Senirupa Ruang Pabrik Tanjung Morawa

Oleh: Jonson Pasaribu.

Tanpa terasa tahun terus ber­gan­ti. Sebagian orang me­nyatakan begitu ce­pat semua berlalu. Sebagian lagi me­rasa begitu lama waktu berlalu. Da­lam ruang dan waktu, se­suatu terus ber­gerak dan terjadi  secara pasti. Ce­pat atau lambat semua pasti terjadi, ke­mu­dian berlalu. Pergantian yang lama menjadi baru, namun tidak de­mikian yang terjadi dengan senirupa Medan.

Medan senirupa Medan ma­sih terus berkutat pada ke­sunyian. Tidak ada gerakan yang bisa dijadikan seba­gai bentuk pernyataan, bergerak­nya senirupa Medan.

Memang ada riak-riak kecil yang men­coba membangun sebuah gera­kan. Sayangnya masih belum mampu untuk membuat getaran yang bisa di­ra­sakan oleh masyarakat seni. Gera­kan ini berada dalam arus gerak kecil. Tak mampu menggerakkan jalannya roda senirupa secara ber­kesinam­bu­ng­an.

Beberapa kegiatan kecil, mungkin bisa dijadikan untuk catatan akan ber­geraknya seni­rupa Medan antara lain ada­lah munculnya berbagai mural. Mu­ral ini bisa ditemukan di da­e­rah Tanjung Morawa.

Munculnya berbagai mural, diga­gas oleh komunitas seni Click Art, me­ru­pakan sebuah upaya independen. Me­reka buat untuk memper­ke­nalkan seni mural, sekaligus juga sebagai upa­ya membuat senirupa menjadi le­bih dekat dengan masyarakat.

Ada juga beberapa kegiatan seni­rupa lain yang berlang­sung selama 2017. Ke­gia­tan tersebut masih di­­biayai pihak pemerintah atau spon­­sor tertentu. Itulah yang kemudi­an menjadi pembeda dengan apa yang coba dilaku­kan  komunitas seni Click Art.

Mereka juga bergerak mem­bangun ke­giatan lintas seni. Mereka namakan de­ngan Bigwood Street Arts, merupa­kan pentas seni di trotoar jalan.

Dengan menggunakan pang­gung sederhana berukur­an 3 x 4 meter, me­reka membe­rikan ruang untuk me­nam­pil­kan berbagai jenis kesenian. Mu­lai dari musiki, teater, sastra dan tari. Target mereka ke depan, masya­ra­kat sekitar yang punya bakat seni bisa bergabung untuk menunjuk­kan ke­mampuan mereka.

Di antara kegiatannya, me­reka se­lalu menampilkan ka­rya mural. Me­reka jadikan se­bagai foto booth bagi para pe­ngunjung yang hadir. Komu­nitas Click Art bukan hanya ter­diri dari perupa saja, tapi mereka meru­pa­kan komunitas lintas profesi.

Beberapa di antara nama mereka yang bisa disebutkan adalah: Rhinto Sustono, Budi Bunyak yang berpro­fesi seba­gai jurnalis. Henrie Ucok Sadewo, Windra Harianto, Gun­ther Nainggolan bekerja sebagai ka­rya­wan swasta tapi juga pintar ber­musik dan mempunyai kelompok band. Ganda Irawan ber­profesi se­ba­gai pengusaha, merupakan pemilik Ru­mah Kopi Tamora. Selebih­nya adalah para peru­pa.

Mereka membangun ko­mu­nitas peng­giat seni lintas pro­fesi. Tujuan dan berkeya­kinannya, mereka lebih mu­­dah dan lebih berdaya dalam meng­gerakkan kegiatan kese­nian.

Komunitas yang mereka ba­ngun, kemudian secara ko­lektif akan me­ngum­pulkan dana demi berjalannya ke­giat­an seni. Catatan pantas diapre­siasi dari kegiatan mereka, upaya sa­ling mengisi dan mendu­kung kegiatan seni. Apapun yang akan maju atau tam­­pil. Sebab mereka ingin kegiatan seni berlangsung tidak didominasi oleh satu cabang seni saja.

Inilah yang kemudian me­nu­rut catatan saya menjadi sesuatu yang menarik. Keter­bukaan dari anggota komuni­tas ini untuk memberidu­kungan dalam pembuatan mu­ral di sekeliling Kota Tanjung Morawa.

Bukan hal mustahil nanti, jika saja komunitas ini terus saling bergande­ngan tangan dan kuat bersinergi dalam visi seni. Segera kita akan melihat Tanjung Morawa menjadi kota mural pertama di Sumatera Utara.

Pergerakan senirupa yang memba­wa mural sebagai alat propaganda seni­rupa. Akan lebih memudahkan pe­nye­bar­an dan pengenalan senirupa ke­pada publik luas. Dengan hadirnya ka­rya mural di ruang publik, akan le­bih mendekat­kan semua orang untuk bisa melihat senirupa itu secara lang­sung.

Sebuah pengalaman mena­rik per­nah terdengar dari per­cakapan antara anggota Click Art dengan beberapa pe­nge­mudi becak. Ketika melihat me­reka dengan mengerjakan mural di Sim­pang Kayu Besar. Bapak itu me­nga­ta­kan “Iso juga yo manuk di­gam­bar koyo ngene” Artinya bisa juga bu­rung dilukis seperti ini.

Bukankah ini sebuah upaya cukup lumayan dalam mem­per­kenalkan senirupa secara langsung? Pertanyaan yang muncul dari si bapak tadi bisa saja sebuah bentuk pernyata­an. Dia merasa ada sesuatu yang baru. Sesua­tu yang belum pernah dia lihat atau ketahui se­belumnya. Sesuatu yang se­dikit mengganggu dalam be­nak­nya tentang gambar yang dilihatnya.

Komunitas Click Art mau dan mam­pu bergerak secara mandiri dan inde­pen­den, bu­kankah ini juga sebuah tanta­ngan bagi kelompok lain? Tentu­nya untuk berbuat hal yang sama bahkan lebih? Upa­ya menumbuhkan iklim seni­rupa yang baik, akan mem­buat senirupa menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Mung­kin akan men­jadi kebutuhan bagi ma­sya­rakat juga.

Bisa saja para perupa me­man­fa­atkan tahun politik 2018 ini menjadi ta­hun untuk politik senirupa yang lebih baik. Poli­tik membangun strate­gi untuk senirupa yang lebih luas.

Ayo bung saatnya bertem­pur dan mem­bangun senirupa yang lebih luas ja­ringannya. Ja­ngan lagi terjebak da­lam bi­lik studio gambarmu. Seolah-olah luas sebenarnya sangat se­mpit, ka­rena kau hanya berkutat seorang diri di dalam­nya.

Tanjung Morawa, 2018. Penulis seniman.

()

Baca Juga

Rekomendasi