KOLOM PAJAK

Kewajiban Pajak Pejuang Devisa

TEMA ini saya pilih sebagai topik tulisan kali ini bermula dari dering telepon seluler dari seorang teman lama yang berprofesi sebagai pelaut disalah satu perusahaan pelayaran asing, sebagaian besar operasinya berada di wilayah laut Arab. Obrolan utama pembiacaraan saya dan teman saya tersebut adalah seputar pemenuhan kewajiban pajak. Singkat cerita, teman saya menggambarkan bahwa ia selama ini telah memiliki NPWP karyawan namun belum pernah melaporkan SPT Tahunan. Di sisi lain, sebagai pekerja profesional tentunya ia telah memilki sejumlah aset namun belum juga sempat ia laporkan. 

Kabar buruknya, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dimana ia telah terdaftar telah pula mengirimkan "surat cinta" atau himbauan untuk pelaporan SPT berdasarkan sejumlah data baik pemilikan aset maupun kewajiban bank yang dimiliki oleh KPP. Beratnya lagi, selama ini penghasilan yang diterimanya langsung dikirimkan melalui transfer bank dari Singapura ke rekening sang istri. Tidak ada tanda terima apalagi rekap gaji dan potongan pajak sebagaimana lazimnya di Indonesia, yaitu pemberian form 1721 A1 atau 1721 A2 bagi PNS/TNI/Polri. Satu hal yang meringankan pikirannya adalah informasi yang mengatakan bahwa pelaut seperti dirinya tergolong Wajib Pajak Luar Negeri, sehingga tidak lagi wajib memiliki kewajiban pelaporan SPT Tahunan.

Kasus seperti ini tentu bukan hanya terjadi di kalangan pelaut. Banyak sekali ragam pekerjaan yang dilakukan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berkarya di luar negeri dengan jangka waktu dan sistem yang berbeda-beda. Menyikapi hal ini, Direktorat Jenderal Pajak melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-2/PJ/2009 telah memberikan guidance bagi para TKI yang berkarya di Luar Negeri. Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa pekerja Indonesia di Luar Negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan merupakan subyek pajak luar negeri. Dengan demikian, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pekerja Indonesia di laur negeri, tidak dikenai pajak penghasilan di Indonesia. Namun ada catatan khusus, jika pekerja Indonesia di luar negeri tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, maka atas pengahasilan tersebut tetap dikenai pajak penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku.

Lantas, bagaimana jika dalam jangka waktu 12 bulan seorang pekerja Indonesia bekerja di luar negeri tidak melebihi 183 hari? dalam kasus ini tentunya pekerja tersebut tetap tercatat sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri. Atas penghasilan yang diterima di luar negeri tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia karena sistem perpajakan negara kita menganut prinsip World Wide Income.  Namun jangan khawatir akan timbul dua kali pemajakan, atas pajak yang telah dipotong di luar negeri oleh perusahaan di negara sumber tetap bisa dikreditkan atau dikurangkan terhadap kewajiban pajak penghasilan di Indonesia dengan cara tertentu sebagai kredit pajak PPh Pasal 24.

Kembali ke kasus utama dimana pekerja Indonesia bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari namun memiliki NPWP yang tercatat masih aktif di sistem informasi KPP, bagaimana pelaporan pajaknya? Idealnya, yang perlu dilakukan adalah mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif (NE). Dengan status NE ini, NPWP tidak terhapus namun berada dalam posisi stand-by dengan keuntungan bahwa seseorang tidak perlu disibukkan dengan melakukan pelaporan SPT sementara seseorang tersebut menghabiskan waktunya untuk bekerja di luar negeri. Tentu untuk dapat ditetapkan sebagai WP NE, seseorang yang bekerja lebih dari 183 di luar negeri perlu melampirkan dokumen-dokumen kontrak kerja yang secara jelas menyebutkan durasi pekerjaan di luar negeri. 

Dalam hal permohonan sebagai WP NE belum dilakukan dan seseorang terlanjur mendapat "surat cinta" dari KPP, tentu hal terpenting yang perlu dilakukan adalah meresponnya dengan surat penjelasan.  Akan lebih baik lagi jika sebelum mengirimkan surat penjelasan sebagai respon, seseorang telah melaporkan SPT Tahunan dengan setidaknya mengisi daftar harta dan kewajiban, serta mengisikan penghasilan anda dari perusahaan di tabel "Penghasilan Yang Bukan Merupakan Obyek Pajak" sebagai penghasilan lain-lain. Tentunya, dalam mengisi SPT dengan cara seperti ini sangat disarankan untuk memberikan penjelasan tambahan dalam bentuk surat pernyataan yang menerangkan dasar atau alasan pengisian SPT yang anda dilakukan, sehingga SPT anda akan menjadi SPT yang komunikatif. Perlu selalu kita ingat, bahwa tidak semua kondisi Wajib Pajak bisa diterjemahkan oleh suatu sistem informasi perpajakan secara sempurna, untuk itu bahasa penjelasan yang komunikatif dan dukungan dokumen pendukung yang relevan akan menjadi bentuk respon dan komunikasi yang ideal antara Wajib Pajak dan Kantor Pajak.

()

Baca Juga

Rekomendasi