Perbedaan Hidup di Bumi dan Antariksa

HIDUP di luar angkasa memang masih sebatas angan-angan untuk saat ini, namun bukan tak mungkin terwujud di masa depan, suatu saat nanti. Setidaknya, se­orang taipan dan ilmuwan Rusia bernama Igor Ashurbeyli sudah me­mulai langkah menuju ke sana.

Bayangan kehidupan di luar ang­kasa sudah banyak terlintas sejak Holly­­wood “menginvasi” benak pu­blik lewat film produksi-produk­si­nya. Mulai dari perjalanan ke luar ang­kasa lewat 2001: "A Space Oddy­sey" (1968) sampai perjuangan se­orang astronaut berkebun di planet Mars yang digagas Ridley Scott de­ngan The Martian (2015).

Tetapi sebenarnya seperti apa ke­hidupan manusia Bumi ketika be­rada di antariksa? Nyatanya, se­orang astronaut butuh usaha eks­tra untuk menjalani hidup di luar angkasa. Se­bab banyak perbedaan antara hidup di Bumi dan antariksa. Ini termasuk soal gravitasi dan oksigen di Bumi, yang tak ada di luar angkasa.

NASA dalam situs resminya me­nye­but 3 hal yang perlu dilakukan se­orang astronaut untuk bertahan hi­dup di luar angkasa. Ketiganya pen­ting untuk menjaga stamina.

Pertama, diperlukan tubuh yang kuat. Ketika berada di Bumi, tubuh ba­gian bawah menopang tubuh ba­gian atas. Namun saat berada di luar angkasa yang nirgravitasi, manusia berada dalam keadaan melayang se­hingga tubuh bagian bawah mulai kehilangan kekuatan. Itu sebabnya penting bagi astronaut untuk ber­olah­raga setiap hari.

Graham Mann, dosen senior dan pe­neliti Murdoch University, me­nga­takan astronaut bisa menggunakan peralatan kebugaran untuk melatih aktivitas otot dengan bantuan pe­rang­kat hidrolik.

Tubuh yang melayang juga ber­dam­pak pada jantung dan darah. Me­reka yang terbiasa bergerak dari atas ke bawah harus be­kerja ekstra me­lawan gravitasi. Hasilnya, wajah astronaut akan terlihat bengkak.

Solusinya, para duta angkasa ini harus bisa mengatur waktu istirahat supaya tak pingsan.

Kedua, menjaga kebersihan. Di Bu­mi, atau di manapun orang berada, ke­ber­sihan memang harus dijaga. Ini ter­­masuk astronaut di antariksa. Be­da­nya, para astronaut tidak menggu­na­kan kamar mandi seperti yang kita gu­­nakan di rumah. Astronaut meng­gu­­nakan sabun dan sampo khusus. Dan sabun ini tidak perlu air untuk dibi­las.

Satu hal lagi yang perlu diketahui ada­lah, adanya sistem daur ulang dari lim­bah toilet. Untuk mengatasi ku­rang­nya pasokan air, urine atau air seni astronaut didaur ulang menjadi air bersih untuk diminum dan kebu­tuhan sehari-hari di hari lain.

“Saat para astronaut meng­gu­nakan toliet, kami tidak bisa mem­biarkan air seni terbuang begitu saja," kata Jennifer Pruitt, insinyur yang be­kerja di Marshall Space Flight Cen­ter di Huntsville, Alabama, Amerika Serikat, seperti dilansir BBC.

Sistem

Pruitt bertanggung jawab mengu­rus sistem pemanfaatan air pada Sta­siun Angkasa Luar Internasional (ISS).

 Ketiga, usahakan semua berjalan serba-teratur. Astronaut yang tinggal di tempat sempit misalnya, mela­ku­kan semua dengan teratur. Mereka mengelap dinding, lantai, dan jendela agar tetap bersih.

Mereka juga menggunakan tisu ba­sah untuk mencuci peralatan ma­kan. Biasanya, astronaut memiliki 4 tempat sampah, 3 untuk sampah ke­ring dan 1 untuk sampah basah.

Tak cuma itu, mereka juga mem­pu­nyai alat penyedot debu atau va­kum yang digunakan untuk member­sih­kan bagian yang sulit dijangkau, dan untuk mencegah debu keluar dari saringan udara.

Mantan astronaut NASA Scott Kelly bercerita soal pengalamannya se­tahun hidup di luar angkasa. Menu­rut­nya, beradaptasi di luar angkasa cu­kup mudah.

Dilansir The Guardian, ia menga­ta­kan merasa ada untung dan rugi tersendiri ketika kembali ke Bumi. Satu sisi positif yang di­su­kainya ialah ia akhirnya dapat menyentuh air lagi un­tuk pertama kalinya selama setahun.

Sisi negatifnya lebih ke bera­dap­tasi kembali untuk hidup di Bumi, dan yang menjadi tantangan terbesar di sini adalah soal pakaian.

Di luar angkasa, apapun yang ia ke­­nakan selalu mengapung dan tak me­nempel pada badan karena ketia­daan gravitasi.

“Kulit saya sekarang jadi sa­ngat sen­sitif jika tersentuh pakaian. Ra­sa­nya perih setiap kali saya duduk atau berjalan,” kata Kelly yang saat ini di­sibukkan dengan agenda me­ngisi se­minar tentang antariksa.

Tak hanya berbagi pengalaman, kepulangan Kelly ke Bumi juga ditan­dai dengan perubahan fisiknya. Setahun berada di luar angkasa, tinggi badan Kelly bertambah hingga 2 inci atau 5 sentimeter.

“Sesuai prediksi dan ini ha­nya se­­mentara, astronaut bertambah ting­gi saat berada di luar angkasa karena tulang belakangnya memanjang. Na­mun hal itu akan kembali ke kondisi normal tak lama setelah ia kembali ke Bumi,” kata juru bicara NASA Jeff Wil­liams seperti dikutip CNN pada 2016.

Berdasarkan penelitian, faktor pe­nyebab perubahan tinggi badan se­orang astronaut adalah tidak adanya gra­vitasi di luar angkasa. Tulang ma­nusia berupa ruas-ruas yang berhu­bu­ngan, akan memanjang karena tidak adanya tarikan gravitasi.

Tak hanya Kelly, Chris Hadfiled yang pensiunan astronaut asal Ka­nada juga berbagi pengalaman hidup di luar orbit Bumi.

Pada sebuah video, Chris berbagi hal unik yang akan terjadi dalam sta­siun luar angkasa, antara lain air mata akan melayang saat menangis, sangat sulit memainkan gitar ketika berada di pesawat ang­kasa, percuma memeras pakaian yang basah karena pakaian tidak akan pernah kering, hindari memakan kacang dalam kemasan, dan perlu keahlian khusus untuk tidur karena astronaut harus tidur dalam keadaan berdiri di dalam kantong tidur terikat.

Julie Payette, juga astronaut asal Ka­­nada, mengatakan momen tidur te­rasa seperti hanyut dan berada di tem­­pat berbeda. Yang unik, tidak ada­­­nya gravitasi ternyata dapat me­ngu­rangi kebiasaan mendengkur.

Sebuah studi yang dilakukan tahun 2001 menunjukkan bahwa astronaut yang terbiasa mendengkur di Bumi, ter­nyata dapat tertidur tanpa men­deng­kur di luar angkasa. NASA mem­­buktikan hal ini dengan mere­kam aktivitas awak kapal yang sering tidur de­ngan mendeng­kur. (kpr/mr/ar)

()

Baca Juga

Rekomendasi