In Memoriam Yon Koeswoyo (1940-2018)

“Andaikan Kau Datang Kembali...”

Oleh: Jannerson Girsang.

“Mereka mengenang kita untuk apa yang kita perbuat untuk mereka. Merekalah pewaris karya-karya kita” (James Kouzes dan Harry Posner)

Lima hari memulai aktivitas 2018, subuh 5 Januari 2018, industri musik hiburan kehilangan seorang legendaris musik Indonesia. Yon Koes­woyo, pencipta lagu, vokalis sekaligus gitaris grup band Koes Plus meninggal dunia pada usia 77 tahun setelah dua tahun terakhir menderita sakit.

Pria yang pernah kuliah di Jurusan Arsitektur di Universitas Trisakti (dulu Res Publica) ini telah meng­ins­pirasi kita tak kenal menyerah sela­ma 60 tahun lebih kariernya di bidang musik. Kita mengenang Yon Koes­woyo atas apa yang diper­buat­nya ke­pada kita, kita mengenang karya-karyanya.

Yon meninggalkan seorang istri Bonita Angelia, dan dua anak dari Bonita, serta dua orang anak dari istri pertamanya Damiana Susi. Tentu Yon juga mewariskan kita kenangan dan inspirasi melalui rekaman lagu-lagu yang dinya­nyikannya, baik ciptaan sendiri maupun ciptaan orang lain.

Yon Koeswoyo dalam kenangan

Periode 1970-an seolah menjadi era Koes Plus. Lagu-lagu mereka Bujangan, Muda-Mudi, Kembali ke Jakarta dan lain-lain hits di tangga lagu Indonesia, yang dige­mari dan dinyanyikan semua umur. Mereka berhasil merilis lebih dari 100 album berbagai jenis aliran musik seperti Pop, Dangdut, Mela­yu, Keroncong, Jawa, Folksong, Rock, Bosanova, Qasidah, Rohani Natal, Pop Anak-anak, dan lain-lain.

Yon mendominasi lagu-lagu Grup Band Koes Plus di samping Yok, Tony dan Murry. “Dalam Koes Plus, suara Yon memang dominan meski Yok, Tony, dan bahkan Murry juga tampil sebagai pe­nyanyi,” demikian catat Wiki­pedia Indonesia.

Lagu-lagunya kala itu sangat dikagumi, hingga ke desa-desa. Saya masih ingat pertengahan dekade 70-an, ketika seorang siswa putri teman sekelas saya sewaktu SMP Negeri Saribudolok menya­nyikan lagu Diana di depan kelas. Dia begitu menghayati lagu itu. Lagu bernada kocak...”Diana..Diana kekasih­ku...bilang sama orang tuamu...!”.

Band Koes Plus mengalami kejayaan dan menghiasi musik nusantara, menghiasi masa anak-anak hingga kuliah, hingga 1990-an. TVRI satu-satunya televisi di Indonesia ketika itu banyak menampilkan Band ini. Semua lagu-lagu Koes Plus yang tampil di televisi menjadi hits nasional.

Mereka juga menjadi bintang iklan beberapa produk: minu­man ringan F&N, mobil, jamu, sampul buku tulis dan sebagai­nya. Saya masih hafal lagu-lagu mereka yang dijadikan iklan minuman ringan, jamu dan mobil. Setiap hari, masa-masa SMA dan tahun-tahun pertama di perguruan tinggi saya acapkali menyaksikan iklan mereka di TVRI. “Kijangku, eng­kau kijangku”. “Jamu...jamu Cap Potret Nyonya Mener, bermutu tinggi dan te­ruji.....”. Iklan ini ngetop ketika saya masih duduk di SMA pada akhir 70-an. Empat puluh tahun yang lalu.

Jutaan orang tua Indonesia seperti saya mengalami masa kecil dan tumbuh diiringi musik-musik dari Koes Plus, band idola dan inspirasi anak-anak muda. Lagu-lagu mereka banyak yang menjadi hits yang melegenda sepanjang masa.

Para musisi tanah air merasakan kehadiran Yon dan Koes Plusnya sebagai inspirasi mereka dalam berkarir. “Saya pertama kali kenal musik pas umur 1-2 tahun dari Koes Plus. Sampai sekarang kalau dengar Koes Plus inget kecil. Dan Koes Plus banyak karyanya nggak ada yang ngalahin,” tutur Kaka (Ivanka Slank), personil band Slank penyandang predikat Indonesia’s Highest-Paid Music Star (bintang musik berba­yaran termahal) pada tahun 2008 dan 2009 dengan honor Rp 500 juta per show.

Keluarga musik

Yon yang nama aslinya Koesyono Koeswoyo (lahir di Tuban, Jawa Timur, 27 September 1940. Yon Koeswoyo adalah anak keenam dari sembilan bersaudara anak dari pasangan Raden Koeswoyo dan Rr. Atmini asal Tuban Jawa Timur. Urutan kakak-beradik Koeswoyo dari yang tertua berturut-turut sebagai berikut: Tituk (perempuan), mening­gal sewaktu bayi, Koesdjono (Jon alias John Koeswoyo), Koesdini (Dien— perempuan), Koestono (Ton alias Tonny Koeswoyo), Koesnomo (Nom alias Nomo Koeswoyo), Koesyono (Yon alias Yon Koes­woyo), Koesroyo (Yok alias Yok Koeswoyo), Koestami (Miyi-perem­puan), Koesmiani (Ninuk—perem­puan).

Lima diantaranya berkarier dan meraih sukses di bidang musik. Mereka adalah Koesdjono (Jon alias John Koeswoyo), Koesdini (Dien— perempuan), Koestono (Ton alias Tonny Koeswoyo), Koesnomo (Nom alias Nomo Koeswoyo), Koesyono (Yon alias Yon Koeswoyo), Koes­royo (Yok alias Yok Koeswoyo).

Yon melalui masa kecilnya di kota Tuban, Jawa Timur bersama saudara-saudaranya. Pada tahun 1952 ke­luarga Koeswoyo pindah ke Jakarta mengikuti mutasi ayah yang berkarier hingga pensiun sebagai pegawai negeri di Kementerian Dalam Negeri.

Penjara dan musik

Yon Koeswoyo mulai aktif ber­musik sejak awal dibentuknya grup musik bersama saudara kandungnya keluarga Koeswoyo yakni : (Jon Koeswoyo pada Bass, Tonny Koes­woyo pada gitar, Nomo Koeswoyo pada drum, Yon Koeswoyo pada vokal, dan Yok Koeswoyo pada vokal) dan seorang dari luar keluarga Koeswoyo yang bernama Jan Minta­raga sebagai gitaris awalnya.

Yon bergabung dengan Koes Plus yang membesarkan namanya me­mang menjalani liku-liku yang panjang. Pada mulanya mereka mena­makan grup ini Kus Brothers pada tahun 1958. Mereka merekam album pertama pada tahun 1962. Setelah Jan Mintaraga mengundurkan diri, grup ini berganti nama menjadi Kus Bersaudara pada tahun 1963.

Beberapa waktu kemudian kakak tertua mereka Jon Koeswoyo me­ngun­durkan diri, sehingga menyi­sakan 4 personel kakak beradik yang dipimpin oleh Tonny Koeswoyo. Grup ini kemudian kembali meng­ganti namanya menjadi Koes Bersau­dara. Grup ini meraih sukses pada beberapa album rekaman berikutnya selama beberapa tahun.

Lalu, mereka dipenjarakan oleh rezim Orde Lama Soekarno di Penjara Glodok pada tanggal 29 Juni 1965. Yon dimasukkan satu sel bersama saudara-saudaranya, Tony, Nomo, dan Yok. Mereka dianggap memain­kan lagu-lagu yang kebarat-baratan yang terlarang masa itu karena dianggap musik yang tidak men­cerminkan bangsa Indonesia pada masa itu. Mereka dibebaskan pada tanggal 29 September 1965 (tepat se­hari sebelum pecahnya Gerakan 30 September PKI).

Selepas itu karier bermusik mereka kembali berjalan. Meski meraih kesuksesan dalam bermusik, namun saat itu kehidupan anggota grup ini tetap dalam kesulitan ekonomi. Abang­nya Nomo Koeswoyo berini­siatif meninggalkan posisinya sebagai penabuh drum pada tahun 1969. Ia memilih berusaha sampingan di luar bidang musik sebagai pedagang untuk menghidupi keluarganya.

Tonny sebagai bos band itu kemu­dian mengubah nama bandnya men­jadi Koes Plus. Meski Koes Plus terseok-seok dalam keterbatasan finansial dan harus menyewa alat musik, mereka masih mampu menelorkan album Koes Plus volume I “Dhag-Dheg Plas”. Dalam formasi band ini Yon tetap berperan sebagai vokalis utama.

Koes Plus perlahan meraih kepo­puleran dan menduduki papan atas di kalangan band nasional, setelah tampil membawakan lagu “Derita” serta “Manis Dan Sayang”, “Senja”, “Cinta­mu Telah Berlalu” dalam acara Jambore Band di Istora Senayan November 1970.

Saat itu Yon dengan Band Koes Plus tampil bersama band Panbers dan beberapa band sohor lainnya seperti The Candies, band Bhajangkara,dan The Rhadows. Saat itu lagu-lagu Koes Plus mulai dipengaruhi warna sweet sound ala Bee Gees dan The Cats.

Sejak itu popularitas Koes Plus merajai industri musik Indonesia. Periode 1970-an seolah menjadi era mereka. Lagu-lagu mereka top hits di tangga lagu Indonesia, dinyanyikan semua umur, seperti Bujangan, Muda-Mudi, Kembali ke Jakarta, dan lainnya.

Yon, selain penyanyi andalan Koes Plus juga adalah pencipta lagu. Beberapa lagunya adalah pengalaman cinta pribadinya. Hidup yang Sepi, adalah ungkapan kehidupannya yang terlambat menikah. Lagu Hidup Yang Sepi merupakan ekspresi kehidupannya yang benar-benar sepi sebagai pria lajang tanpa kekasih.

 Memasuki usia tuanya, Yon banyak mengisi hari-harinya dengan berkebun dan melukis. Ia mulai intensif melukis sejak 2001 meski tidak ditujukan untuk komersil. Selain melukis, ia juga masih aktif mencipta lagu dan menyiapkan album baru Koes Plus formasi terakhir yang terus diusungnya hingga akhir hidupnya. Yon tidak kenal menyerah dalam musik. Terbukti di usianya 75 tahun dalam keadaan sakit-sakitan masih mampu tampil dalam “Konser Jakarta Dekade” di Balai Kartini, 11 Desember 2015.

Musisi tenar, kesulitan ekonomi

Sejak dekade 90-an popularitas mereka mulai meredup disalip band-band baru. Tak hanya popularitas yang menurun, penghasilan mereka juga berkurang drastis. Pada pertengahan 1990-an itu hidupnya masih terbilang pas-pasan, tidak setenar nama besar mereka.

Bahkan ketika istrinya melahirkan, Yon tidak mempunyai uang sama sekali. “Untuk membayar rumah sakit bersalin sebesar satu setengah juta rupiah ia harus meminjam uang, cerita Yon dalam bukunya Panggung Kehi­dupan Yon Koeswoyo. Pada 2016 Yon Koeswoyo sempat menggelar konser untuk biaya perobatan.

Yon masih memiliki cita-cita yang tidak kesampaian. Dia tidak sempat menyaksikan wisuda anak ketiganya Aron, yang kini kuliah di Universitas Multimedia Nusantara, Jakarta ini, Agustus mendatang. Dia tidak sempat menyaksikan konser Koes Plus Gene­rasi Kedua yang dijadwalkan Februari mendatang.

Selamat jalan Yon Koeswoyo!. Pergilah dengan damai dan beristirahat panjang di Pemakaman Umum Tanah Kusir. Kami akan selalu merindukanmu melalui lagu-lagumu. Tapi, seandainya kau datang kembali kami tak tau apa jawabnya. Andaikan kau datang kemba­li....jawaban apa yang kan kuberi.....

Penulis, kolumnis, penulis buku-buku biografi, tinggal di Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi