Indonesia Perlu Diversifikasi Pasar Ekspor

Jakarta, (Analisa). Lembaga kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai Indonesia perlu melakukan diversifikasi pasar ekspor untuk mengantisipasi dampak negatif perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

Peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, mengatakan diversifikasi pasar sangat diperlukan agar Indonesia tidak tergantung kepada Tiongkok.

Ada baiknya Indonesia juga mulai merambah pasar lain yang tidak kalah potensial, misalnya Afrika dan negara Asia lainnya. Selain itu, pembatasan impor yang dilakukan oleh AS terhadap Tiongkok dapat mendorong perusahaan Tiongkok untuk mencari pasar baru yang memiliki regulasi restriksi impor yang lebih sedikit.

Pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menjadi pilihan alternatif bagi Tiongkok untuk membuka perjanjian perdagangan baru.

“Pemerintah dalam hal ini dapat menyambut masuknya barang dari Tiongkok. Namun juga berdiplomasi untuk kemudahan akses serupa terhadap pasar Tiongkok,” kata Ilman.

Oleh karena itu, menurut dia, Indonesia butuh kebijakan yang mampu memberikan daya tarik bagi investor, seperti insentif pajak dan kemudahan birokrasi.

Dampak langsung dari perang dagang kepada Indonesia lebih banyak dirasakan di awal. Hal ini berdampak pada penurunan ekspor bahan input ke Tiongkok karena menurunnya kemampuan perusahaan di Tiongkok untuk mengekspor ke Amerika Serikat.

Namun hal ini tidak perlu dikhawatirkan jika Tiongkok sudah menemukan pasar alternatif pengganti Amerika Serikat, seperti Uni Eropa dan Asia Tenggara.

“Selain itu, adanya perang dagang memperparah ketidakpastian ekonomi, sehingga berimbas pada menurunnya ketertarikan investor dalam menanamkan modal di negara-negara dengan risiko lebih tinggi, seperti di negara ‘emerging countries’ dimana Indonesia termasuk di dalamnya,” ujarnya.

Ilman menjelaskan setiap kebijakan perdagangan pasti akan memengaruhi neraca perdagangan antarnegara yang terimbas.

Dalam konteks perang dagang AS-Tiongkok, dampak dari perang dagang tentunya dirasakan oleh perekonomian global secara tidak langsung.

Hal ini mengingat bahwa nilai transaksi perdagangan kedua negara hanya sebagian kecil dari seluruh transaksi perdagangan global dengan nilai ekspor kurang dari lima triliun dolar AS.

Dampak yang dirasakan oleh negara lain adalah naiknya harga barang yang diimpor dari Tiongkok dan AS, di mana barang tersebut menggunakan input atau bahan baku dari negara satu sama lain.

Misalnya, apabila Indonesia mengimpor pesawat Boeing dari Amerika Serikat, tetapi pesawat tersebut menggunakan komponen komputer yang diimpor dari Tiongkok, maka tidak menutup kemungkinan harga pesawat tersebut menjadi lebih mahal karena AS telah melakukan pengenaan tarif pada impor untuk barang-barang dari Tiongkok. (Ant)

()

Baca Juga

Rekomendasi