Oleh: M Asri Arief.
KONFIGURASI wilayah Indonesia merupakan kawasan laut yang ditaburi pulau-pulau, baik besar maupun kecil. Letak geografis negara Indonesia yang berada di antara Benua Asia dan Australia, pun di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, menempatkan Indonesia pada posisi yang super strategis. Apalagi sumberdaya kelautan yang ada, menjadikan Indonesia “selalu dilirik” oleh negara-negara lain dari berbagai kawasan. Lirikan bangsa lain tersebut, bisa jadi peluang sekaligus tantangan dalam mewujudkan cita-cita berbangsa.
Sebagai peluang dan tantangan, menjadikan laut berada pada dua sisi yang selalu menarik untuk didiskusikan. Hal tersebut diperkuat dengan ungkapan Sejarawan asal Perancis, Fernand Braude, bahwa laut memungkinkan terwujudnya pengakuan dan persatuan khususnya sebagai sarana perhubungan. Sebaliknya, laut juga dapat menjadi “unsur pemisah” yang sangat hebat.
**
KEBERHASILAN Belanda menguasai perairan Nusantara, terbukti dari keberhasilannya menggiring Indonesia dari pola maritim kemudian fokus pada pola agraria/daratan (kontinental) dan berhasil menguasai Indonesia dengan politik devide at impera (Kata devide bermakna memecah wilayah dengan menguasai laut, impera diartikan menguasai daratan dengan mengadu domba penguasa kerajaan). Padahal zaman kejayaan Sriwijaya, Majapahit dan Bugis-Makassar, sangat terkenal dengan budaya maritim setidaknya dicirikan dengan kuatnya pertahanan laut serta berkembangnya ekonomi perdagangan berbasis laut.
Eksistensi laut, menurut penganut paham determinisme lingkungan adalah pembentuk kebudayaan. Namun bagi penganut ekologi budaya (cultural ecology), laut hanya mempengaruhi sebagian unsur kebudayaan yaitu organisasi sosial, sistem ekonomi serta sistem ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terkait budaya maritim yang berwujud jaringan komunikasi masyarakat antar pulau, menurut Philip D Curtin dan Edward Poelinggomang, justru sudah lama terjalin. Bahkan trade diaspora yaitu jaringan niaga yang diciptakan untuk menarik perhatian khalayak untuk datang di suatu pelabuhan dengan jaminan keamanan dan kemudahan, ternyata cukup ampuh sebagai strategi untuk membina hubungan dagang.
**
SEIRING berjalannya waktu, derap pembangunan kelautan dewasa ini patut didukung oleh seluruh elemen bangsa. Kesadaran politik pemerintah di bidang kelautan, diharapkan mampu melahirkan keputusan-keputusan politik yang akan membawa perubahan sistemik. Kesadaran politik di bidang kelautan, terangkum dalam sejumlah agenda penting yang akan dilaksanakan secara berlanjut. Apalagi pembangunan bidang kelautan bukanlah sektor tunggal, melainkan multi sektor dan multi fungsi sehingga diperlukan sinergi seluruh stakeholder.
Salah satu program krusial di bidang kelautan dewasa ini adalah mengembangkan konektivitas, sebagaimana ditegaskan Presiden Jokowi bahwa konektivitas itu mempersatukan setiap daerah di Indonesia, konektivitas membangun dari pinggiran bukan lagi Jawa sentris melainkan Indonesia sentris. Isu penting konektivitas, mengerucut pada pembangunan Toll Laut dan revitalisasi pelabuhan.
Konektivitas, secara umum diterjemahkan sebagai suatu kejadian yang saling berkaitan antara ruang dan waktu, kemudian dalam konteks maritim diartikan sebagai hubungan dari daerah satu ke daerah lainnya. Undang-Undang Kelautan pun telah mengamanatkan untuk mendorong terciptanya konektivitas, sehingga titik-titik yang menjahit konektivitas itu yang harus diperkuat.
Konektivitas maritim merupakan kunci untuk meningkatkan dan mengembangkan ekonomi kawasan yang berhubungan dengan berbagai infrastruktur, termasuk perbaikan sistem logistik nasional secara menyeluruh dengan harapan biaya logistik mampu dikurangi secara signifikan. Pengembangan konektivitas maritim bertujuan untuk meretas ketimpangan ekonomi, menjadikan transportasi lebih efisien sehingga arus barang antar wilayah lebih simetris dan menekan disparitas harga antar daerah.***
Penulis, pemerhati masalah kelautan dan lingkungan hidup.