Pesan Alquran Tentang Bencana

Oleh: Datuk Imam Marzuki

ALQURAN telah banyak memperingatkan manusia akan berbagai bentuk bencana yang sewaktu-waktu datang mengancam. Beberapa bentuk bencana yang pernah terabadikan di dalam Alquran adalah sambaran petir, angin topan, gempa, hujan batu kerikil, kemarau panjang, dibutakan secara massal, banjir, hama,. Tentu saja di antara sekian banyak bentuk-bentuk bencana tidak dapat dikaji secara keseluruhan.

“Bencana” di dalam Alquran diung­kapkan melalui delapan terminolo­gi,yaitu:Musibah: hal merugikan yang ditimpakan pada Umat Islam yang beriman. Al-Karb: kesusahan yang dirasakan manusia secara umum. Al-‘Azab: siksa bagi orang yang telah melakukan kesalahan atau dosa baik di dunia maupun akhirat, otoritas mem­berikan Al-‘azab hanya milik Allah. Al-‘Iqab: hukuman bagi orang yang telah melakukan kesalahan atau dosa baik di dunia maupun akhirat. Al-‘iqab dapat dilakukan oleh Allah dan oleh manusia kepada manusia lain sebatas seberapa besar dia teraniaya.

Bala’: ujian/cobaan untuk menguji manusia yang sudah beriman apakah imannya akan meningkat atau tidak. Fitnah: ujian/cobaan untuk menguji manusia apakah ada iman atau memilihinkar dan kufur. al-Ba’sa’: Keadaan buruk yang menyebabkan penderitaan atau kesengsaraan dengan disertai rasa cemas, takut, dan khawatir. Al-Darra’: keadaan buruk yang menye­babkan penderitaan atau keseng­saraan.

Kata-kata ini memberikan kita pemahaman bahwa kita tidak dapat dengan serta merta mengartikan bencana yang ditimpakan adalah azab Allah. Jika seorang yang tidak melaku­kan maksiat namun tetap menjadi korban bencana maka hal ini bukan merupakan azab, namun boleh jadi Tuhan menghendaki akhir hidup yang demikian untuknya dengan memberikan cobaan atau ujian kepadanya.

Ada hikmah dan manfaat dibalik semua benda yang diciptakan Tuhan. Prinsip dasarnya benda apapun dapat menjadi bencana apabila telah melam­paui takaran sewajarnya. Ketika angin telah berhembus dengan kecepatan yang berlebihan dan air telah meluap dari kadar semestinya, akan dapat menjadi petaka. Angin akan menjadi petaka ketika berhembus terlalu kencang, keras, sehingga membawa kerusakan dahsyat.

Begitu pula dengan bencana banjir, diwakili dengan: Sail artinya aliran/arus air yang mengalir di tempat alirannya yang wajar seperti lembah-lembah. Aliran yang telah melebihi takaran dapat mengakibatkan banjir bandang. Seperti yang disebabkan oleh jebolnya bendu­ngan Ma’rib. Air bendungan mengaliri sungai hingga meluap danmembanjiri tempat tinggal mereka, menghancurkan semua yang dilewatinya dan tanam-tanaman atau pepohonan yang ada di sekitar tempat itu.

Setelah air banjir mengering, tanah tempat bercocok tanam yang semu­lanya subur tidak lagi menghasilkan tanaman dan buah yang baik. Semua itu digantioleh Allah dengan pepohonan yang jelek, buah-buahan yang pahit, dan tidakenak rasanya. Al-Tufan adalah banjir yang sangat besar dan dahsyat dengan karakteristik air yang menggu­lung-gulung, memutar, atau pun memi­lih dengan energi yang sangat kuat, sehingga menenggelamkan dan menu­tupi semua materialyang ditemuinya.

Semua riwayat bencana banjir dalam Alquran menceritakan mengenai bencana disebabkan perilaku umat/kezaliman kolektif (perilaku yang diluar batas kemakhlukan dan telah membu­daya di masyarakat). Sehingga bencana tersebut berada dalam konteks al-‘azab dan al-‘iqab Tuhan. Riwayatbanjir pada masa Nabi Nuh, Kaum Saba’, dan Kaum Fir’aun.Dari keseluruhan riwayat ben­cana menyi­ratkan makna bahwa ke­kayaan, kemak­muran, keahlian dalam bidang IPTEK, dan kekuatan ekonomi dan militer sebe­narnya berpotensi meng­­hancurkan ke­kua­tan spiritual dan akhlak ma­syarakat, sehingga berbuat semena-mena (tiranik).

Kecuali jika disertai dengan tumbuh­nyakesadaran dalam dirinya bahwa sumber dari segala sumber kekuatan itu terletak diluar kekuatan manusia itu sendiri dan kekuatan alam, yakni Tuhan Yang Mahakuasa, yang hukum-hukum-Nya harus ditaati. Untuk konteks yang kita hadapi dalam keseharian, di samping perilaku tiranik, kezaliman juga dapat diartikan menganiya diri, keluar­ga, dan anggota masyarakat di bawah pemerintahannya dengan memilih tempat tinggal di tempat yang rawan bencana. Seperti bertempat tinggal di daerah tepian sungai, daerah kerenda­han, daerah pinggir gunung merapi, maupun daerah yang memiliki sirkulasi udara bertekanan rendah. Dan tidak berupaya memperbaiki sistem bangu­nan, pengairan limbah, sungai, tanggul, waduk, dan sebagainya menjadi lebih baik, sehingga dapat mengantisipasi bencana atau meminimalisir kerugian yang ditimbulkan.

Memang sulit untuk mengatakan suatu fenomena alam yang merugikan manusia itu azab atau bukan. Kita baru dapat benar-benar yakin, sampai Allahsendiri yang menyebut fenomena destruktif tersebut merupakan azab-Nya. Kita sebagai manusia hanya dapat menilai seseorang atau suatu komunitas dari tindakannya yang zahir (kelihatan) saja. Apakah dia telah melakukan ke­maksiatanyang menyebabkan ben­cana terjadi sebagai bentuk kemarahan Tuhan ataumelakukan amalan yang diridhai-Nya namun tetap tertimpa bencana sebagai ujianTuhan di dunia.

Solusi logis agar dapat terhindar dan selamat dari bencana adalah jangan menentang ajaran Tuhan, berbuat baiklah kepada sesama dan begitu pula pada diri sendiri. Karena ketika manusia sebagai penyebab bencana adalah dalam wilayah kezali­man.Maka kita bisa berupaya meng­antisipasi bencana dengan jalan taubat dan memperbaiki perilaku terhadap Tuhan, orang lain, lingkungan, dan dirisendiri. Sedangkan untuk wila­yah Ilahiyyah, kita tentu tidak bisa campur tangan terhadap kehendak-Nya.

Betapa Alquran mengandung nilai-nilai universal: kebebasan (alhurriyyah), kemanusiaan (humanistic), keadilan (al-‘adalah), dan kesetaraan (almusawah) bagi penganut ajaran Islam. Dan Alquran tetap relevan untuk menjawab problem-problem kemanusiaan semen­jak zaman dahulu hingga era sekarang. Bencana alam tidak dapat hanya dise­lesaikan oleh penganut salah satu aga­ma saja, tetapi perlu kerjasama dengan penganut agama lain demi keuntungan bersama. Pesan besarnya adalah untuk memperbaiki keadaan maka perbaiki praktek agama baik individu maupun ijtima’i.

Kaum Saba’ maju dalam pertanian, Ad maju dalam kekuatan dan IPTEK, tetapi tidak mengenal Tuhan. Sekarang ada yang ahli dalam bidang batu, membaca raut wajah, ahli bahteri, tetapi tidak kenal dengan Allah. Sedangkan para rasul diutus untuk mengenalkan umat kepada Tuhan. Semoga karya ini, suatu bentuk upaya memperkenalkan ajaran Tuhan agar ajaran agama serta perilaku yang diusung oleh para rasulbisa membudaya di masyarakat. Berhati-hatilah untuk mengatakan bahwa bencana-bencana yang tengah menimpa negeri ini yang datang silih berganti tidak ada sangkut pautnya dengan dosa-dosa kita sebagai bangsa.

Umumnya rakyat masih yakin bahwa itu hanyalah sekadar ujian biasa. Aki­batnya kehidupan berjalan seperti biasa. Penghamburan rezeki Ilahi masih dapat kita saksian di dalam kehidupan kene­garaan kita. Tetapikita perlu ber­hati-hati pula dalam menilai. Jangan mudah mengatakan saudara-saudara kita yang meninggal dan ditimpa musi­bah itu dibenci Tuhan. Yang men­derita itu di­mur­kai Tuhan. Dan yang ber­foya-ber­foya disenangi Tuhan. Didalam Alquran, Allah juga menggu­nakan kata bala’ dan fitnah yang artinya menguji, karena itu jangan cepat-cepat berkata bahwa ben­cana itu murka Tuhan.

Sebagai manusia, kita hendaknya me­miliki sifat toleransi, begitu pula dalam konteks kebencanaan. Jika telah menimpa suatu kawasan, yang menjadi­korban tidak pandang agama, baik itu Islam maupun tidak. Kita tidak mengata­kan bagi non-muslim adalah azab dan bagi umat Islam adalah ujian. Aspek perilaku yang ditekankan disamping aspek keimanan, tidak bisadiabaikan begitu saja. Setiap orang berbeda-beda, ada yang kafir, tetapiperilakunya tidak zalim kepada sosial, dan ada yang muslim, tetapi zalim danserakah terha­dap jabatan dan sebagainya.

Penulis: Dosen UMSU

()

Baca Juga

Rekomendasi