Kahiyang, Ibu dan Parsonduk Bolon

Oleh: Jonson Rajagukguk

MENJADI ibu yang baik, penuh dedikasi, dicintai suami, dan jadi tempat bermanja buat anak-anak adalah im­pian semua wanita. Secara kodrati, wanita tentu punya mimpi besar jadi ibu yang bisa menentukan masa depan perjalanan ke­luarga. Me­mang, tidak bisa dinafikan, masa depan keluarga yang har­monis sangat ter­gantung sejauh mana peran serta ibu di per­jalanan keluarga tersebut. Berangkat dari sini, dapat dilihat betapa sifat-sifat keibuan itu melekat dalam diri si ibu agar bi­sa jadi tumpuan bagi keluarga. Bagaimana menjadi ibu yang baik, penuh dedikasi (full of dedi­cation), percaya diri (con­fidence), jadi peno­pang (so support) keluarga di era kehidupan millenial sekarang ini? Pertanyaan ini sangat penting meng­ingat angka perceraian saat ini cukup tinggi dan menjadi tan­tangan dalam membangun dan mengelola keluarga yang harmonis dan bahagia.

Tentu kita masih diingatkan oleh perni­kahan Kahiyang Ayu putri Bapak Presiden Jokowi sebulan yang lalu yang jadi trending topic di negara ini, dimana jadi sorotan publik. Seba­gai sebuah keluarga yang baru dan figur publik, Kahiyang Ayu yang telah dinobatkan sebagai boru Batak dengan marga Siregar diharapkan jadi contoh, bah­kan menjadi representasi keluarga (family representation) yang harmonis dan bahagia di era millenial. Tuntutan ini tidaklah ber­lebihan mengingat saat ini bahtera rumah tangga di negara kita sering tergoncang (shaken) dengan isu perceraian. Sudah pasti angka perceraian yang tinggi membuat karakter anak-anak bisa rusak karena mereka kehilangan contoh (lost an example) dan panutan da­lam hidupnya.

Salah satu tantangan pernikahan rumah tangga saat ini (era millenial) adalah anca­man akan perceraian. Perceraian sudah men­jadi momok yang sangat menakutkan karena ini bisa meng­akhiri bahtera rumah tangga. Sementara rumah tangga adalah pusat se­galanya dalam menentukan keber­hasilan pem­bangunan bangsa. Cerminan rumah tangga yang baik sangat berpengaruh positif terhadap karakter sebuah bangsa. Mengapa tidak, anak pertama kali didik dari rumah tangga. Rumah tang­ga adalah so­sia­lisasi nilai yang pertama dan utama. Itulah se­babnya, pemerintah, lembaga aga­ma sa­ngat berkepentingan men­dorong ru­mah tang­ga yang harmonis dan akur agar prog­ram pembangunan bangsa (nation building) juga bisa berjalan dengan baik.

Tatkala Kahiyang Ayu yang dinobatkan boru Siregar me­lang­sungkan pernikahan dengan Bobby Nasution, tentu la­belisasi boru di raja dan parsonduk bolon naburju dengan sen­dirinya melekat dalam diri Kahi­yang. Bisakah rumah tangga yang baru dino­batkan ini jadi "role model" keluarga har­monis di era millenial ini? Apakah imple­men­tasi parsonduk bolon naburju itu bisa diimplementasikan Kahiyang Ayu dengan identitas ke-boru regaran-nya sehingga akan jadi contoh bagi orang lain dalam membina rumah tangga di era millneial?

Terlepas daripada itu, salah satu yang unik dan paling mena­rik dari pernikahan Kahiyang Ayu Boru Siregar dengan Boby Nasution adalah kelangsungan acara pernikahan itu yang sa­ngat kaya dengan budaya dan adat Mandailing. Budaya Man­dailing sangat kaya dengan nilai filosofi kehidupan. Pernak per­nik budaya Mandai­ling dalam acara adat pernikahan Kahi­yang Ayu merupakan anugerah dari Tuhan, betapa Tuhan menganugerahkan budaya yang hebat bagi bangsa ini. Tetapi saya ingin melihat "hajahatan" ini dari perspektif Budaya Batak Toba yang mana dalam bu­daya Batak Toba dikenal pelabelan "parson­duk bolon naburju" (ibu yang baik dan ber­sahaja). Bisakah Kahiyang Ayu jadi parson­duk bolon naburju sebagai role model keluarga bagi masyarakat Indonesia untuk mem­bangun rumah tangga yang langgeng?

Mengapa rumah tangga atau keluarga yang langgeng sangat penting kita wujudkan dalam konsep bernegara? Pemahaman yang ingin saya bangun dari keluargalah karakter yang pertama terbangun. Dalam perspektif sosiolo­gis, keluarga adalah so­sialisasi nilai dan norma yang pertama (socialization of values and norm first). Dari keluargaan nilai kejujuran, toleransi, ketekunan, menghargai orang pertama kali diajari dan dita­namkan (implan­ted). Kesimpulannya, jika berhasil di keluarga, maka di luar pun akan berhasil. Maka sangat penting konsep pembangunan rumah tangga yang berkelanjutan digelo­rakan oleh negara.

Dari teori di atas dapat kita lihat keluarga sangat berperan dalam membangun karak­ter. Sebagaimana yang kita ketahui kekuatan bangsa sangat tergantung pada mutu karakter ma­syarakatnya. Karakter rakyat yang baik akan berkorelasi positif (positi­vely correlated) dengan mutu pembangunan (quality of development). Dalam masyarakat yang berkarakter, apapun tujuan negara yang ingin di capai pasti terwujud dengan baik (manifested well).

Bangsa ini butuh karakter yang kuat agar negara bisa punya harga diri dan martabat dalam pergaulan internasional. Kema­juan Jepang, Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok tentu bermula dari kemajuan karakter. Jepang punya karakter yang kuat (strong character) dalam hal kerja keras, jujur, ulet, rajin, dan pantang menyerah (never give up). Makanya, saat ini nilai-nilai Jepang sangat populer dalam membangun negara.

Bagi orang yang keluar dari perusahaan Jepang dengan baik-baik pasti akan sukses dalam karir dan pekerjaan. Saat ini produk Jepang membanjiri dunia (flood the world). Kata kunci keberhasilan (succesfull) mereka bermula dari karakter yang kuat. Begitu juga bangsa Korea Selatan yang saat ini pu­nya pe­rusahaan raksasa besar yang mempe­nga­ruhi dunia. Hand­phone android Samsung, mobil Hyundai dan berbagai produk lainnya lahir dari karakter yang kuat, pekerja keras (hard worker) yang tidak mengenal menye­rah (not knowing sur­render). Begitu juga bangsa Tiongkok yang terus punya peran strategis dengan cara menghukum mati koruptor. Saat ini Tiongkok jadi kekuatan ekonomi dunia yang sangat disegani (very respected), bahkan oleh Amerika Sekalipun.

Terlepas daripada itu, pernikahan Putri Presiden Joko Widodo, Kahiyang Ayu yang telah ditabalkan menjadi boru Siregar dengan Bobby Nasution telah menjadi pusat perhatian (trending topic) media, dan juga oleh masyarakat Indonesia. Hal ini wajar saja karena Jokowi saat ini adalah RI-1 yang memegang kekuasaan eksekutif tertinggi di negara ini. Sebagai pejabat negara, banyak undangan dan tamu yang hadir. Bahkan menteri kabinet kerja juga hilir mudik di pesta Kahiyang Ayu. Yang cukup menarik dari pesta pernikahan ini adalah ekspresi adat dan budaya Mandailing dari awal sampai akhir. Komu­nitas marga Siregar cukup respek dengan pemberian Boru Si­regar kepada Kahiyang Ayu mengikuti marga mertua perem­puan yang kebetulan juga Boru Siregar.

Role model

Pasca penabalan Kahiyang Ayu sebagai Boru Siregar tentu Kahiyang akan menyan­dang status "boru ni raja i" (putri pihak perempuan yang sangat dihormati), tentu muncul sebuah per­tanyaan sekali lagi, bisakah Kahiyang Ayu sebagai "role mo­del" rumah tangga generasi millenial yang langgeng, penuh kasih dan jadi contoh dalam membangun. Jawabnya tentu bisa jika Kahiyang Ayu bisa memahami dan memaknai dengan baik apa itu parsonduk bolon naburju dalam tradisi orang Batak Toba. Secara sederhana Parsonduk/Parson­duk Bolon = isteri, ibu rumah tangga, nyo­nya rumah. Asal kata "sonduk" = sendok dan "bolon" = besar. Parsonduk = yang menyajikan/ menghi­dangkan makanan untuk keluarga.

Tetapi lebih dari situ, makna parsonduk bolon naburju lebih dalam dari situ lagi. Ada beberapa pemaknaan yang sangat agung dari makna "parsonduk bolon naburju" yang sangat me­nentukan keberhasilan dan kelangengan rumah tangga sehing­ga peran ibu itu bisa berjalan dengan maksimal (the role of the maximal mother). Pertama, "parsonduk bolon naburju" mengajarkan semua wanita (khususnya Toba) paham betul bawa peranan ibu sangat menentukan keberhasilan bahtera rumah tangga. Ibulah yang memegang kendali dari dapur rumah tangga. Dapur dalam artian bukan arti sempit, tetapi semua yang berhubungan de­ngan perencanaan rumah tangga. Ibu yang benar dalam pengertian "parsonduk bolon naburju" adalah ibu yang rajin, hemat (bukan pelit), cermat, teliti, punya visi kede­pan, memotivasi, dan selalu memper­hatikan kebu­tuhan (pay attention to need) keluarga dengan baik. Dalam hal ini, ibu adalah pengendali kehidupan dapur rumah tangga karena ini sangatlah mendasar (very basic).

Kedua, parsonduk bolon naburju selalu membuat suami be­tah karena kasih sayang yang hebat. Parsonduk bolon naburju paham betul apa yang jadi kebutuhan dari suami. Dengan demikian, kasih sayang suami kepada istri akan sangat bagus karena istri yang baik adalah permata (gems) bagi suaminya.

Ketiga, parsonduk bolon naburju adalah ibu yang selalu per­hatian pada anak-anak. Mengajarkan anak dengan nilai -nilai yang baik dan juga dengan norma yang benar. Mendorong anak untuk jadi anak yang takut akan Tuhan. Paham betul psikologis mendidik anak dalam rangka menjadikan anak sebagai generasi penerus bangsa. Dalam tradisi orang Batak doa ibu (tangiang ni da inang i) sangat menentukan keber­hasilan dari anak. Maka hampir semua orang Batak sangat menghormati ibunya dengan sebuah identitas pada ibu yang disebut dengan konsep "dainang pangin­tubu" (ibu yang mela­hirkan).

Keempat, parsonduk bolon naburju ada­lah sebuah pema­haman yang membe­rikan gam­baran bahwa seorang ibu adalah pekerja keras (hardworking mother). Bah­kan ibu da­lam pema­haman "parsonduk bolon naburju" bisa menggantikan peran Bapak sebagai tulang punggung ekonomi (the backbone of the economy). Banyak kita lihat dalam ke­hi­dupan orang Batak, jika suami meninggal maka ibu dengan segala upaya sampai titik terakhir.

Tidak jarang dari keluarga orang Batak anak janda bisa berhasil karena perjuangan seorang ibu yang tidak me­ngenal lelah (a tireless mother).

Harapan kita, pernikahan yang dilakukan maunya lang­geng, harmonis, dan bahagia. Mengingat salah satu cara membangun ka­rakter yang paling ampuh bermula dari keluarga, maka kehi­dupan rumah tangga yang harmonis harus diciptakan untuk membangun karakter anak. Dari keluargalah perilaku hidup jujur, hidup toleran, hidup bekerja keras dimulai.

Artinya, jika di level keluarga berhasil, maka di luar juga akan berhasil. Untuk itu, peran ibu adalah kata kunci (keywords) dalam membangun keluarga yang bahagia (happy family).

Walaupun masih banyak faktor yang lain, tetapi peran ibu­lah yang paling dominan. Dan kita tidak menginginkan angka perceraian terjadi, kalau bisa diminimalisir. Sebagai contoh, angka perceraian di negara kita masuk dalam kategori paling tinggi di dunia. Sejak tahun 2009 hingga 2016, kenaikan angka perceraian meningkat 16-20 persen. Pada 2015 lalu, setiap satu jam terjadi 40 sidang per­ceraian atau ada sekitar 340.000 lebih gugatan cerai (divorce lawsuit). Tentu angka ini harus dimi­nimalisir (must be minimized) jika peran ibu bisa berjalan dengan baik, sekalipun bukan faktor tunggal. Artinya ada juga faktor yang lain mempengaruhi angka perceraian (divorce rate).

Penutup

Peran ibu adalah kata kunci (keywords) dalam memba­ngun keluarga harmonis (harmonious family). Keluarga yang har­monis lahir dari peran ibu yang baik. Menjadi ibu yang baik (be a good mother), maka pedoman nilai -nilai kehidupan (aga­ma dan budaya) harus dipegang teguh oleh semua ibu. Dalam tradisi orang batak dikenal konsep "parsonduk bolon naburju" yang bisa membangun ka­rakter ibu yang baik untuk mem­bangun bahtera rumah tangga yang harmonis dan bahagia. Kita harapkan Ka­hiyang Ayu boru Siregar yang telah menyandang boru ni raja bisa jadi ibu yang baik setelah memedomani konsep "parsonduk bolon naburju" sebagai "role model" ibu yang baik di era millenial sekarang ini agar bisa jadi contoh (so an example) bagi semua anak-anak muda yang bakal mem­bangun keluarga kedepan. Selamat hari ibu. Horas... Horas... Horas...***

* Penulis adalah: Pengajar Tetap Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas HKBP Nommensen (UHN) Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi