Oleh: Supri Harahap.
Acap kali orangtua siswa datang ke kami di Dinas Pendidikan. Mereka menanyakan bagaimana cara mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP) agar anaknya ikut menerima dana Program Indonesia Pintar (PIP). Katanya, mereka sudah ke sekolah, sudah ke kantor kelurahan, bahkan ada yang sudah ke kantor Dinas Sosial, kemudian mereka disuruh menanyakan/mengurusnya ke Dinas Pendidikan. Ada pula yang datang meminta KIP. Bahkan ada yang meminta dicairkan dananya.
Staf yang menangani (operator) PIP berulang-ulang menjelaskan panjang lebar prosedur untuk memeroleh manfaat PIP di tengah pekerjaan yang terus berkejaran saban waktu: melayani surat mutasi keluar/masuk siswa, memeriksa berkas-berkas untuk meleges ijazah, meleges surat keterangan pengganti ijazah yang hilang, membuat surat dan menelepon sekolah untuk menghadirkan siswa ke berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan antarinstansi/lembaga/organisasi yang dinamikanya bisa 2-3kali sebulan dan kegiatannya seakan tak pernah henti di kota ini. Kami juga menangani persiapan ujian nasional (mengimput data pengikut ujian, persiapan mengikuti ujian berbasis komputer), mempersiapkan pendampingan kurikulum di sekolah sasaran dan seterusnya pekerjaan lain termasuk kegiatan-kegiatan yang didanai APBD. Tak putus pekerjaannya karena seksi kurikulum dan kesiswaan masih berada pada seksi yang sama di kantor kami yang sudah tipe A itu.
Program Indonesia Pintar
Kiranya tulisan ini dapat memberi informasi bagi orangtua dan masyarakat. Semoga pula bisa mengurangi frekuensi penjelasan terus-menerus tentang hal yang sama, prosedur memeroleh PIP yang sudah berjalan empat tahun dengan mekanisme mengalami perberubahan tersebut.
PIP merupakan bantuan tunai yang digunakan untuk kebutuhan personal pendidikan bagi peserta didik miskin atau rentan miskin berusia 6 hingga 21 tahun agar tidak mengalami putus sekolah. Peruntukan biaya personal pendidikan tersebut seperti membeli buku dan alat tulis, pakaian seragam sekolah atau pakaian praktik dan perlengkapan sekolah lainnya (sepatu, tas dan sejenisnya). Bisa juga digunakan untuk membiayai transportasi ke sekolah, uang saku, biaya kursus/les tambahan, biaya praktik tambahan atau biaya magang/penempatan kerja.
Petunjuk Pelaksanaan (juklak) PIP pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah semula diatur pada Permendikbud No.19 Tahun 2016. Karena tak sesuai lagi dengan kebijakan pengelolaan data penanganan fakir miskin sehingga perlu dilakukan petunjuk pelaksanaannya. Maka keluarlah Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor 05/D/BP/2018, ditetapkan 10 April 2018 tentang Juklak PIP pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen).
Pada Peraturan Dirjen Dikdasmen No 05 yang dipakai untuk menjaring peserta PIP tahun 2018 itu dijelaskan bahwa penetapan penerima KIP dilaksanakan berdasarkan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT). Penerima KIP adalah peserta didik yang berasal dari keluarga yang tercatat dalam PBDT yang dikeluarkan oleh kementerian yang menangani bidang sosial (Kementerian Sosial). Data itulah yang diserahkan kepada kementerian yang menangani bidang pendidikan (Kemdikbud) pada awal tahun anggaran.
Data PBDT yang diberikan ke Kemdikbud kemudian dipadankan dengan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) untuk mendapatkan data peserta didik dari keluarga miskin yang tercatat di Dapodik. Hasil pengolahan data ini kemudian ditetapkan sebagai penerima KIP melalui SK Kuasa Pengguna Anggaran. Jadi, peserta didik yang berhak menjadi peserta adalah mereka yang masuk dalam SK penetapan penerima. SK itu dibuat oleh direktorat teknis terkait di Kemdikbud yang diterbitkan secara bertahap.
Data penerima ada juga yang berasal dari usulan satuan pendidikan atau sekolah yang telah divalidasi Dinas Pendidikan dan ditetapkan melalui SK Kemdikbud. Jadi, sekali lagi, SK bukan Dinas Pendidikan yang menetapkannya.
Data yang diSKkan inilah yang kemudian dimasukkan ke dalam rekening buku tabungan Simpanan Pelajar (Simpel) di bank penyalur yakni BRI untuk pelajar pendidikan dasar (Dikdas) yakni SD dan SMP: SD sederajat dengan besaran Rp 450.000 pertahun dan SMP sederajat Rp 750.000 pertahun (dua semester). Sementara BNI untuk pelajar pendidikan menengah (Dikmen) yakni SMA dan SMK sederajat dengan besaran Rp. 1.000.000 pertahun. Bantuan dana PIP nantinya akan langsung masuk ke rekening buku tabungan pelajar.
Jika penerima PIP tahun 2018 adalah penerima PIP tahun 2017 maka aktivasi tabungannya secara langsung oleh Kemdikbud bekerja sama dengan bank penyalur namun kalau belum menerima sebelumnya, aktivasi dilakukan siswa bersama orang tua dengan mengisi formulir AR 01 dari bank yang dilengkapi surat keterangan kepala sekolah serta fotokopi KTP/KK orangtua. Penarikan dana bisa dilakukan siswa dengan membawa kartu/buku tabungan Simpel.Untuk peserta SD dan SMP sederajat didampingi oleh orangtua.
Sebelumnya data penerima PIP ditangani melalui program VirtualAccount (VA). Terjadi migrasi yang menangani tahun 2018 ke rekening tabungan Simpel. Terkadang hal itu bisa berdampak, misalnya ada rekening tabungan namun dananya kosong karena sudah dicairkan pada masa VA.
Dinas Pendidikan tugasnya menginformasikan SK penetapan dari Kemdikbud ke sekolah. Apakah anak adalah peserta penerima bantuan personal pendidikan ini, perlu dipastikan apakah anak-anak itu masuk dalam PBDT dan masuk dalam SK penetapan Kemdikbud. PBDT adalah ranah Kementerian Sosial yang tentu saja datanya ada di Dinas Sosial.
Percepatan Pencairan Dana PIP
Saat ini Kemdikbud terus melakukan monitoring pencairan dana PIP ke daerah atau ke sekolah sampel. Bahkan ke beberapa daerah juga dilakukan program percepatan pencairan PIP. Pihak Kemdikbud turun ke daerah bekerja sama dengan pihak bank penyalur. Menghadirkan kepala sekolah dan pihak Dinas Pendidikan yang menangani. Mengintervensi program agar peserta didik yang belum mencairkan segera harus mencairkannya. Yang belum memiliki buku simpanan pelajar diupayakan bank penyalur menerbitkannya sesuai persyaratan dan ketentuan.
Untuk PIP tahun 2017 limit waktu pencairannya paling lambat dicairkan 31 November 2018. Jika belum dicairkan sampai batas waktu itu maka dananya akan dikembalikan ke kas negara. Oleh karena itu, pihak sekolah terus diminta untuk menyampaikan kepada siswa untuk mencairkan dananya.
Beberapa catatan atas terjadinya hambatan pencairan dana. Contoh, pihak sekolah tidak mengetahui siswa berada dimana karena sudah tamat dan melanjutkan studi ke jenjang selanjutnya. Ada juga keluarga siswa pindah ke daerah lain yang tidak diketahui. Apabila sekolah sudah mencoba mendatangi alamat tetapi keluarga siswa sudah pindah dan tidak diketahui ke mana pindahnya, ini akan mengalami hambatan pencairan.***