Pelukis muda Medan, Chairul Amri, berusaha merintis sebagai pelukis seni kaligrafi kontemporer di kota ini. Berbekal pengalaman sebagai juara dalam berbagai lomba kaligrafi di tingkat kabupaten maupun propinsi. Dia merintis profesi sebagai pelkis kaligrafi kontemporer. Pengetahuan senilukisnya didapat melalui belajar secara otodididak. Dia menambah pengetahuan dan ketrampilan melukis melalui pergaulan dengan para pelukis, terutama belajar di Sanggar Rowo di Tanjung Morawa.
Chairul Amri bergelar sarjana pendidikan, kini tengah menempuh pendidikan S2 di Pascasarjana UIN Sumatera Utara. Dia dilahirkan di Tanjung Mulia, 1981. Aktif berkreasi di studio merangkap rumahnya di Jalan Sisingamangaraja Gg. Jadi Simpang Limun Medan. Prestasi paling akhir jadi juara 1 Kaligrafi Kontemporer tingkat Kabupaten Deli Serdang. Pada lomba tahun 2015 juara di Kecamatan Beringin Pantai Labu.
Kaligrafi kontempoter merupakan istilah untuk menyebut karya kaligrafi yang merupakan eksptresi individu penciptanya. Hal ini untuk membedakan dengan kaligrafi jenis naskah, musaf dan dekorasi. Keempat kategori kaligrafi tersebut dilombakan di tingkat kabupaten, propinsi dan nasional setiap diselenggarakan Lomba MTQ dan MKQ. Amri selalu berprestasi di ajang ini. Amri mulai aktif dan serius melukis kaligrafi sejak tahun 2005 sampai sekarang.
Penulis dosen pendidikan seni rupa FBS Unimed dan anggota Dewan Kesenian Medan.