Usaha Sampingan Bahan Cincau Beromzet 2 Miliar

MESKIPUN tugas utama seorang polisi menegakkan hu­kum serta mengamankan ling­kungan masyarakat, namun bu­kan ber­arti pengayom masya­ra­kat ini tak boleh me­nyalurkan hobinya melalui usaha sampi­ngan.

Seperti halnya yang sedang dilakoni Aiptu Sukamto. Kasat Binmas Polsek Karangtengah Polres Wonogiri ini selain mapan dalam urusan karir di ke­polisian, dia juga sukses menjalankan usa­ha sampingan sebagai pen­jual bahan cincau hitam atau daun janggelan.

Malah di enam bulan pertama memulai usaha sampingan, Su­kamto sudah menda­pat­kan pem­beli dari Thailand. Setelah itu, ia men­dapatkan pelanggan lain dari Tai­wan, Malaysia, dan Singa­pura. Bahkan kini dirinya sukses menjadi eksportir janggelan ke be­berapa negara tetangga. Tak ta­nggung-tanggung, dari usaha sampingan yang dijalankannya itu, sebulan Sukamto bisa meraup omzet Rp 2 miliar.

Dikutip dari Solopos.com, Su­kamto menceritakan kisah suk­ses­nya selama menjalankan usa­ha sampingan ini. Di enam bulan pertama memulai usaha itu, di­ri­nya sudah mendapatkan pem­beli dari Thailand. Setelah itu, ia men­da­patkan pelanggan lain dari Taiwan, Malaysia, dan Singapura. Dalam sebulan, ia bisa meng­im­por daun dan batang janggelan mencapai 40 ton ke empat negara itu.

Sementara untuk pengiriman ke luar kota antara lain ke Sura­baya, Jakarta, dan Sumatra ha­nya 7 ton. Dia mengaku membeli bahan baku janggelan seharga Rp18.000/kg dari para petani maupun pengepul.

“Saya jual dengan harga 2,8 do­lar kalau di luar negeri. Harga tersebut karena untuk menutup biaya transport dan lainnya,” jelasnya.

Budidya janggelan bahan cincau menu­rutnya, bahan baku janggelan yang berasal dari wila­yah Wonogiri merupakan jang­gelan terbaik di dunia. Sebab, janggelan hanya ada di Indonesia dan Vietnam. Pa­dahal, jang­gelan Indonesia lebih baik dari janggelan di Vietnam. Di Indone­sia, jang­gelan terbaik berada di Wonogiri dibanding­kan lima tem­pat lain, yakni Purbalingga, Bo­gor, Magetan, Pacitan, dan Treng­galek.

“Selain kata orang Thai­land dan Taiwan, saya juga membuk­ti­kan sendiri. Saya melakukan study banding di Thailand dan Malaysia, janggelan yang saya ki­rim lebih baik daripada jang­gelan dari Vietnam. Perbe­daan itu disebabkan karena faktor kon­tur tanah dan ketinggian,” beber warga Timbangan, RT 001/RW 001, Karang­tengah, Wono­giri itu.

Sukamto mengaku pri­hatin dengan po­tensi jang­gelan Wono­giri yang belum bisa dimak­simalkan de­ngan baik oleh Pem­kab setem­pat. Menurutnya, jan­g­ge­lan yang merupa­kan ikon dan aset daerah bisa lebih dimak­si­malkan, salah satunya yaitu de­ngan mem­buat pabrik minuman cincau kaleng.

“Saat ini, cincau kaleng di supermarket atau di toko berasal dari luar negeri, padahal mereka beli bahan bakunya dari sini. Me­reka beli murah, mereka olah, dan di jual kembali dengan harga ma­hal. Kenapa tidak kita olah sendiri dan mengangkat nama Wonogiri,” imbuh bapak tiga anak ini.

Usaha Sampingan

Keseriusan Sukamto dalam men­jalankan usaha sampingan­nya juga tercermin dari upaya­nya melakukan studi banding ke beberapa negara tetangga. “Se­lain kata orang Thailand dan Taiwan, saya juga membuktikan sen­diri. Saya melakukan studi banding di Thailand dan Malaysia, janggelan yang saya kirim lebih baik daripada janggelan dari Vietnam. Perbedaan itu diseba­bkan karena faktor kontur tanah dan ketinggian,” katanya.

Oleh karena itu, dia berharap agar Pemkab Wonogiri bisa mem­­bantunya membuat pabrik mi­numan cincau kaleng. Saat ini, dia  merintis pengolahan jangge­lan menjadi cincau hitam di Ja­karta. Namun, hal tersebut dila­kuk­an untuk persiapan pemba­ng­u­nan pabrik minuman cincau ka­leng di Wonogiri.

“Ini baru tahun kedua saya melakukan pengolahan di Jakar­ta. Selain itu, Jakarta hanya batu loncatan saja untuk industri yang lebih besar di Wonogiri. Ilmunya saya dapatkan dari Thailand, saya terapkan dulu di Jakarta, berhasil,” ujarnya.

Sementara itu, istri Sukamto, Sri Wah­yuni menambahkan in­dus­tri pengola­han cincau hitam di Jakarta sudah hanya musi­man yakni saat Ramadan, karena ting­ginya permintaan cincau. Na­mun, saat Ra­ma­dan janggelan ke­ring yang akan dikirim ditam­pung dulu di gudang karena kha­wa­tir adanya larangan muatan be­rat seperti kontainer beroperasi jelang Lebaran.

“Biasanya ramai terus tempat sortirnya, bisa mencapai 25 orang yang menyortir jang­gelan di sini. Kadang di Baturetno, tempat gu­dangnya juga ada penyor­ti­ran,” pungkasnya. (ukm/int)

()

Baca Juga

Rekomendasi