Bulan Pengurangan Risiko Bencana

Oleh: Kusmin.

Menjadi sebuah prestasi bagi Sumatera Utara yang menjadi lokasi Bulan Pengu­ra­ngan Risi­ko Bencana (PRB) pada 19 - 26 Oktober 2018 dalam event nasional, se­telah sukses dilaksanakannya MTQ N­a­sio­nal ke-27. Kegiatan ini dilaksa­nakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Ben­cana Na­sio­­nal bekerja sama dengan BN­PB Daerah Su­mut. Rencana ini sudah dica­nangkan, jauh sebelum terjadi musi­bah bencana di Lombok dan Palu. Benar adanya, ada bencana besar yang telah menimpa Palu, Sigi, Parigi Moutong, Donggala, Lombok, NTT, dan beberapa daerah lainnya. Serta berbagai bencana besar dan kecil lainnya yang terjadi di tanah air; apakah itu banjir, tanah longsor, ancaman kekeringan. Hal itu lumrah terjadi di Indonesia, yang me­ru­pakan salah satu wilayah rawan ben­cana. Untuk itulah, diperlukan upaya untuk mengurangi risiko bencana tersebut.

PRB merupakan rangkaian upaya yang dilaku­kan secara sistematis untuk meng­ana­lisis risiko-risiko dampak bencana ter­hadap kehidupan dan penghidupan ma­nu­sia. Sejak Tahun 2009, UNISDR (United Nations International Strategy for Disas­ter Reduction) menetapkan tanggal 13 Ok­tober sebagai hari peringatan PRB inter­nasional sebagai pengingat bersama atas ke­majuan, keberhasilan, dan capaian da­lam meningkatkan ketangguhan bencana.

Di Indonesia, Bulan Peringatan PRB te­lah menjadi agenda nasional dan dilak­sa­na­­­kan secara berturut di berbagai kota besar yaitu di Kota Mataram, NTB (2013), Kota Beng­kulu (2014), Kota Surakarta, Jawa Te­ngah (2015), Kota Manado, Su­la­we­si Utara (2016), dan Sorong, Papua Barat (2017).

Untuk tahun ini, rangkaian kegiatan dilaksanakan di Kota Medan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo, dan Kabu­pa­ten Samosir. Kegiatan ini juga sangat didukung dan diapresiasi oleh Gubernur Su­mut Edy Rahmayadi. Bahkan, Pemerin­tah Provinsi Sumut siap mengerahkan seluruh potensi yang ada untuk menyuk­ses­kan rangkaian acara ini. Peringatan Bu­lan PRB Nasional tersebut meliputi berbagai kegiat­an, yakni Jambore Nasio­nal Penanggu­la­ngan Bencana, Aksi Sosial, Pameran Ke­ben­canaan, Lari 10-K, Lomba Menggambar dan Mewarnai, Knowledge Sharing, Talkshow, Spe­cial Ses­si­on dan Technical Event. Juga ada Pun­cak Peri­nga­tan Bulan PRB 2018, Pelatihan Mana­je­men PB untuk Pengam­bil Keputusan, serta Field Trip dan Rally di kawasan Da­nau Toba.

Event-event seperti ini harus diman­fa­atkan untuk mempro­mosikan potensi wi­sata, seperti Danau Toba dan destinasi wi­sata lainnya. Sehingga semakin banyak wi­satawan yang datang ke daerah ini. Apalagi, Peringatan Bulan PRB Nasional Tahun 2018 ini pesertanya ribuan, yang datang dari seluruh Indonesia. Hal ini juga bisa dijadikan instrumen untuk "men­jual" Sumatera Utara. Diperlukan kesiapan untuk menggelar acara ini dengan baik.

Selanjutnya, pemahaman terhadap PRB harus bisa di­mafhumkan kepada kha­layak ramai. Artinya, masyarakat umum ha­rus mengetahui dengan baik langkah apa­pun yang akan dilakukan pada tahap pence­gahan, penanganan, dan per­baikan­nya. Tidak jarang, masyarakat yang terlan­jur panik saat terjadinya bencana. Hal itu lumrah; wajar saja. Hal itu di­karenakan tidak adanya kesiapan mental da­lam meng­hadapi kondisi yang drastis ber­beda dari kondisi yang biasanya. Dengan kon­disi panik, maka akan mem­buat tindakan yang semakin kurang ter­kontrol, dan pada akhir­nya hanya akan meru­gikan diri sen­diri. Padahal jika disikapi dengan ke­ma­­tangan emosional, maka akan bisa dila­kukan berbagai langkah yang dilaku­kan untuk mengatasi persoalan yang sedang dihadapi.

Pengurangan risiko bencana merupa­kan sua­tu konsep dan praktik untuk me­ngu­rangi ri­siko-risiko bencana melalui ber­­bagai upaya yang sistematis untuk meng­analisis dan me­nge­lola faktor-faktor penyebab bencana, ter­masuk melalui pe­ngu­­rangan keterpaparan ter­hadap an­cam­an bahaya, pengurangan ke­rentanan pen­duduk dan harta benda, pe­ngelolaan lahan dan lingkungan secara bijak, dan pening­kat­an kesiap-siagaan terhadap peristiwa-pe­ristiwa yang merugikan.

Pada intinya bisa dilihat bahwa ada em­pat aktivitas yang harus dilakukan dalam PRB ini. Pertama, mengidentifikasi risiko dan tingkat kerentanan. Yang perlu di­identifikasi antara lain jenis atau sifat ben­cana, lokasi, berapa besar tingkat ke­kua­tannya (intensitas), jangka waktu dari ben­cana-bencana sebelumnya untuk bisa me­lihat tingkat probabilitas atau frekuensi tim­bulnya ancaman atau risiko bencana. Ke­adaan dan tingkat kerentanan dari ma­sya­rakat dan sumber daya lainnya terma­suk infrastruktur juga harus diidentifikasi.

Kedua, mengkaji risiko dan tingkat kerentanan. Dalam tahapan ini risiko yang ada harus dianalisis untuk melihat berapa besar tingkat bahayanya, begitu pula ting­kat keren­tanannya harus dianalisis untuk dapat mengetahui kapasitas dari ma­sya­rakat dan sumber daya yang tersedia untuk me­ngu­rangi risiko atau dampak dari ben­cana.

Ketiga, mengevaluasi risiko dan tingkat ke­rentanan. Risiko dan tingkat kerentanan ter­sebut harus dievaluasi untuk menen­tu­kan risiko mana yang memerlukan prio­ritas dan penanggu­langan. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan agar tindakan yang dilakukan bisa menekan sekecil mungkin risiko yang mungkin terjadi.

Keempat, pelaksanaan PRB ber­da­sar­kan evaluasi yang dibuat. Hal ini harus di­la­kukan sesuai dengan strategi dan teknik yang sudah dirumuskan. Langkah-langkah yang telah dirumuskan itu menjadi acuan un­tuk tindakan pengurangan risiko ben­cana.

Sejalan dengan itu, bagi Badan Penang­gu­langan Bencana, pada level manapun, hen­daknya secara berkala dapat "mem­per­kenalkan" berbagai bencana yang mung­kin terjadi di suatu daerah tertentu. Hal itu dilakukan dengan simulasi peristiwa ben­cana. Sungguhpun hanya sekadar si­mulasi, hal ini sangat membantu dalam upa­ya menyiapkan mental masyarakat da­lam menghadapi bencana alam yang ter­jadi. Hal ini dengan mudah di­li­hat bagai­mana Jepang yang kerap kali mengadakan kegiat­an simulasi jika terjadi gempa bumi. Masyarakatnya dilibatkan secara aktif dan menyeluruh. Diciptakan kondisi yang seperti kejadian sesungguhnya. Dengan begitu, masyarakat sudah terbiasa menyi­kapi kondisi yang gawat-darurat.

Hal yang sama juga sangat urgen untuk masyarakat Indo­nesia. Terlebih memang negeri ini sangat rentan dengan ber­bagai bencana. Setiap jengkal negeri ini seperti­nya bisa memberi kontribusi terhadap ben­cana alam dan kondisi yang sangat mung­kin menimbulkan bencana besar. Banjir, ban­jir bandang, abrasi, erosi, tanah long­sor, kebakaran lahan dan gedung, gempa bumi dan tsunami, bahkan berbagai ben­cana lainnya masih tetap mengintai ma­sya­rakat Indonesia yang memang men­diami wilayah yang sangat rawan bencana.

Masyarakat Indonesia harus disadarkan bahwa di manapun kita berdomisili, ancaman bencana itu tetap ada. Sebelum bencana terjadi, tentunya dilakukan dengan upaya pencegahan dan pengenalan ke­mung­kin­an bencana. Kemudian pada saat bencana itu terjadi masyarakat juga harus bisa memahami kondisi yang sedang terjadi. Lalu yang terakhir, adalah bagai­mana upaya mengatasi keadaan setelah bencana itu berakhir. Kesadaran terhadap ancaman kehadiran bencana ini merupa­kan langkah awal yang harus dilakukan secara massif dan berkelanjutan. Secara mas­sif; harus melibat­kan semua orang dan semua instansi. Berkelanjutan; harus di­lakukan secara berkala dalam kurun waktu tertentu.

Adalah pandangan yang keliru, jika me­ngatakan bahwa kegiatan simulasi ter­jadinya bencana adalah sesuatu yang per­cuma. Tentunya tidak. Karena dengan ke­giatan simulasi itu kesadaran dan kewas­pa­daan bencana alam akan semakin me­ning­­kat. Pada titik kulminasinya, kondisi ini akan mengurangi risiko bencana. Akan se­makin minimal korban bencana yang ter­dampak.

Semoga kegiatan Bulan PRB ini memberi manfaat yang besar bagi masya­ra­kat Indonesia, khususnya bagi daerah yang terdampak bencana alam. Kiranya, suk­ses yang luar biasa juga bisa dicapai oleh Sumatera Utara.***

* Penulis adalah Sekretaris Dinas Perhubungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara

()

Baca Juga

Rekomendasi