Oleh: Sam Edy Yuswanto.
Hidup di tengah masyarakat sangat rentan dengan perbedaan dan perdebatan. Namun, setiap perbedaan yang ada bukan untuk dipersoalkan, apalagi sampai menimbulkan perdebatan tak berujung dan menyebabkan munculnya benih-benih permusuhan. Perbedaan yang ada seharusnya membuat kita makin menyadari tentang pentingnya arti toleransi dalam pergaulan. Menghormati dan saling menghargai satu sama lain adalah sikap yang semestinya dikedepankan agar kerukunan hidup di tengah masyarakat tetap terjaga dengan baik.
Berbicara toleransi, kita perlu belajar pada rumput. Rumput adalah tumbuhan liar yang sering tak dianggap keberadaannya oleh para manusia karena dinilai telah mengganggu kenyamanan. Padahal jika ditelisik, rumput ternyata memiliki filosofi hidup yang menarik dan sarat perenungan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa rumput banyak sekali jenisnya. Namun uniknya, rumput-rumput yang beragam jenisnya tersebut dapat tumbuh dengan subur meski tanpa dipupuk, bahkan saling hidup berdampingan tanpa saling mengganggu.
Meskipun rumput tersebut tumbuh dan saling berhimpitan di dalam satu tempat, misalnya aneka jenis rumput yang tumbuh liar di dalam pot bunga atau di halaman rumah, mereka tetap dapat tumbuh secara bersama tanpa saling menggangu satu sama lain. Bahkan ketika musim kemarau tiba, di saat banyak tanaman mengalami kekeringan dan akhirnya mati, rumput dapat tetap bertahan hidup meskipun secara fisik menjadi kering dan mengalami perubahan warna. Dari sini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya rumput termasuk tanaman yang mampu bertahan hidup dalam kondisi tersulit sekalipun.
Dalam buku Nyomie & Max, Nyoman Sakyarsih menuliskan tentang filosofi rumput yang begitu menyentuh perasaan dan mampu membuat kita belajar darinya. Dalam buku tersebut, Nyoman menguraikan bahwa rumput yang semula berwarna hijau segar, berubah menjadi kecokelatan. Perubahan ini bukan berarti menandakan ia telah mati. Ia hanya berusaha bertahan saat kekeringan. Apabila rumput tersebut dipotong, ia tak patah dan terus bersemangat untuk tumbuh kembali. Bila tanahnya ditimbun dengan semen, ia akan berusaha mencari celah untuk tumbuh lagi. Namun jangan berusaha meracuni tanahnya, karena yang akan mati bukan hanya rumput tapi juga semuanya. Hidup dan berjuanglah seperti rumput walaupun bersaing dengan rumput lain, mereka tak saling melukai.
Saling Menghormati
Kerukunan hidup tidak akan pernah tercipta kecuali jika setiap orang selalu berusaha untuk saling menyayangi dan menghormati satu sama lain. Enyahkan sifat sombong, iri, dan dengki yang kerap bercokol di hati. Bila hati kita bersih dari sifat-sifat semacam ini, niscaya kita akan mudah menerima segala perbedaan yang terjadi di sekitar kita.
Islam mengajarkan kita agar saling menghormati dan menyayangi satu sama lain. Membahagiakan orang lain juga termasuk amal ibadah yang diajarkan dalam Islam. Terkait hal ini, Dr. Muhammad Musa al-Shareef, dalam bukunya yang berjudul Buku Saku Ibadah Hati menjelaskan tentang amal yang paling baik menurut Nabi Muhammad SAW. Amal yang paling baik adalah membahagiakan hati manusia; memberi makan orang yang lapar; menolong orang yang menderita; meringankan kesedihan orang yang bersedih; dan menghapuskan kesalahan orang yang terluka.
Syariat Islam tidak mengajarkan kita hidup mengelompok bersama orang-orang yang satu pandangan atau sepemahaman saja. Islam melarang umatnya untuk memusuhi orang yang tak sepaham dengan kita. Justru Islam mengajak kita agar berusaha melebur dengan beragam karakter manusia, bahkan dengan orang yang berbeda keyakinan (nonmuslim) kita harus bisa saling menjaga, bersikap baik, dan juga saling membantu satu sama lain.
Sayangnya, di era yang semakin berkembang seperti saat ini, pengelompokan-pengelompokan tampak ada di mana-mana. Lebih-lebih jika sudah menyangkut masalah perbedaan politik. Kehidupan orang menjadi terkotak-kotak. Boro-boro saling menghormati pandangan atau pemikiran, yang ada justru mereka saling menjelek-jelekkan satu sama lain, bahkan yang mengerikan adalah: mereka saling menghujat, melempar cacian bahkan fitnah yang begitu keji.
Kita bisa melihat, nyaris setiap hari, ada saja orang-orang yang berdebat atau berselisih paham di media sosial. Perang argumen yang terjadi pun makin memanas saat diwarnai dengan ucapan-ucapan kotor dan kasar. Padahal, sebagian dari mereka adalah termasuk orang-orang yang, katanya, berpendidikan. Sungguh sebuah ironi melihat orang yang bertahun-tahun duduk di bangku pendidikan, pada akhirnya tak memiliki sikap yang mencerminkan sebagai orang-orang berpendidikan.
Ada baiknya kita kembali merenungi filosofi rumput. Belajarlah seperti rumput sebagaimana diungkapkan oleh Nyoman Sakyarsih. Meskipun mereka hidup bersaing dengan jenis rumput lainnya dalam satu tempat, akan tetapi mereka mampu hidup bersama dan tidak saling melukai.
Introspeksi Diri
Menurut saya, agar kerukunan hidup dapat terus terjaga, setiap orang harus terus melakukan introspeksi diri. Introspeksi di sini artinya kita berupaya merenungi dampak negatif yang ditimbulkan jika setiap orang mengedepankan egonya masing-masing. Biasanya, orang yang selalu mengedepankan egonya, ia akan berusaha memaksa orang lain agar sependapat dengannya, agar mengikuti kehendaknya, dan seterusnya. Bila orang lain tak mau menuruti kemauannya, ia akan marah dan memusuhinya. Lantas, terjadilah perpecahan di tengah masyarakat. Itulah sedikit gambaran dampak buruk yang akan terjadi jika seseorang selalu mengedepankan ego dan hawa nafsu, tak mau menerima perbedaan, dan enggan menghormati sesama.
Selain itu, setiap orang juga harus berupaya kembali mengingat bahwa Tuhan tidak menyukai perselisihan di antara hamba-hamba-Nya. Bahkan Tuhan akan memutuskan hubungan dengan hamba yang tega memutuskan hubungan dengan saudaranya. Saya yakin, bila kita selalu berusaha melakukan introspeksi diri atau merenungi dampak negatif tersebut, maka kita dapat mempertahankan kehidupan rukun dan harmonis dengan sesama.***
*Penulis adalah alumnus STAINU Kebumen.