Kaisar Wanita Wu Ze Tian

Oleh: Rosni Lim

Kisah Wu Ze Tian, satu-sa­tu­nya kaisar wanita di Tiong­kok sangat menarik. Sosoknya kontroversial dan fenomenal te­rus diperdebatkan sepanjang ma­sa. Berada pada masa Dinasti Tang, Wu Ze Tian dikenang se­ba­gai kaisar wanita yang memili­ki dua sisi, baik dan kejam.

Di sisi baik, selama masa pe­merintahannya sebagai kaisar (690-705), dia memberikan ke­makmuran dan kedamaian bagi rakyatnya. Mengembangkan aga­ma Buddha, Tao, seni, sastra, budaya dan ilmu pengetahuan. Mengurangi beban pajak, mem­berantas pejabat korupsi dan mem­berikan kesempatan ujian bakat bagi yang berprestasi.

Di sisi buruk, Wu Ze Tian da­lam menjalani karirnya me­newaskan banyak pesaing, mu­suh dan anak sendiri. Mulai dari selir kaisar, sahabat baik, sampai anak, tak luput jadi korban. Dia pun pernah menyelamatkan nya­wa dua kaisar, ayah dan anak, yang kedua-duanya menjadi su­aminya.

Kisah Wu Ze Tian banyak di­tulis para sejarawan. Di sini, pe­nulis akan menceritakan ki­sah­nya yang divisualisasikan dalam bentuk serial televisi. Da­lam serial sepanjang 96 episode ini, diceritakan kisah Wu Ze Tian mulai dari seorang penari sampai menjadi kaisar.

Melalui suatu seleksi, Wu Ru Yi diterima menjadi penari di is­tana dari sekian puluh peserta.  Puluhan penari itu dilatih untuk mengikuti acara peringatan me­ninggalnya Permaisuri Wen De, istri pertama Kaisar Li Shi Min. Kaisar memiliki empat selir uta­ma: Kui Fei, Su Fei, De Fei dan Xian Fei. Keempat selir saling bersaing, namun Selir Kui Fei paling jahat.

Ketika para penari diberikan per­tanyaan, Wu menjawab de­ngan cerdas dan di luar dugaan, hingga membuat kaisar penasar­an. Di suatu kesempatan, dia me­nari tarian favoritnya kaisar dan menarik hati kaisar. Kecantikan dan kecerdasannya yang menon­jol membuat dia menjadi pusat perhatian dan perlahan kaisar pun semakin memperhatikan­nya.

Karena Wu disayang kaisar,  dia difitnah oleh Selir Kui Fei, membuatnya terpaksa menerima siksaan demi siksaan. Pada suatu perlombaan dengan para tamu ne­geri tetangga, Wu banyak mem­bantu istana memenangkan perlombaan: musik, berkuda dan catur. Kaisar pun memberinya na­ma baru: Wu Mei Niang (Wu wanita cantik).

Wu semakin menambat hati kai­sar. Bila ada penari, dayang-dayang atau selir di istana yang menarik hati, kaisar akan me­manggil untuk melayani. Pada suatu pagi setelah Wu bersama kaisar, muncul bintang Ta Bai di atas langit. Istana heboh karena tidak biasanya bintang muncul di pagi hari.

Peramal kondang pun disuruh meramal lebih jelas. Diramalkan, generasi ke-3 Dinasti Tang akan berakhir disebabkan seorang wanita bermarga Wu. Para men­teri percaya, Wu Mei Niang ada­lah wanita yang dimaksud. Mere­ka mendesak kaisar  menghukum mati Wu dan seluruh wanita atau pria bermarga Wu.

Kaisar mencari berbagai alas­an untuk menolak permintaan para menteri. Kecantikan, kecer­dasan, kebaikan hati dan kelebih­an Wu membuat kaisar berat me­ngakhiri hidupnya. Para menteri tak bosan-bosannya mendesak kai­sar dan kaisar pun tak henti-hentinya mencari alasan.

Kaisar memiliki puluhan anak. Paling menonjol adalah Pangeran pertama, ketiga, keem­pat, dan kesembilan. Pangeran pertama ditetapkan sebagai putra mahkota. Pangeran ketiga jago berperang. Pangeran keempat cerdas tapi jahat, sedangkan Pangeran kesembilan baik dan lugu.

Saat Wu menjadi Cai Ren di istana, dia bertemu Pangeran kesembilan. Pangeran kesembi­lan (Li Zhi) lebih muda darinya dan saat itu masih anak-anak, diam-diam tertarik pada Wu. Perasaan suka itu dipendamnya dalam hati karena Wu adalah se­lir ayahnya.

Di acara berkuda di hutan, Wu menyelamatkan nyawa Li Zhi di atas kuda yang mengamuk dan berlari kencang. Wu me­lompat ke atas kuda Li Zhi yang tak terkendali dari kudanya sen­diri. Saat menuju tebing curam, Wu mencabut pedang dari baju Li Zhi dan menebas leher kuda, hingga berhenti berlari.

Istana semakin heboh. Para menteri berkata, Wu menyelesai­kan masalah dengan membunuh. Wanita itu akan sangat berbaha­ya di masa depan. Jadi Wu harus segera dihukum mati, tapi kaisar lagi-lagi membelanya.

Pangeran pertama (putra mahkota) tidak akur dengan ayahnya. Kaisar membunuh sa­habat baiknya dan itu menjadi satu sebab Pangeran pertama memberontak. Hasutan, akal bulus musuh dan kesalahpaha­man membuat Pangeran ke-1 dipenjara dan dicabut gelar putra mahkota. Sebagai pengganti, kaisar memilih Pangeran ke­sembilan (Li Zhi) sebagai putra mahkota.

Li Zhi yang tidak memiliki niat bersaing dengan saudara-saudaranya yang lain, semula enggan. Wu berkata, bila men­jadi kaisar kelak, Li Zhi bisa me­lindungi dirinya dari para men­teri yang ingin menghabisi­nya. Demi melindungi wanita yang dicintainya, Li Zhi bersedia menjadi putra mahkota.

Saat Kaisar Li Shi Min mang­kat karena sakit, Li Zhi naik takh­ta. Para selir kaisar dipaksa men­jalani tradisi. Sepeninggal kaisar harus menjadi bhiksuni. Wu Mei Niang pun masuk biara dan di­plontos. Tak disangka, Wu telah mengandung anak almarhum kaisar.

Dengan alasan Wu sedang me­ngandung anak ayahnya, Li Zhi yang sebagai kaisar baru, men­jemput kembali Wu ke is­tana. Mulanya, Li Zhi masih bisa memperlakukan Wu sebagai se­lir ayah.

Saat Wu kehilangan anak yang dikandungnya karena di­celakai orang, dia bertekad mem­balas dendam. Tiada alasan Wu tinggal di istana kecuali dia mau menerima cinta dari kaisar baru.

Saat menjadi selir kesayangan Kaisar Li Shi Min, Wu selalu men­jadi sasaran fitnah dan dice­laki selir-selir lain. Demikian ju­ga saat menjadi selir Li Zhi, Wu pun dicemburui karena menjadi kesayangan kaisar. Berbagai ca­ra jahat dilakukan untuk menja­tuhkan Wu supaya kaisar benci pa­danya. Cara-cara itu kemudian menjadi bumerang.

Permaisuri Wang dituduh oleh Wu telah membunuh putri Wu yang bernama An Ting. Selir Xiao Su Fei pun ikut terlibat. Me­reka berdua dijadikan tahan­an rumah dan berakhir dengan meminum arak beracun yang diberikan sebagai hukuman. Wu berhasil menyingkirkan dua wa­nita yang menjadi pesaing dan selalu memusuhinya.

Wu diangkat sebagai permai­su­ri Kaisar Li Zhi. Dari sang kai­sar, Wu memiliki empat putra: Li Hong, Li Xian, Li Xian, dan Li Dan. Sesuai tradisi, putra pertama akan dijadikan putra mah­kota. Li Hong pun diangkat menjadi putra mahkota untuk menggantikan Li Zhi kelak.

Siapa sangka, Li Hong tewas diracun adiknya sendiri (Li Xian) yang ingin menjadi putra mah­kota. Wu menghukum Li Xian sebagai tahanan rumah. Putra ketiga menggantikan sebagai putra mahkota.

Kaisar Li Zhi memiliki suatu penyakit, sakit kepala yang meng­ganggu penglihatannya. Karena itu, Permaisuri Wu sering mengambil alih tugas-tugasnya. Menulis titah, mengambil kepu­tu­san atau duduk di singgasana menghadiri pertemuan dengan para menteri.

Kaisar Li Zhi yang sakit-sa­kitan akhirnya mangkat. Meng­ha­dapi gejolak di istana, Wu naik takhta menjadi ibu suri. Li Xian yang menggantikan ayahnya ti­dak cocok dengan ibunya alias Ibu Suri Wu. Apalagi Li Xian banyak mendapat hasutan dari pihak luar.

Wu memutuskan mengambil alih kekuasaan. Dia memprokla­mirkan diri sendiri sebagai kaisar baru bergelar Wu Ze Tian. Nama Dinasti Tang diubahnya menjadi Dinasti Zhou. Para menteri be­rontak, tapi mereka tak berdaya ka­rena Wu sangat tegas dan ke­jam.

Untuk menjawab para mente­ri, Wu berkata, “Dinasti Tang atau Dinasti Zhou apa bedanya? Hanya sebuah nama. Li Xian se­bagai kaisar atau aku sebagai kaisar apa bedanya? Hanya beda pria dan wanita.. Terpenting, siapa pun yang menjadi kaisar, mampu memerintah dengan ba­ik, rakyat damai dan negara mak­mur.”

Perdebatan tentang Wu Ze Tian oleh para sejarawan, ada yang pro dan kontra. Yang pro mengatakan, Wu seorang nega­ra­wan yang baik, mampu meme­rintah dengan bijak. Yang kontra mengatakan, Wu seorang tirani, membunuh sahabat, anak dan menghabisi musuh dengan cara kejam.

Terlepas dari pedebatan itu, Wu Ru Yi alias Wu Mei Niang atau Wu Ze Tian, adalah feno­mena yang kontroversial. Satu-satunya kaisar wanita yang per­nah memerintah di Tiongkok. Dia melalui banyak ujian, sik­saan, dan penderitaan. Dia juga melakoni semua peran: penari, selir, permaisuri, ibu suri dan kaisar.

Medan, Januari 2018

()

Baca Juga

Rekomendasi