Penyakit Jengger Ayam

Oleh: dr. Angela Fovina

PENYAKIT jengger ayam atau kutil kelamin yang da­lam bahasa medis disebut Kondilomaakuminata (KA), merupakan salah satu penya­kit menular seksual bersifat jinak di­sebabkan oleh Human Papilloma­vi­rus (HPV) tipe tertentu (terutama tipe 6 dan 11). Pada HPV tipe 16 dan 18 bia­sanya menyebab­kan kanker ser­viks.

Di Indonesia, penelitian mengenai infeksi menular seksual di 12 rumah sakit pen­didikan tahun 2007-2011, penyakit ini mendu­duki peringkat ke 3 terba­nyak, dan menduduki pe­ring­kat pertama di 6 kota yai­tu di Medan, Jakarta, Ban­dung, Semarang, Jogja dan Denpasar. Usia terbanyak di­da­pat­kan pada golongan usia 25-45 tahun dan terbanyak pada perempuan (3:2) dika­re­nakan keadaan kelamin perempuan lebih lembab dan pembu­luh darah yang lebih banyak sehing­ga rentan ter­infeksi.

Penyakit ini lebih sering ter­jadi bila pasangan seks berubah-ubah, ja­rang mema­kai kondom, merokok, pe­­makai kontrasepsi oral, dan usia me­lakukan hubungan yang terlalu di­ni; biasanya orang yang melakukan hu­­bungan seksual dengan pen­derita akan mengalami pe­nyakit ini pula da­lam waktu 3 bulan. Penyakit ini ju­ga le­bih cepat membesar dan ber­tam­­bah banyak bila meng­alami ke­pu­tihan dan hamil (wanita) atau ti­dak disirkum­sisi (pria) serta kekeba­lan tubuh yang rendah (pasien HIV dan transplantasi organ). Na­mun pa­da wanita ha­mil, jika kehami­lan ber­akhir maka penyakit ini akan cepat sembuh.

Kebanyakan pasien tidak menge­luhkan keluhan tam­bahan selain tam­pak adanya kutil. Meskipun kadang da­­pat disertai rasa gatal, terasa panas, berdarah, atau nyeri saat berhubu­ngan seksual. Pasien juga dapat me­nge­luh­kan perdarahan urin atau su­lit me­nge­luarkan urin bila ku­­til terda­pat pada lu­bang kencing.Penyakit jeng­ger ayam ini dapat terjadi pada da­erah mulut jika melaku­kan hubu­ngan sek­sual mulut de­ngan kelamin (meski­pun sa­ngat jarang), dan dapat ter­jadi pada anus jika melaku­kan hu­bungan seksual anus de­ngan kelamin.

Penyakit ini dapat menun­jukkan gam­baran mendatar, bertangkai, ber­bentuk seperti kubah, atau seperti kem­bang kol. KA juga bisa hanya sa­tu, namun biasanya berkelom­pok. KA dapat memperta­han­kan ukuran­nya yang awalnya hanya 1-2 mm se­la­ma infeksi HPV berlangsung atau dapat membesar, yang akhirnya da­pat menyebabkan nyeri saat melaku­kan hu­bungan seksual atau saat per­sa­linan. Warna­nya bisa ber­variasi, da­pat se­perti warna kulit, keunguan, kemerahan, atau kecoklatan.

Biasanya kutil kelamin ini mudah didiagnosis karena bentuknya yang khas. Na­mun jika meragukan, dokter bia­­sanya melakukan peme­rik­sa­an acetowhite, yaitu ada­nya warna putih pada ku­til yang dicurigai setelah di­basahi de­ngan larutan asam asetat 5% selama 3-5 menit menggu­na­kan kain kasa. Ka­dang-ka­dang juga di­per­lukan biopsi, jika dicurigai kega­nasan, di mana bentuknya ce­pat ber­ubah, tidak dapat di­gerakkan, dan se­telah diterapi tidak mem­baik.

Terapi dibagi atas peng­obatan yang dilakukan oleh pasien dan pe­ngo­batan oleh dokter. Pengobatan yang da­pat dilakukan oleh pasien sen­­­­diri berupa krim imiqui­mod 3,75% atau 5%, gel atau larutan po­do­­­filox 0,5%, sa­lep sinecatechins 15%, atau 5-fluorourasil. Sedangkan yang dilakukan oleh dokter adalah tin­kturapodofillin 25%, asam trik­loroasetat 80-90%, secara pembe­da­han baik bedah lis­trik, bedah be­ku, bedah skal­pel, atau bisa pula dengan menggunakan laser karbon­dioksida.

Krim imiquimod 3,75% di­oleskan sekali sebelum ti­dur sampai kira-kira 16 minggu, begitu pula dengan yang 5%, namun cukup di­oleskan 3 kali setiap minggu. Setelah dioleskan, maka di­biarkan 6-10 jam lalu diber­sihkan dengan sabun. Efek samping­nya dapat berupa iri­tasi, kemerahan, dan plen­tingan.

Gel atau larutan podofilox (po­do­filotoxin) dioleskan 2 kali sehari da­lam 3 hari, lalu dilanjutkan 4 hari tanpa te­rapi. Siklus ini dapat diulang sampai 4 siklus. Area yang diterapi tidak boleh melebihi 10 cm2, dan terapi yang di­berikan terbatas pada 0,5 ml per hari. Efek samping­nya adalah nyeri atau iritasi. Po­dofilox tidak boleh diberikan pada wanita hamil.

Sinecatechins adalah eks­trak teh hijau dengan produk aktifnya (ka­tekin). Salep si­necathecins 15% di­oles­kan 3 kali sehari. Maksimal da­lam 16 minggu. Jangan dibersih­kan setelah penggunaan, dan tidak boleh melakukan hu­bungan seksual. Efek sam­pingnya berupa kemerahan, ga­tal, terasa panas, nyeri, beng­kak, atau plentingan. Ke­amanan untuk wanita ha­­mil masih belum diketahui, dan juga tidak direko­men­da­sikan pada pen­derita HIV atau kondisi keke­balan tubuh rendah lainnya.

5-fluorourasil biasanya dalam bentuk krim dengan konsentrasi 1-5%, diberikan terutama pada kutil di daerah lubang kencing. Pembe­ri­an­nya setiap hari sampai kutil hilang. Tidak boleh buang air kecil selama 2 jam setelah pengobatan.

Asam trikloroasetat di­oleskan se­tiap minggu, terapi ini boleh diberi­kan pada ibu hamil namun harus berhati-hati karena dapat menim­bul­kan iritasi hingga luka yang dalam.

Pembedahan biasanya di­reko­men­dasikan bila peng­olesan tidak dapat dijangkau misalnya jika kutil terdapat pada daerah vagina, serviks, dalam lubang anus, atau daer­ah sa­luran kencing.

Kebanyakan terapi akan berespon dalam 3 bulan. Fak­tor yang mem­pe­ngaruhi res­pon terapi adalah kondisi ke­­­ke­balan tubuh yang rendah dan ke­patu­han pemakaian obat. Biasanya, ku­til yang ter­dapat pada area yang lem­bab dan lipatan berespon baik pada tera­pi pengolesan. Efek sam­ping biasa­nya jarang jika pemberian dengan benar.

Pilihan terapi bergantung pada uku­ran, jumlah, lokasi, efek sam­ping, dan pertim­bangan lainnya. Jika tidak di­terapi, KA dapat sembuh sen­diri, menetap, atau bertam­bah besar. Jadi sebaiknya jika memiliki gejala KA, tetap ha­rus berkonsultasi de­ngan dokter.

Pencegahan KA dapat meng­gu­nakan vaksinasi baik untuk pria mau­pun wanita, yaitu Gardasil, namun vak­sin ini tidak dapat menyem­buh­kan kutil kelamin yang telah ada. Komposisi Gardasil ada­lah re­kom­binan virus HPV tipe 6, 11, 16, dan 18, se­hing­ga juga dapat mence­gah kanker serviks. Jadwal Gar­dasilyang direkomendasikan adalah 3 kali 0,5 ml pada bulan ke 0,2, dan 6 secara intramuskular (daerah le­ngan bagian atas atau paha atas).

Menurut Centersfor Disease Con­troland Prevention (CDC) dise­but­kan, ja­rak mi­nimum pemberian vak­sin do­sis pertama dengan dosis ke­dua adalah 4 minggu (1 bulan). Jarak minimum anta­ra dosis kedua dan ketiga ia­lah 12 minggu dan jarak mi­nimum antara dosis pertama dan dosis ketiga ialah 24 minggu.

Bahkan beberapa peneliti­an juga telah mela­por­kan bah­wa bila ren­ta­ngan jarak vaksinasi berjauhan, ini tidak mempengaruhi kadarnya atau dengan kata lain tidak ada perbedaan kadar/efekti­vitas pada vaksin yang dibe­rikan sesuai jadwal yang di­rekomendasikan dengan vak­sin yang rentang jadwalnya lebih jauh dari yang dire­ko­mendasikan. Respon antibodi rata-rata diperoleh sejak 1 bu­lan dari dosis terakhir.

Pertimbangan tertentu un­tuk wanita hamil adalah tidak dianjurkan pemberian podo­filox, podofillin, dan sinek­a­tekin. Imiquimod mungkin memberikan risiko yang ren­dah na­mun sebaiknya dihin­dari karena di­perlukan pene­litian lebih lanjut. Kutil ke­lamin dapat bertambah besar dan makin rapuh saat hamil. Walaupun terapi kutil dapat dipertimbangkan, namun pe­nyembuhan mungkin tidak sempurna sampai lahirnya anak.

Jarang, KA dapat menye­babkan tumor jinak saluran pernapasan (pa­pi­lomatosis laring) pada anak, wa­laupun cara penularan masih belum di­ketahui, sehingga operasi seksio­se­sarea juga tidak di­pastikan akan men­cegah tumor tersebut. Seksio­se­sarea hanya diindika­si­kan jika KA menyebabkan jalan lahir ter­hambat atau persalinan per vaginam menye­babkan per­darahan yang berlebihan.

Untuk penderita HIV atau keke­balan tubuh rendah lain­nya, ke­mung­kinan terjadi KA lebih besar, dan juga bia­sanya KA yang timbul lebih ba­nyak dan lebih besar, tidak beres­pon terhadap terapi di­bandingkan pa­sien yang ke­kebalan tubuhnya baik.

()

Baca Juga

Rekomendasi