Oleh: Fadmin Prihatin Malau
Indonesia negara agraris. Artinya, masyarakat banyak bekerja sebagai petani dan menjadi sektor utama dalam perekonomian. Hal yang pasti petani menjadi penentu tersedianya bahan pangan dalam negeri. Setiap hari masyarakat Indonesia makan nasi bersumber dari beras hasil panen padi para petani.
Petani menanam padi memiliki resiko. Tidak bisa dipastikan benih padi yang ditanam menghasilkan padi. Petani berhadapan dengan serangan hama dan penyakit tanaman. Petani harus pasrah dengan cuaca yang bisa mengakibatkan gagal panen. Petani tidak bisa memastikan keuntungan yang diperoleh, bisa saja kerugian yang diterima.
Dari Imam Ja'far Al Shaadiq Ra, beliau berkata,”Apabila hendak melakukan bercocok tanam, maka ambilah segenggam bibit yang akan ditanam, kemudian menghadaplah ke arah kiblat dan bacalah ayat Alqur’an Surah Al Waqiah ayat 64”
Allah Swt berfirman dalam Alqur’an Surah Al Waqiah ayat 63 sampai 70 yang artinya, “Maka adakah kamu memperhatikan apa yang kamu tanam. Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya? Kalau Kami kehendaki, pastilah Kami jadikan dia hancur dan kering, maka jadilah kamu heran dan tercengang. (Sambil berkata): "Sesungguhnya kami benar-benar menderita kerugian,"bahkan kami menjadi orang-orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. Maka apakah kamu memperhatikan air yang kamu minum? Kamukah yang menurunkannya dari awan atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?”
Kepasrahan petani kepada Allah Swt sesuatu yang mutlak, wajib sebab sehebat apapun petani bercocok tanam, secanggih apa pun teknologi pertanian, ketentuan ada pada Allah Swt sebab tumbuhan tumbuh (hidup) atau tidak hidup ditentukan Allah Swt. Petani pasrah dan berdoa memohon kepada Allah Swt agar tumbuhan yang ditanamnya dapat tumbuh dengan subur. Petani hanya bisa pasrah kepada Allah Swt agar tidak gagal panen.
Keutamaan Surah al-Waqiah
Surah al-Waqiah memiliki keutamaan dalam mengharap ridha Allah Swt, termasuk berharap rezeki. Sayyid Muhammad bin al-Alawy al-Maliky al-Hasani menjelaskan dalam karya Abwab al-Farah fakta menarik dalam Surah al-Waqiah tentang rezeki.
Riwayat dari Ibnu Mas’ud yang dinukilkan Abu ‘Ubaidah dalam Fadhail, Ibn ad-Dharis, al-Harits bin Abi Usamah, Abu Ya’la, Ibn Mardawaih dan al-Baihaqi dalam Sya’b al-Iman menyebutkan Hadits Rasulullah Muhammad Saw yang artinya, ”Barang siapa yang membaca surah al-Waqiah tiap malam, ia tidak akan terjangkit kemiskinan selamanya.”
Mengkaji Surah al-Waqi’ah yang terdiri dari 96 ayat isinya tentang keberadaan manusia dengan Sang Pencipta Alam Semesta, Allah Swt. Kepasraan kepada Allah Swt ditinjau dalam ilmu tasawuf sangat tepat. Bagi mereka memasrahkan diri kepada Allah Swt merupakan ma`rifat.
Ma`rifat pengetahuan yang tidak bisa diketahui secara nalar maupun inderawi sebab hanya bisa dirasakan dan diketahui oleh orang yang mengalaminya. Sedangkan orang lain tidak bisa merasakannya seperti rasa senang, rasa sedih, rasa duka, rasa cinta atau perasaan cinta kepada seseorang pasti orang lain tidak bisa merasakannya.
Hal yang sama ketika seseorang pasrah atau berserah diri kepada Allah Swt hanya orang itu saja yang merasakannya. Begitu juga dengan berdoa merupakan sebuah kesadaran kepada Allah Swt. Kepasrahan berserah diri kepada Allah Swt bermakna dan mengandung hikmah. Ketika mengalami sakit pasti berharap atau berkeinginan kesembuhan dari penyakit. Ketika sedang sakit pergi ke dokter untuk mengharapkan kesembuhan meskipun sesungguhnya Allah Swt yang menyembuhkannya. Dokter hanya memberi obat, sembuh atau tidak ada pada ketentuan Allah Swt. Sama saja dengan petani menanam tanaman.
Manusia sangat lemah tidak berdaya dihadapan Allah Swt. Petani menyadari itu. Firman Allah Swt dalam Alqur’an Surah At-Thaubah ayat 51 yang artinya, “Katakanlah tidak akan menimpa kita (suatu musibah) melainkan sudah Allah tentukan bagi kita. Dialah pelindung kita dan kepada Allah jua orang-orang beriman pasrah sepenuhnya.”
Kepasrahan petani dalam berikhtiar menanam berbagai jenis tumbuhan, merawatnya agar menghasilkan. Namun, petani siap menerima gagal panen sebagai sebuah proses mendekatkan diri kepada Allah (muraqabatullah).
Petani bercocok tanam percaya setelah menebar benih akan memetik hasil. Namun, petani yakin kepada Allah Swt yang akan menentukan hasil panen. Petani hanya percaya benih yang ditanam bakal tumbuh tetapi tumbuh apa tidak petani yakin ketentuannya ada pada Allah Swt. Petani bersabar dan bersyukur atas apa pun yang diberikan.
Firman Allah Swt dalam Alqur’an Surah Al-an’am ayat 162 yang artinya, “Katakanlah sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Surah al-Waqiah ayat 1- 6 yang artinya, “Apabila terjadi hari kiamat, tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya. (Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain), apa bila bumi digoncangkan sedahsyatnya dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya maka jadilah ia debu beterbangan.”
Ketika ini terjadi semua manusia baru percaya akan kekuasaan Allah Swt. Namun, banyak yang sudah terlambat meyakini kekuasaan Allah Swt. Banyak manusia yang menyesal sebagaimana firman Allah Swt dalam Alqur’an Surah Al Waqiah ayat 51 sampai 57 yang artinya, “Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum, dan akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum. Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan" Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan?”
Banyak manusia menyesal karenaa tidak mau menerima kebenaran dari Allah Swt pada hal mereka mengetahui dirinya sangat lemah. Mereka ibarat memakan pohon zaqqum.
Sebaliknya banyak juga manusia yang pasrah dalam hidupnya berdasarkan ketentuan Allah Swt sebagaimana firman Allah Swt dalam Alqur’an Surah Al Waqiah ayat 25 sampai 33 yang artinya,”Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, akan tetapi mereka mendengar ucapan salam. Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tak berduri, dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak tidak berhenti (berbuah) dan tidak terlarang mengambilnya”
Ketentuan dari Allah Swt sebagai tanda kekuasaan Allah Swt pencipta alam semesta. Sesunggunya semua manusia mengetahuinya akan tetapi banyak manusia engkar terhadap apa yang diketahuinya maka disebut Allah Swt sebagai orang-orang yang sesat lagi mendustakan. Petani dalam hidupnya tidak bisa berdusta sebab benih tanaman harus ditanamnya jika ingin panen. Tidak mungkin memanen kalau tidak menanam. Sedangkan sudah menanam ketentuan panen atau tidak ada pada Allah Swt. Pasrah dan bersabar menjadi orang-orang penghuni surga. ***
Penulis dosen Fakultas Pertanian UMSU Medan, mantan bendahara Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tapanuli Utara.