Cerita Tsunami Membelah Pulau

Oleh: Iranda Novandi.

JELANG 12 tahun bencana tsunami melanda Aceh, banyak cerita dan misteri yang belum juga tuntas. Ada saja cerita yang terus berkembang dan terungkap. Salah satunya, cerita terbe­lahnya dua pulau di Kabupaten Aceh Jaya.

Dulu, Gampong (desa) Ujung Seudee dan Pulau Klang sebelum tsunami melanda Aceh pada 26 Desem­ber 2004 adalah satu kepulauan yang menyatu. Namun, setelah tsunami terjadi, kedua daerah ini terbelah menjadi dua pulau.

Oleh masyarakat setempat kedua daerah ini diberi nama Gampong Ujung Seudee dan Pulau Klang. Tapi, banyak orang, khususnya para wisata­wan memberi nama kedua pulau ini adalah Pulau Tsunami. Karena mereka terpi­sah akibat tsunami yang mener­jang sebagian besar pesisir di seluruh Aceh.

Pulau ini terlihat jelas dari puncak Gunung Geurute, Aceh Jaya. Kedua pulau ini terletak di gugusan Samudera Hindia yang membentang di sepanjang pesisir Aceh. Banyak orang yang menjadikan lokasi ini menjadi des­tinasi wisata.

Seorang penjual makanan di pun­cak Gunung Reurute, Yus mengaku, saat tsunami banyak warga yang mendiami Gampung Ujung Seudee tersebut. Namun, pasca tsunami, kini warga setempat memilih tinggal di kaki tebing Gunung Geurute.

“Sejumlah warga yang selamat dari amukan tsunami, mereka kini tinggal di kaki tebing gunung ini,” ujarnya saat berbincang dengan Analisa.

Dikatakan, meskipun kedua pulau itu kini tak berpenghuni, tapi warga Ujung Seudee hampir setiap saat ke pulau yang dulu menjadi perkam­pungan tersebut. Selain merawat kebun kepala, mereka juga masih memiliki tanah mereka di sana.

Menurut Yus, sambil melaut untuk mencari ikan, warga kerap singgah un­tuk beristirahat sambil merawat dan memetik kelapa. Sedangkan satu pulau lainnya, Pulau Klang, kini menjadi sumber penghasilan warga setempat.

Di Pulau Klang terdapat gua burung walet. Warga setempat merawat dan menjaganya secara bergantian. Seh­ing­ga, tidak mudah bagi orang lain yang ingin menjarah sarang burung wa­let yang terdapat dalam gua terse­but.

“Pulau Klang itu dijaga siang dan malam secara bergantian oleh warga,” tutur Yus yang memiliki kedai kopi persis menghadap ke kedua pulau tersebut.

Bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, kedua pulau ini kini dijadikan destinasi andalan bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Tak mengherankan banyak wisatawan asing yang ingin bermalam di kedua pulau ini.

Bagi yang ingin ke pulau tersebut, warga setempat memfasili­tasinya untuk menyebe­rang dengan menggunakan perahu nelayan. Tidak ada patokan harga standar. Jadi para wisatawan silakan ber­ne­go­siasi bila hendak ke pulau ini.

Sebelum menuju pulau ini, kita harus menempuh perjalanan sekitar 45 menit atau satu jam menuju Gunung Geurute dari Banda Aceh menuju kawasan barat Aceh. Setelah berada di Geurute, kita baru bisa menye­be­rang ke pulau yang terkenal indah dan bersih itu.

Puncak Gunung Geurute sendiri meru­pakan destinasi wisata yang sudah lama di­­kelola masyarakat setempat. Warga setem­pat membuat warung kopi persis di tebing jurang gunung yang menghubungkan Banda Aceh dengan kawasan pesisir barat-selatan Aceh (Barsela).

Puncak Gunung Geurute ini, biasanya menjadi destinasi para wisatawan baik lokal (Aceh) maupun luar Aceh serta manca­negara. Sebab, dari puncak gunung ini, para wisatawan bisa menikmati matahari teng­gelam (sunset).

Sambil menikmati kopi tubruk (kopi yang diseduh langsung dengan bubuknya, red)) warga bisa melihat secara perlahan matahari teng­gelam di ujung Samudera Hindia, hingga tenggelam ditelan lautan.

Pantaun Analisa, ada belasan warung yang berdiri di kaki gunung Geurute ter­sebut. Mereka menawarkan keindahan alam dengan pesona matahari terbenam yang dapat dilihat langsung bila cuaca bersahabat.

Menurut Yus, kawasan Gunung Geurute ini paling ramai dikunjungi saat musim liburan atau  akhir pekan, Sabtu dan Ming­gu. Banyak warga dari berbagai daerah yang khusus datang menjelang sore hari, hanya ingin melihat pemandangan indah, matahari tenggelam.

“Warung kopi ini merupakan mata pen­carian warga sekitar kaki Geurute,” ujar Yus sambil menambahkan, meskipun yang berjualan di sini tidak semua warga Aceh Jaya, namun ada juga warga Aceh Besar terutama dari Lhoong, yang memang ber­batasan langsung dengan kaki Gunung Geu­rute tersebut.

Seorang warga Langsa, Effendi, yang mengunjungi kawasan terse­but mengaku kagum dengan pemandangan yang indah dari puncak Gunung Geurute tersebut. Selain itu, alam dan udaranya juga sangat segar.

“Saya baru pertama kemari. Selama ini hanya mendengar cerita dari mulut ke mulut saja,” tuturnya yang datang bersama kelu­arga khusus berliburan ke Banda Aceh dan Aceh Besar ini.

Bagi Anda yang belum pernah mengun­jungi kawasan ini, silakan datang dan nik­mati sendiri pemandangan indah saat mata­hari tenggelam datang.

()

Baca Juga

Rekomendasi