Lisan yang Tajam Butuh Dirawat

Oleh: Tya Mailina

KEHIUPAN tak luput dari berkomunikasi interaksi, jangankan manusia, hewan sekalipun, pasti ber­komunikasi dengan sesama jenisnya dengan bahasa yang mereka ngerti pula. Allah SWT mengatakan setiap perbuatan manusia di dunia pasti akan ada hitungannya di yaumul hisab kelak untuk menuju akhirat, apakah itu perbuatan baik maupun perbuatan tercela saat umat muslim di alam dunia.

Perbuatan baik datangnya karena mengikuti perkataan Allah dan menjauhi larangannya sesuai yang tertulis di Alquran, secara tidak langsung Alquran telah menjadi jembatan komunikasi umat muslim dari Allah SWT.

Sejatinya nikmat Allah yang telah diberikan kepada umatnya di dunia sangatlah tidak terhitung nilainya, dari nikmat iman, kesehatan serta rezeki yang Allah berikan, Allah berfirman dalam surah Ibrahim ayat 7, artinya: Dan (ingatlah) ketika Tuhamnu memak­lumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menam­bah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-ku) maka pasti azabku sangatlah berat.”

Pada surah Ibrahim ini, kita diminta untuk bersyukur, Allah akan lihat seberapa sabarnya umatku, bukan malah suuzon berprasangka tidak baik kepada Allah, mengatakan Allah terlalu lama mencoba kami dan sebagainya. “Nauzu billahi min zalik”. Harusnya umat Islam senantiasa bersyukur bukan kufur akan nikmat Allah berikan. Allah pasti tambah namun kebutuhan dulu keingi­nan nanti.

Sebagaimana nikmat Allah yang telah diberi, nikmat iman, kesehatan, rezeki lalu nikmat berbicara, nikmat berkomunikasi gunakanlah sebaik baiknya untuk memudahkan tugas lidah saat berbicara dan mempertanggung jawabkannya kelak.

Modern ini semua komunikasi dunia hanyalah satu genggaman tangan saja, walaupun banyaknya berita tersebas di mediasosial namun kebenarannya masihlah diragukan, butuh waktu untuk membuktikan kebenaran kabar terse­but, dengan demikian catatan malaikat raqib dan atid tidaklah pernah kehabisan kertas dan pena untuk menuliskan seluruh perbuatan manusia.

Menjaga lisan sebagaimana mesti­nya. Ketika manusia berbicara ada lidah yang berperan penting di dalamnya. Lidah yang Allah berikan kepada ma­nusia sebagai kenikmatan yang besar kepada hamba-hambanya.

Lidah banyak terdapat kebaikan dan manfaat yang luas bagi siapa yang men­jaga dan menggunakannya seba­gai­mana diharapkan syari’at Islam. dan terdapat pula padanya kejelekan dan bahaya bagi siapa yang membiar­kannya pada jalan yang buruk atau tempat yang tidak semestinya.

Sebagaimana bentuk lidah yang tak bertulang “lunak”, oleh karena itu, orang yang tidak menguasai ilmu beladiri sekalipun bisa bersilat seperti lidah. lihat lah seperti orang yang kemarin berkata “a” berubah menjadi “b”. dan orang yang lain, berkata manis, dusta ibarat gulali dilidahnya.

Lidah tajam laksana pedang bahkan lidah itu pedang bermata dua. Ketika tersayat oleh pedang, gampanglah mengobatinya. Tetapi, jika hati yang terluka terluka ditikam kata-kata kemana kan dicarikan penawarnya. Allah menyebutkan bahwasanya diantara dosa yang tak dapat diampuni adalah melukai hati seseorang, Allah tidak dapat memafkannya, karena yang berhak memaafkannya hanya hati orang terluka akibat bisa lidah berbicara, sete­lah orang itu memaafkannya barulah Allah dapat mengampuni dosa yang telah terbuat dengan sengaja maupun tidak disengaja itu.

Terlihat kasus, Tak terhitung berapa banyak persaudaraan terputus ditebas oleh lidah dan tidak sedikit pula dua orang yang bersahabat jadi musuh bebuyutan karena keganasan lidah. Ketahuilah, bahwa lidah ini adalah sesuatu yang sangat penting untuk dijaga dan diperhatikan. Sebab, lidah adalah organ tubuh yang dominan dalam dhohir manusia paling kuat dalam menyeret seorang hambanya dalam ketepurukkan serta dalam kebinasaan.

Jika, semua ini tidak dijaga dan dipaksa dengan tuntunan syariat. Saat kita berucap hendaklah memikirkan terlebih dahulu, gunakan bahasa yang baik, sopan dan santun agar tidak terjerumus dengan hal kebatilan. Allah SWT berfirman dalam Surah Qof ayat 18 artinya: Tiada satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. Lalu Allah berfimlan lagi dalam Surah Al-isra ayat 36 yang artinya: “Dan jangan lah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang­nya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggung jawaban.”

Rasullah SAW sudah menasehati kita agar menjaga lidah dan lisan, minimal dengan hal yang kecil seperti dengan jalan tidak banyak berbicara, selagi tidak bermanfaat dan tidak mengandung kebaikan. “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari akhirat maka berkatalah yang baik, atau jika tidak, diam lah” (HR.Bukhori dan Muslim).

Dalam kehidupan sehari-sehari banyak korban akibat tikaman lidah, seperti contohnya sebuah pertemanan yang diantaranya memiliki sikap dan ego yang berbeda-beda. Jika, dalam berteman kita tidak bisa menyatukan perbedaan, minim untuk menimbulkan keawetan dalam pertemanan.

Salah satu teman saat menyam­paikan pendapat dan pendapatnya ditolak mentah-mentah dengan tolakan yang kasar dan timbul lah rasa sakit hati akibat perkataan yang tajam. padahal dalam pertemanan yang baik itu kita harus saling menghargai dan menghormati pendapat yang ada, berbicara tidak sesuai fakta lain dimulut lain dihati, mengadu domba antara sesama, menceritakan aib saudara maupun orang lain. Jika terjadi seperti itu, akibatnya dapat menimbulkan pertengkaran, saling menyudutkan satu sama lain bahkan memutuskan tali silahturahmi. Begitu lah sekiranya bahaya lidah jika sudah menggoreskan hati, cepat menghancurkan segalanya yang telah terjalin.

Jika itu telah terjadi sebaiknya segera mungkin kita meminta maaf karena saat tidak ketemu lagi, akan sulit meminta berjumpa kembali untuk berbicara kata maaf, bisa jadi dia punya urusan lain di luar kota, ataupun kita sendiri tidak tahu kapan Allah memanggil kita. Se­mua sudah tertulis tanggal dan wak­tunya, kita hanya menunggu giliran saja.

Sebaiknya sebagaimana sabda Rasullah SAW, “Siapa yang menahan lidahnya pasti Allah menutupi auratnya, siapa yang dapat menahan amarahnya pasti Allah melindunginya dari siksa nya, dan siapa meminta ampun kepada Allah, Dia pasti menerima permohonan ampunannya “(HR. Ibnu Abi Dunya).

Lebih baik mencegah daripada mengobati. Karena lidah itu seperti kuali yang mendidih, lidah adalah sendoknya. Perhatikan jika orang berbicara, se­sungguhnya ia sedang menyendok­kan isi hatinya kepadamu , dengan be­ra­gam rasa, pahit, manis, asam, pedas dan lainnya. Sebagaimana kita merasa­kan dalam kuali dengan lidah.

Apalah arti sebuah candaan jika itu membuat kita menjadi salah jalan, jalan yang Allah larang dalam Al-qur’an. Menjalin silahturahmi dengan perkataan yang baik-baik, dengan persaudaraan yang baik dan dengan kegiatan yang bermanfaat pula seperti gotong royong dan lain sebagainya.

Seperti sabda Rasullulah lebih ba­nyak diam daripada berbicara. Bahkan diam mendatangkan ibadah ditambah pula dengan senyuman akan menda­patkan pahala, yang pastinya diam itu didasarkan karena kekhawa­tiran dan ketakutan berbicara sesuatu yang haram demi mengharapkan pahala Allah SWT.

“Mulutmu Harimaumu”. Lidah berbi­sa bagai lidah ular yang bercabang dua”

Hati-hatilah berbicara, menyam­paikan sesuatu ke publik, ketika salah menyampaikan lidah itu berbisa bagai lidah ular yang bercabang dua. Bahkan dia bisa lebih berbahaya dari pada bisa ular. Lidah juga berubah menjadi binatang buas yang bahkan memangsa tuannya sendiri. Maka ada istilah.

Kedepannya sebagai umat Islam yang cerdas, cermatilah lingkungan, sampikan hal yang perlu disampaikan berdasarkan fakta utrakan opini boleh namun berdasarkan realita yang ada jangan sampai berkata meng ada-ada kan, yang mana nantinya setelah mengada ada akan ada hati yang terlukai, jika itu sudah terjadi akan repot urusan kita di akhirat meminta maaf kepada hati yang telah kita lukai. ***

Penulis adalah mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Sumatra Utara

()

Baca Juga

Rekomendasi