Ilalang Rindu

ILALANG RINDU

Truly Okto Purba

Layaknya ilalang

yang tumbuh di rumah kesepian

dan gugur karena kemarau

begitulah aku mengibaratkan rinduku

terus tumbuh meskipun belum bertemu

TIDAK MENYERAH

Truly Okto Purba

Jangan berpikir aku menyerah

untuk mendapatkan kesetiaanmu

aku hanya memutuskan berhenti sesaat agar lelahku sedikit terbayar

suatu saat, ketika sirna lelahku

aku akan memperjuangkanmu kembali.

 

KE LAIN HATI

Truly Okto Purba

Dulu kau pernah datang

membawa setumpuk rindu

diiringi senyum menawan hati

sekarang kau datang kembali

tapi senyum menawanmu telah ke lain hati.

 

SEKEPING RINDU

Truly Okto Purba

Seandainya kau tahu aku menyimpan sekeping rindu di taman hati Kupersiapkan sejak lama untukmu entah sudah berapa purnama terlewati rindu ini tak kunjung pergi aku pun tak tahu seperti apa wujudnya kini.

 

ANGIN YANG BERCERITA

Wenti Juliana

Tanpa kuundang angin singgah di beranda dengan muak dia menuding wajahku katanya, akulah perempuan terbodoh di dunia

 

seluruh belantara dunia telah ia jelajah

jutaan lelaki ia papas jutaan perempuan terluka ia belai tak ada, tak ada perempuan sepertiku terpaku menanti lelaki lelaki yang meninggalkan peta di tubuhku

kemudian pergi menyusuri jalan asing

 

MENUNGGUMU

Wenti Juliana

Aku masih di sini

kubiarkan hujan menertawaiku

kuacuh angin yang mengolok

aku selalu di sini

mengabaikan waktu terus berjalan

berpura-pura rambutku masih hitam

menganggap kerutan di wajah hanyalah lipatan debu

 

aku masih di sini

menunggumu pulang

membawaku gaun pengantin

 

TIPU

Wenti Juliana

Berkali aku jatuh

selalu dua tanganmu menarikku

setiap aku ragu

selangkah kau di depanku

 

saat aku percaya 

tubuhku kau hentak

jatuh aku pada jurang tercuram

 

PAGI YANG MANIS

Wenti Juliana

Pagi yang manis itu kita bertemu

kau lepas senyum

aku sibuk menahan jantung

jangan sampai menggelepar

menggelinding di ujung sepatumu

 

tanpa sapa kita berbincang

anganku jauh melambung

sementara kulihat kau merakit-rakit sayap hendak kau tangkap anganku

aku terlalu jauh terbang tinggi

hingga kemudian sebuah tangan meraihmu dengan sayang panggilmu papa aku bingung menuju pulang

 

DI PINTU SEPTEMBER AKU MENUNGGU

Amrin Tambuse

Di pintu September

aku terus menunggu

serupa dedaun di ranting yang selalu menunggu matahari serta angin

 

biarkanlah aku seperti dedaun

yang menunggu matahari juga angin

untuk kemudian mengering dan luruh

lalu dihempaskan ke bumi

sewarna itulah takdirku

jika engkau tak jua datang di bulan ini

ke hadapanku

Babalan, 2017

 

JAUH SUDAH

Amrin Tambuse

Jauh sudah kaki ini mengembara

mencarimu ke segala penjuru rimba

tapi engkau belum kutemukan juga

kemana langkah kau bawa 

bukankah engkau sendiri yang mencipta luka- luka

di jiwaku yang terus hampa?

Babalan, 2017

 

SEPTEMBER KENANGAN

Amrin Tambuse

Ini entah September yang keberapa

aku lupa menghitungnya

dan tak akan pernah menghitungnya

hanya kenangan saja yang masih mengikatku saat masih bersamanya

 

September kenangan

kini akhirnya kubiarkan ia pergi

terbang menjauh

ke benua yang ia suka

Babalan, 2017

 

ANGIN YANG MASUK LEWAT JENDELA

Amrin Tambuse

Angin  masuk lewat jendela rumah

menerbangkan segala kenangan

menghempaskan segala rindu

yang tertempel di dinding

melekat di jantung dan jiwa

 

biarkanlah semua kenangan dibawa angin yang masuk lewat jendela

menerbangkannya entah kemana

aku tak akan pernah peduli

Babalan, 2017

 

LAUTAN DARAH DI TANAH RAKHINE #1

Nabilah Lubis

Dikala langit menjadi gelap asap mengepul di langit pembantaian menjadi wabah mematikan peluru menancap di tubuh ringkih kalian darah mengucur membentuk bendungan kepedihan

LAUTAN DARAH DI TANAH RAKHINE #2

Nabilah Lubis

Jeritan dan isak tangis menyayat ke ulu hati siapa pun yang mendengarnya

mereka berlarian kesana kemari

luntang-lantung tanpa arah

keluarga tercinta bersimbah darah

meregang nyawa di hadapan mereka

hingga pelarian hanyalah tinggal menunggu giliran saja

hati siapa yang tidak tersayat melihat bocah bocah tanpa dosa

menjadi sasaran pembantaian

mereka menangis, menjerit, hingga tarikan nafas terakhir

 

LAUTAN DARAH DI TANAH RAKHINE #3

Nabilah Lubis

Dimanakah benteng-benteng kuat

yang seharusnya menjadi pelindung untuk kalian saudaraku?

dimanakah mereka yang menyuarakan kemanusian?

terlelapkah mereka?

atau mereka pura-pura tertidur?

atau mereka tidak peduli sama sekali?

saudaraku, Tuhan tidak pernah tertidur

akan ada cerah di balik gelapnya alur hidup kalian

kami pun malu

sungguh malu!

hanya bisa mengumpulkan secuil koin

delangitkan doa dalam munajat kami

 

LAUTAN DARAH DI TANAH RAKHINE #4

Nabilah Lubis

Tanah Rakhine akan menjadi saksi

langit akan menjadi saksi

reruntuhan bangunanan kan jadi saksi di hadapan sang maha pencipta

betapa biadabnya mereka yang telah membantai kalian ku syairkan cintaku dalam puisi untukmu rohingnya

IPENA, 2017

 

SELALU INGAT

Riduan Situmorang

*Medya Nova Debora Silaban

Dan aku akan selalu ingat

ketika suaramu menjadi doa-doa

yang datang bekerjapan menuburuk otakku bersebab itu, aku menjadi penunggu paling setia duduk di deretan paling depan gereja memandang altar, memandang sinar

 

dan, kau harus tahu, sejak lama

namamu menjadi puisi yang berulang

yang muntah dari mulut-mulutku

memekakkan telinga Sang Khalik

 

kau tahu, aku sedang mencari kesepakatan antara aku dan Tuhan

tentang cara kita membangun rumah

megisi pekarangannya dengan pohon mungil lalu aku akan membuat kolam

kau akan meleburkan ikan di kolamku

 

maka saat itu pun kita harus sepakat

jika aku kolam, kau harus menjadi ikan

 

MAKA, INILAH AKU

Riduan Situmorang

Dan kau mulai kudengar bernyanyi

tentang alunan lagu dari para pujangga kau tahu, suaramu mengingatku pada sebuah peristiwa

ketika di jantungmu aku meletakkan huruf-huruf setelah memungutnya dari mulut-mulut pujangga

 

dan kau pun harus tahu di jantungku kau meletakkan mulut para pujangga

yang kau bunuh dengan ucapan yang pernah kubisikkan kini, di jantungmu dan di jantungku ada bunyi kita hanya perlu telinga yang menganga untuk mendengar

 

H U J A N

Riduan Situmorang

Aku semakin suka membayangkan

tentang embun tua yang bersarang di pucuk langit lalu dihantam kilat dan teriakan petir hujan pun meleleh, lalu tumpah

 

sedangkan kita di punggung bukit

berkejaran menampung setiap hujan

lalu mengalirkannya ke tubuh kita

aku berdoa, semoga hujan tak reda

 

MARI BERSEPAKAT

Riduan Situmorang

Sudahlah, mari bersepakat

tentang rintik-rintik hujan

yang akan kita tampung menjadi sebuah kolam lalu kita akan membuat saluran di empat sisinya hingga air lama terukar air baru kolam lama menjadi kolam baru dari sana, kita akan memanen air menjerangnya penuh asa di dapur kita meminumnya dengan sempurna hingga rindu kita menjadi paripurna

 

KEPULANGAN (HAJI) #1

Ahmad Afandi

Masih menyisakan desak doa tanah suci belenggu kesombongan diri sudah perlahan terhabisi sebentar lagi mereka ditunjuk ke dunia menampilkan peran orang-orang salih

bukan sebagai mainan sutradara dalam filmnya juga bukan pesulap menyilakkan tipuan semua mata

 

KEPULANGAN (HAJI) #2

Ahmad Afandi

Setiap mereka di tuntut menuntun rakyat meninggalkan maksiat sebagai rumah persinggahan meramahkan masjid sebagai rumah baru

bimbinglah semua orang dengan keikhlasan jangan kotori lagi hati kami yang usang tertikam kebodohan

 

KEPULANGAN (HAJI) #3

Ahmad Afandi

Kalau muslihatnya berhasil dialah haji sebenarnya berangkat dari setumpuk niat berjumpa tuhannya bukanlah nafsu menyeru karna pujian menyalak-nyalak sedang tuhan tak pernah menyuruh datang jiwa yang lalai

 

KEPULANGAN (HAJI) #4

Ahmad Afandi

Sekarang hidup mereka jadi tontonan orang ramai menyandang gelar dari Tuhan bukan sekedar pajangan

agar melupakan kewajiban

ingatlah di tanah suci engkau sibuk menangisi diri

 

HUJAN DI PENDOPO

Ryan P. Putra

Tanpa dinding mungkin dirimu tak kuat menahan dinginnya hujan di pendopo

berpangku dagu nampak lesu dirubung hari yang tak bisa melangkah

hujan ini tak bisa terhenti bagai cinta suci yang kau berikan untukku

bisa pergi karena badai yang bisa merobohkan pendopo

atau ditelan zaman

Surabaya, 2017

 

DANAU RINDU

Ryan P. Putra

Melihat gadis berkerudung di tepi danau rasanya ingin memberinya kasih aku mengenalnya tapi ia tak mengenalku akibat kisah di tempat ia bertepi ia merindukan kenangan kecil bersama seorang lelaki yang pernah mengajaknya memancing ikan

mengakhiri kisah, aku ingin membujuknya untuk melupakan semuanya

Surabaya, 2017

 

GAZEBO TUA

Ryan P. Putra

Jika kau bertanya kepadaku tempat apa yang mewakili perasaanku kepadamu? Gazebo tua

pahatan di atap gazebo bagai bunga yang begitu mempesona

tak sempit, kita bisa mengawali kisah cinta ini hingga tak kenal waktu

Surabaya, 2017

 

 

PULANG #1

Ade Irma Yanthi

Selaksa kerinduan menjamu pikirannya pada sebuah desa bersama mendung dan kaki-kaki yang berkeliaran di jalan berbatu rambut sebahu diterpa angin, merdu.

tawa-tawa kecil menghampiri surau

ketika matahari mulai padam

 

PULANG #2

Ade Irma Yanthi

Pandangnya kelabu,

rentetan masa lalu menghantarkan

derau suara Ayah dan Ibu ke dadanya. seberkas kasih sederhana namun murni. ia sesak. kakinya sudah terjerat disini. rutinitas kota dan kotak-kotak radiasi. malam ini di atas sajadah ia menumpah lelah.

kemudian, dengan parau ia berbisik: Tuhan, aku ingin pulang.

 

GERIMIS SENJA ITU  #1

Ade Irma Yanthi

Wan, gerimis senja itu menahanmu disini di sebuah selasar dengan matamu yang pisau, membawa tatapmu menuju dadaku yang sepi.

 

GERIMIS SENJA itu #2

Ade Irma Yanthi

Rintiknya menembus udara,

mengisyaratkan rindu-rindu yang tak terbahasakan.

akupun terjerat di tempat ini bersama malam dan kunang-kunang.

begipun sunyi yang menunggumu untuk kembali datang.

()

Baca Juga

Rekomendasi