Oleh: Indra Syahputra.
Keberadaan halte di kota Medan seharusnya dapat mendisiplinkan angkutan umum untuk dapat menaikkan serta menurunkan penumpang ditempat yang disediakan (halte). Nyatanya hingga kini masih banyak angkutan umum yang menaikkan dan menurunkan penumpang disembarang tempat. Halte yang dibangun seharusnya dapat digunakan sebagaimana mestinya, sehingga angkutan umum seperti Trans Mebidang dan Angkutan Umum (Angkot) tidak berhenti seenaknya, sehingga menjadi salah satu faktor terjadinya kemacetan.
Hal ini bisa terlihat di saat jam-jam sibuk, seperti pagi hari, siang dan sore hari, ketika jam pergi, istirahat dan pulang kerja atau sekolah. Jalanan seolah lautan yang dipenuhi oleh kendaraan, ditambah lagi dengan cuaca yang kurang bersahabat naikkan darah dengan kondisi 100 derajat kalau bahasa orang Medannya. Kota Medan yang dikenal sebagai kota keras karena suaranya sehingga mendatangkan api kemarahan yang semakin memuncak, seiring dengan kendaraan yang terlalu lama bergerak.
Maka dengan cepatnya sumpah serapah dengan mudahnya keluar dari para pengendara yang tak bisa bersabar lantaran ada pengemudi angkutan umum yang menaikkan atau menurunkan penumpang di sembarang tempat, bahkan kadang di tengah jalan dengan kondisi yang memang macet. Sementara di belakang (Angkutan Umumnya) masih berjejer kendaraan yang ingin kendaraannya bisa terbebas dari kemacetan yang ada.
Jalanan yang sudah semakin sesak ditambah lagi ketidakdisiplinan para pengendara sering menjadi masalah besar saat berada di jalanan. Apalagi ketika lampu jalan berubah dari merah ke hijau dengan posisi kendaraan yang diperbolehkan untuk jalan. Sementara angkutan umum melihat adanya penumpang yang ingin naik dengan sesuka hati, maka mau tak mau sang pengemudi memberhentikan kendaraannya persis di persimpangan jalan, sehingga menimbulkan kemacetan lantaran klakson para pengemudi lainnya saling bersahut-sahutan, yang ingin melaju cepat agar terbebas dari kemacetan yang terjadi.
Pemerintah seharusnya peka terhadap kondisi yang terjadi, halte cenderung disalahgunakan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Halte yang seharusnya digunakan untuk menunggu Angkutan Umum (Angkot) dan Trans Mebidang datang, ini terkadang malah digunakan untuk berjualan, menggelar barang dagangannya sehingga menimbulkan ketidaknyaman bagi orang-orang yang ingin menunggu jemputan atau yang lainnya.
Hal yang lainnya juga diperparah dengan kehadiran gepeng yang selalu mangkal di halte, menggunakan halte dengan sesuka hatinya, tanpa memperdulikan orang yang ada di sekitarnya, dengan kondisi yang membuat orang merasa terganggu sampai menggunakannya untuk beristirahat. Hal ini tentunya harus mendapat perhatian serius bagi pemerintah kota, khususnya Pemko Medan.
Selain itu, halte acapkali dijadikan sebagai tempat berlangsungnya aksi kejahatan, terutama yang menjadi incarannya adalah para perempuan dari aksi para penjahat yang ingin meluncurkan aksinya. Maka dibutuhkan peran Pemerintah untuk membuat masyarakat menjadi aman, nyaman dan tenang untuk menggunakannya tanpa ada rasa kekhawatiran yang nantinya ditimbulkan.
Sanksi Tegas
Hadirnya bus Trans Mebidang (Medan-Binjai dan Deli Serdang) membuat Pemerintah harus membangun halte ditempat-tempat tertentu, tapi kenyataannya halte yang dibangun ketika belum berfungsi secara maksimal malah disalahgunakan, sampai ada yang rusak sebelum digunakan. Ironisnya lagi halte yang sudah dibangun, tidak difungsikan dengan semestinya. Digunakan untuk berjualan, tempat nongkrong anak jalanan, dan tempat istirahatnya gepeng, sehingga masyarakat enggan untuk mendatanginya.
Seharusnya Pemerintah bisa mengambil kebijakan dengan membuat peraturan kepada angkutan umum yang berhenti dengan sesuka hati. Dan membuat sanksi yang tegas bila kedapatan berhenti ketika menaikkan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat. Untuk apa halte dibangun, kalau toh kenyataannya tidak dipergunakan dan cenderung para pengemudi berhenti dengan sesuka hati. Maka jangan heran bila kemacetan sering kali terjadi, lantaran tidak disiplinnya para pengemudi ketika berada di jalanan.
Terlihat bahwa ada beberapa halte yang terbengkalai di kota Medan. Dengan kondisi sangat memprihatinkan, tanpa penutup, tanpa tempat duduk, kaca yang sudah pecah, dinding yang sudah hilang sampai lantai hancur. Bahkan ada beberapa halte yang dipasang kertas-kertas informasi yang tak jelas. Maka apakah hal ini akan berkelanjutan dengan kondisi yang ada sekarang ini?
Belum lagi angkutan umum (angkot) yang sering terlihat ugal-ugalan ketika berada di jalan raya, apalagi ketika bertemu dengan sesama trayeknya, maka yang terlihat adalah aksi saling mendahului untuk bisa dapat penumpang lebih dahulu pun terjadi, sehingga bukannya menjaga keselamatan para penumpang yang berada di dalamnya, ini malah sibuk untuk saling mendahului dengan alasan mengejar setoran. Ini yang perlu dibenahi oleh pemerintah saat ini.
(Belum) Sesuai Fungsi
Pemerintah bisa melihat kota-kota besar lainnya, seperti halnya Bali dan Yogyakarta serta kota-kota lainnya di Indonesia. Halte dibangun memang untuk menurunkan serta menaikkan penumpang. Penumpang tidak diperkenankan untuk naik selain di halte, dan pengemudi juga demikian menaati aturan yang sudah Pemerintah kota tetapkan dengan disiplin untuk tidak berhenti menaikkan penumpang di sembarang tempat.
Akan tetapi berbeda jauh dengan apa yang terlihat di kota Medan, pengemudi dan penumpang dengan sesuka hati naik dan turun di sembarang tempat. Halte belum sesuai dengan fungsinya. Hal ini terlihat jelas di Jalan Veteran (sekitar Pasar Sambu), kondisi halte terlihat tak berfungsi lagi, digunakan para pedagang untuk berjualan buah. Kondisi halte pun sudah dikatakan tak layak lagi.
Berbeda halnya dengan halte yang berada di Jalan Sutomo, halte yang dibangun nyaris tak terlihat lagi keberadaannya. Tahun lalu setelah dibangun dengan cepatnya penutup halte rusak, sampai akhirnya halte tak terlihat lagi. Hal yang sama pula terlihat di depan Hotel Madani, halte seakan tak berfungsi lagi, kondisi tempat duduk tempat penumpang menunggu angkutan umum tak layak untuk diduduki. Seakan hidup segan mati tak mau. Begitulah kondisinya.
Gambaran ini hanya sekilas saja dari beberapa halte yang penulis amati di jalanan, maka bagaimana dengan halte yang lainnya? Akankah kondisi yang sama masih terlihat? Padahal untuk membangun halte tempat penumpang menunggu angkutan umum tidaknya murah harganya dan tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk mengerjakannya.
Fasilitas umum seharusnya menjadi perhatian bersama untuk Pemerintah dan masyarakat untuk menjaga dan merawatnya. Apalagi halte-halte yang dibangun hendaknya dipergunakan sebagaimana fungsinya. Disiplin perlu ditegakkan dengan tegas oleh para pemangku kebijakan. Jangan sampai apa yang sudah dibangun hancur begitu saja tanpa adanya perawatan serta pemeliharaan secara berkelanjutan. ***
*Penulis adalah Alumni LPM Dinamika UIN SU dan Relawan Go River Indonesia.