Membenahi Pelayanan (Buruk) Rumah Sakit Pemerintah

Oleh: Sagita Purnomo. Keberadaan fasilitas kesehatan se­­perti puskesmas, klinik, balai pengo­bat­an dan yang palinng utama rumah sa­kit, menjadi sangat penting bagi ma­sya­rakat di suatu wilayah terutama daerah pa­dat penduduk. Di fasilitas ke­sehatan ter­sebutlah masyarakat berharap dapat sembuh dan kembali pulih atas masalah kesehatan yang dialaminya. Sebagai kota Metropolitan, Kota Medan ter­golong cukup memadai dalam segi jumlah fasilitas kesehatan. Namun dalam segi pelayanan, sejumlah rumah sakit ter­utama yang dikelolah oleh pemerintah, sering dikeluhkan masyarakat.

Ada banyak oknum pegawai rumah sa­kit yang secara terang-terangan me­lakukan diskriminasi dan pilih-pilih da­lam melayani pasien, terkhusus terhadap pe­megang kartu BPJS. Masalah belum primanya pelayanan sejumlah rumah sakit di Kota Medan, berulang kali men­jadi sorotan dan menjadi tajuk utama se­jumlah media, namun sampai seka­rang kasus pelayanan buruk rumah sakit masih terus saja terjadi.

Pemerintah dan pihak berwenang lain­nya terkesan abai dan membiarkan pe­ri­la­ku nakal oknum rumah sakit yang mem­­per­lakukan sebagian pasien dengan se­­­mena-mena. Alhasil hak-hak fundamental pasien yang secara tegas diatur dan di­­lin­dungi undang-undang terus ter­abai­kan.

Berkelanjutan

Baik itu Pemko Medan, Pemprovsu dan DPRD, sepertinya sudah sangat se­ring menerima pengaduan dari ma­sya­ra­kat tentang buruknya pelayanan di se­jum­lah rumah sakit, namun sejauh ini be­­lum ada tindakan konkrit yang dila­ku­kan. Perihal buruknya pelayanan rumah sa­kit ini telah disaksikan langsung oleh Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, saat mela­kukan sidak pertama di tahun 2018 pada Rabu (3/1) lalu.

Saat mengunjungi RSUD Dr Pirngadi Me­dan, walikota langsung disambut ta­ngisan keluarga pasien di ruang rawat inap lantai dua. Keluarga pasien mengaku ke­cewa dengan pelayanan rumah sakit. Se­bab salah satu pasien atas nama Budi Har­tono (45) yang divonis menderita kan­ker hati, kurang mendapatkan pela­yanan maksimal. Budi sudah dua minggu dirawat di rumah sakit ini, namun kondisi kese­hatannya justru semakin memburuk.

“Tolonglah dibantu pak. Sudah dua minggu dirawat di sini tapi tidak ada pe­ru­bahan. Selama dirawat jarang di­pe­riksa dokter, hanya perawat. Kami tak tega melihat kondisinya. Perut abang ka­mi semakin membengkak, sering men­jerit kesakitan. Dokter jarang masuk pak. Ka­lau begini terus, kami takut sesuatu terjadi. Sudah beberapa kali kami minta agar pihak rumah sakit merujuk abang kami ke RSUP H Adam Malik, tapi sam­pai saat ini tidak juga dirujuk,” kata Anum yang merupakan adik pasien (Analisadaily.com)

Walikota langsung menanggapi keluhan pasien tersebut dengan meng­kon­­firmasinya secara langsung kepada Di­rut RSUD Dr Pirngadi, Suryadi Pan­jai­tan. Menurut Suryadi, pihaknya sudah mem­berikan pelayanan maksimal, se­dang­kan dokter tidak melakukan peme­rik­saan karena hari libur. Eldin lantas me­minta dokter penanggungjawab pa­sien tersebut diberi sanksi tegas karena tidak memberi pena­nganan dan pela­ya­nan dengan maksimal. Selain itu, dalam ins­peksi tersebut Eldin juga menemui se­jumlah fasilitas rumah sakit yang ber­masalah, salah satunya ruang untuk pa­sien mendaftar yang sudah bocor se­hing­ga mengurangi kenyamanan.

Menanggapi masalah ini, Anggota DPRD Medan, Bah­rumsyah, mengata­kan bahwa pelayanan di RSUD Pirngadi memang sangat mengecewakan. Bobrok­nya pelayanan di rumah sakit ini sudah men­jadi pemandangan sehari-hari. Oleh sebab itu, sudah waktunya untuk melaku­kan evaluasi menyeluruh terhadap mana­je­men, terutama terkait dengan kualitas SDM dalam memberikan pelayanan ke­pada pasien. Sebab, kesan pertama di pintu masuk RS Pringadi Medan, para pasien sudah disambut wajah-wajah tidak bersahabat. Jauh dari layaknya sebuah rumah sakit yang seharusnya mem­be­ri­kan pelayanan kepada pasien dengan se­nyum ramah.

“Pelayanan bobrok yang mengakibat­kan kecewanya pasien merupakan hal yang lumrah di rumah sakit tersebut. Obat se­sungguhnya di rumah sakit adalah pe­layanan, se­mentara medis nomor dua,” kata Bahrumsyah.

Lanjutnya, jika hal ini tidak segera dilakukan dikha­watirkan RSUD Pirngadi akan ditinggalkan. Apalagi saat ini hampiri seluruh RS swasta, bahkan yang besar dan cang­gih, telah melakukan kerja sama dengan pihak BPJS dalam memberikan pelayanan kepada pasien. (JurnalAsia. com)

Penulis pribadi beberapa kali pernah mengunjungi RSUD Pirngadi dan melihat masih banyak kekurangan di rumah sakit tersebut. Salah satunya ialah keterbatasan ruang rawat inap bagi pasien pemegang kartu BPJS yang terlalu penuh dirawat dalam satu ruangan. Dalam satu ruangan yang tidak terlalu besar, bisa ditempati sampai belasan pasien, ditambah lagi dengan banyaknya keluarga pasien di dalam ruangan yang bebas makan-minum, tiduran, hingga berbicara dengan keras. Pemandangan ini membuat kondisi ruang perawatan menjadi tidak tenang dan sangat mengganggu bagi pasien.

Selain itu, sistem antrian dan pendaftaran pasien BPJS yang ingin berobat juga terlalu lama. Rumah sakit sangat luas dan ramai, sementara petugas informasi sering tidak berada di tem­pat, akibatnya bagi warga yang tidak biasa dan ingin mendaftar berobat banyak yang kebingungan dalam mengikuti prosedur. Belum lagi persolan pengelolaan parkir kendaraan roda dua yang belum maksimal. Manajemen rumah sakit mene­rapkan tarif parkir sebesar Rp. 3000 untuk sekali parkir, namun petugas parkirnya bersifat pasif dan sama sekali tidak mau membantu pengendara yang ingin memasukkan maupun mengeluarkan kendaraannya. Kerja petugas parkir hanya mencatat plat nomor, tanggal, memberi karcis dan menerima uang saja.

Aspek sosial

Pelayanan kurang maksimal lainnya juga terjadi di RSUP H Adam Malik. Di sini dapat dengan mudahnya menjumpai keluarga pasien yang berdebat dan marah-marah dengan pihak rumah sakit soal pelayanan. Berhubung RSUP Adam Malik menjadi rumah sakit rujukan di Sumatera Utara, maka jumlah pasiennya sangat banyak dan tidak dibarengi dengan penataan dan pengelolaan yang baik. Selain itu banyak dokter yang tidak siaga, alias tidak berada ditempat saat pasien membutuhkan, terutama di pagi dan malam hari.

Sepengetahuan penulis, setiap rumah sakit memiliki per­aturan internal yang mengharuskan pasien dan pe­ngun­jung rumah sakit untuk menjaga ketertiban, tidak mem­bawa anak bayi dan larangan merokok. Namun pelang­garan seperti ini justru paling banyak dilakukan oleh keluarga pasien. Banyak pengunjung yang membawa anak kecil dan melakukan akti­vitas yang menimbulkan kebisingan, bahkan ada yang mero­kok di depan ruang perawatan. Selain itu, tak jarang juga dijumpai pedagang makanan dan minuman yang menjajankan barang dagangannya dari ruang ke ru­angan.

Kebaradaan pedagang ini disatu sisi sangat membantu keluarga pasien untuk mendapatkan makanan-minuman dengan cepat tanpa repot keluar wilayah rumah sakit. Namun dari segi estetika dan etika, tentu saja sangat mengganggu. Harusnya rumah sakit menjadi tempat yang tenang, bersih dan bebas dari kegaduhan, namun entah apa yang dilakukan oleh manajemen rumah sakit hingga ‘kekacauan’ ini terus terjadi sampai sekarang.

Jika dibandingkan dengan rumah sakit selevel dari segi akreditasi dan tingkat, pelayanan beberapa rumah sakit swasta jauh lebih baik dari rumah sakit pemerintah tersebut. Tanpa menyebut nama, beberapa rumah sakit swasta sangat profesi­onal dalam menangani pasien, baik itu perawat maupun dokter justru lebih ramah, disiplin dan memberi pelayanan dengan baik. Memang masih terdapat kekurangan dalam me­layani pasien BPJS, namun penanganannya jauh lebih baik dan profesional dibandingkan dua rumah sakit pemerintah tersebut.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitas kesehatan umum, rumah sakit harus senantiasa mengedepankan aspek sosial dan keselamatan pasien. Siapapun yang sakit, baik pemegang kartu BPJS, asuransi premium, maupun asuransi kelas atas, harus ditangani dan mendapat pelayanan dengan baik atas nama kesela­matan. Rumah sakit memang diperkenankan untuk menjalankan bisnis, namun hal tersebut tak menjadi alasan pembenar bagi pengelola menyulapnya menjadi lembaga komersil yang selalu mengedepankan materi dan mengesampingkan unsur sosial. ***

Penulis adalah Alumni UMSU

()

Baca Juga

Rekomendasi