Oleh: Albiner Siagian
PROFESSOR Klaus Schwab, pendiri dan pemimpin eksekutif Forum Ekonomi Dunia, dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution, menyatakan bahwa saat ini dunia tengah memasuki Revolusi Industri IV, yang juga dijuluki sebagai Era Eksponensial. Ada juga yang menyebutnya sebagai era goncangan hebat (the great disruption era) atau era turbulensi.
Sekedar mengingatkan kita kembali, hingga saat ini dunia telah mengalami 4 macam revolusi industri. Revolusi Industri I dimulai saat James Watt menemukan mesin uap. Pada era ini, sebagian tenaga manusia digantikan oleh tenaga mesin untuk menggerakkan industri.
Revolusi Industri II dicirikan oleh penggunaan tenaga listrik untuk menghasilkan produk massal. Selanjutnya, Revolusi Industri III diramaikan oleh penggunaan elektronik dan teknologi informasi untuk otomatisasi proses produksi. Akhirnya, adalah Revolusi Industri IV yang ciri-cirinya adalah apa yang disebut sebagai era eksponensial itu.
Di era eksponensial ini, teknologi informasi makin mengukuhkan perannya. Komputer digantikan oleh komputer supercepat (super komputer). Karenanya, robot cerdas berubah menjadi robot supercerdas. Hal ini dimungkinkan oleh penggunaaan otak neuroteknologi generasi baru padanya. Tak lama lagi, mobil swakemudi akan bersileweran di jalan.
Kemajuan yang mengagumkan di bidang tekonologi informasi merambah ke berbagai bidang. Di bidang kesehatan, misalnya, saat ini para ahli kedokteran dan ahli tekonologi informasi kedokteran di Israel tengah merampungkan layanan kesehatan yang dikenal sebagai telemedicine.
Tak lama lagi, pasien tertentu tak perlu lagi capek-capek mendatangi dokter ke tempat prakteknya. Konsultasi dapat dilakukan melalui telepon pintar yang juga telah terkoneksi dengan apotek. Untuk membayarnya sudah tersedia fasilitas e-pay, demikian juga untuk mengantarnya dengan adanya jasa pengiriman barang berbasis aplikasi. Konon, akurasi layanan telemedicineitu mencapai 98.5 persen dibandingkan dengan layanan konvensional (tatap muka antara pasien dan dokter).
Di bidang ekonomi dan perdagangan, penetrasi peran tekonologi informasi telah menghasilkan dampak revolusioner, bahkan jauh melebihi perkiraan para pelaku ekonomi dan perdagangan.
Di era eksponensial ini, misalnya, ada saudagar kain, tetapi dia tak punya kain dan toko kain dan ada pengusaha taksi atau angkutan, namun dia tak punya mobil satu unit pun. Beberapa bulan yang lalu, swalayan yang tanpa pelayan pertama,yang benar-benar swalayan, dibuka di Tiongkok. Anda tinggal masuk, ambil barang yang Anda suka, lalu bawa pulang. Telepon pintar Anda akan mengurus semua transaksinya.
Para Youtuber meraup keuntungan hanya dengan modal kreativitas di dunia maya. Pendapatannya tidak mengikuti pola garis lurus tetapi eksponensial. Pasalnya, pertambahan jumlah pengunjung, sebagai dasar bagi peningkatan pendapatannya, melonjak mengikuti pola eksponensial.
Di era eksponensial, keterbatasan atau hambatan konvensional sebagian akan teratasi. Sebagai contoh, dalam bidang ekonomi, keterbatasan modal akan diatasi oleh kreativitas. Di bidang pertanian, dampak keterbatasan luas lahan bisa diminimalisir dengan introduksi tanaman superproduktif.
Tak Pernah Negatif
Era eksponensial merujuk pada perubahan yang mengikuti grafik atau fungsi eksponensial. Dalam Kalkulus, pergerakan atau perubahan yang terjadi selalu mengikuti fungsi tertentu. Sebagai contoh, dalam produksi suatu barang, perubahan biaya (Total Cost) selalu mengikuti fungsi garis lurus, yaitu TC = FC (fixed cost) + VC (variable cost). Model matematisnya adalah y = a + bx. Artinya, pertambahan biaya barbanding lurus dengan kuantitas barang yang diproduksi.
Pada fungsi eksponensial, tidak demikian halnya. Perubahan sedikit saja pada kuantitas bisa berdampak pada biaya produksi yang melambung. Model matematisnya adalah y = exp(x). Atau, kalau pertumbuhan produksinya mengikuti fungsi eksponensial, perubahan sedikit saja pada biaya akan melonjakkan kuantitas produk.
Nilai dari fungsi eksponensial tak pernah negatif, berapa pun nilai x. Secara grafik, dia mendekati sumbu x (sumbu mendatar), tetapi tak pernah menyetuhnya (asimptot). Sementara, itu grafik menaiknya akan mendekati garis tegak yang juga tak pernah menyentuhnya.
Oleh karena itu, senada dengan pengertian fungsi eksponensial itu, maka era eksponensial ditandai dengan perubahan yang cepat, cenderung sulit diprediksi, dan nyaris tak terbatas. Sebagai contoh, dengan membeli paket data seharga Rp10.000, kita akan dapat mengakses ilmu pengetahuan dari buku yang nyaris tak terbatas banyaknya. Teknologi informasi memungkinkannya terjadi. Hal itu tidaklah mungkin terjadi kalau kita harus membeli buku. Untuk membeli satu buku saja, uang seharga Rp10.000 tidaklah cukup.
Dewa Efisiensi
Salah satu ciri menonjol era eksponensial adalah efisiensi. Efisiensi menjadi cara dan tujuan. Efisiensi dipuja bak dewa. Tampaknya, prinsip ekonomi Xenophone, yaitu modal sekecil-kecilnya untuk untung sebesar-besarnya, akan kembali berlaku. Bayangkan saja, saat ini ada orang berpenghasilan Rp60.000/menit hanya bermodalkan video di Youtube.
Dunia usaha akan berlomba seefisien dan seproduktif mungkin. Lihat saja, perusahaan angkutan berbasis online, sebagai contoh. Mereka tak mengeluarkan biaya untuk stasiun, loket, pool bus, agen, tiket, dan biaya lain yang tak perlu. Akibatnya, usaha mereka sangat efisien. Ini, pada saatnya nanti, akan menggilas habis perusahaan angkutan konvensional.
Ikutan logisnya adalah pengurangan penggunaan tenaga manusia di berbagai bidang pekerjaan. Pelayan toko, karyawan pabrik, karyawan bank, kasir, paramedis, guru, dosen, dan penasehat hukum adalah, antara lain, pekerjaan atau profesi yang pekerjanya akan berkurang drastis.
Bahkan, saat ini karyawan penjaga pintu tol mau tak mau harus dirumahkan dengan adanya kartu-tol elektronik. Di pihak lain, kabarnya Apple, salah satu pelaku utama di era eksponensial ini, telah mendirikan universitas online pertama di dunia. Para pembaca, tentu saja, bisa membayangkan betapa efisiennya universitas tersebut. Mereka tak butuh lahan dan gedung yang luas. Mereka tak butuh dosen dan pegawai yang banyak. Aktivitas perkuliahan nyaris tak membutuhkan kertas, tak membutuhkan daya listrik dan suplai air yang besar. Jangan-jangan ijazah lulusannya pun tak memerlukan kertas (paperless).
Kembali efisiensi menjadi segalanya. Karenanya, orang yang doyan korupsi berhentilah, misalnya, bermimpi mengorupsi anggaran pengadaan KTP elektronik karena ketika proyek human genom diimplementasikan, KTP elektronik akan digantikan oleh KTP DNA (mungkin?).
Talenta dan Kreativitas
Tampaknya, era eksponensial akan menyeleksi manusia menggunakan kata kunci: talenta dan kreativitas. Keduanya digunakan bersama-sama, tak tepisah-pisah. Di era eksponensial, kepintaran tidaklah cukup, demikian juga bakat atau talenta.
Era eksponensial tidak akan ramah kepada orang yang pintar tetapi tak kreatif, juga kepada orang yang berbakat tetapi tak mengasah bakatnya dengan kreatif. Yang ditunggu adalah orang yang bertalenta dan kreatif. Kira-kira, kreatif bermakna kita sudah berbuat ketika orang lain masih atau bahkan belum memikirkannya. Selain itu, sesuai dengan ciri lainnya, yaitu jaringan (network), era eksponensial akan menyambut gembira orang yang jaringannya luas, tetapi bukan karena nepotisme. Kompetensi, sebagai lawan kata bagi nepotisme, akan berpadu dengan talenta dan kreativitas untuk memenangkan persaingan bebas di era eksponensial.
Teknologi yang Berkeadilan
Sebagai produk dari kemajuan teknologi, era eksponensial akan berdampak luas bagi sendi-sendi kehidupan manusia, baik dampak positif maupun dampak negatif. Teknologi tidak bersahabat dengan semua orang, bahkan sangat kejam kepada sebagian orang, terutama mereka yang hanya menjadi objek teknologi itu. Persaingan bebas tak adil, sebagai ciri berikutnya era eksponensial, akan menggilas sebagian manusia, tetapi membentangkan karpet merah kepada sebagian lagi. Keadaan ini akan makin parah ketika efisiensi menjadi satu-satunya tujuan.
Teknologi memang mendatangkan kemudahan, termasuk membuat ‘segalanya’ menjadi efisien. Akan tetapi, itu bukan berarti teknologi tak berkeadilan. Keputusannya ada di tangan manusia, bukan pada teknologi itu. Sebagai contoh, ketika tukang becak konvensional tersingkir oleh usaha angkutan online, tentu saja, pertanggungjawabannya bukan kita mintai kepada teknologi, tetapi kepada manusia pengguna dan pengatur tekonologi itu. Teknologi yang berkeadilan akan mendatangkan kebaikan kepada semua. Karenanya, efisiensi tidak harus tujuan satu-satunya.
Akhirnya, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, di tahun 2018 yang dijuluki tahun politik dan tahun yang penuh dengan ketidakpastian, era eksponensial akan terus marasuk ke sendi-sendi kehidupan manusia, baik fisik maupun psikis, tak ketinggalan sendi religi. Kita tunggu saja! Mudah-mudahan Tuhan menganugerahi kita umur panjang untuk mengikuti, atau paling tidak menonton, pergerakan kurva eksponensial itu.
Dan, satu lagi, berhentilah berpikir seperti katak dalam tempurung, memersoalkan bumi bulat, misalnya! Thingking out side the box! Kalau perlu, thinking by pretending no box! ***
Penulis, Guru Besar FKM Universitas Sumatera Utara