Oleh: Rhinto Sustono
SEBAGAI kota baru, 100 persen bergaya peradaban kota di Eropa, perpindahan Kota Medan (saat awal didirikan) dari Labuhan Deli ke kawasan sekitar Lapangan Merdeka pada akhir abad 19, alasan utamanya adalah masalah banjir. Labuhan Deli tidak bisa dikembangkan menjadi kota modern karena kerap terancam banjir.
Tak heran, sejak didirikan, Kota Medan dibangun sebagai kota antibanjir dengan memilih lokasi yang berdekatan dengan dua alur sungai, Sungai Deli dan Sungai Babura. Tujuannya kedua sungai bisa cepat mengurai banjir. Maka perencanaan dan desain pembangunannya, pada masa silam melibatkan ahli-ahli pengelolaan banjir dari Belanda.
Pemko Medan era zaman Belanda – sepuluh tahun sejak Medan diresmikan sebagai kota pada 1 April 1909 – melibatkan berbagai pakar dari Eropa, telah memiliki dokumen pengelolaan banjir yang menakjubkan. Jalur riol berbagai ukuran dan berbagai kedalaman layaknya lorong-lorong rahasia, pun dibangun di bawah tanah Kota Medan.
Sejarawan Ichwan Azhari mengungkapkan hal itu kepada wartawan belum lama ini. Bahkan dengan perencanaan matang tersebut, Medan diprediksi menjadi kota antibanjir hingga 200 tahun ke depan (sampai tahun 2109). Tapi mengapa justru baru pada kisaran seabad Kota Medan selalu dikepung banjir?
Berkurangnya hutan di hulu sungai, pembangunan gedung-gedung di bantaran sungai, minimnya area resapan air, peradaban urban yang membuang sampah ke alur sungai, dan mandegnya koordinasi lintas sektoral di internal Pemko Medan, menjadi penyebab jamak yang akut. Sehingga air hujan tidak bisa ditahan di gunung dan tumpahannya langsung mengalir ke sungai. Sungai yang sudah menyempit akibat pembangunan gedung dan dangkal, akhirnya tak lagi mampu menampung debit airnya yang tinggi.
Limpahan air inilah yang kerap mengepung kawasan Kota Medan. Banjir tak terelakan. Lalu bagaiamana dengan fungsi kanal yang dibangun dengan dana miliaran rupiah? Bagaimana pula dengan drainase di pemukiman dan di sepanjang kanan-kiri ruas jalanan kota? Hampir semua dipenuhi sampah. Normalisasi drainase sekadar berkutat pada konsentrasi proyek yang menguntungkan pihak tertentu.
Hampir semua walikota yang pernah menjabat tak punya ide cemerlang mengatasi banjir Kota Medan. Padahal sebagai kota modern, semestinya Kota Medan punya recana tata ruang kota yang berkelanjutan, khususnya dalam mengantisipasi dan menangani banjir.
Teknologi Kekinian
Tata ruang menjadi bagian terpenting dalam dunia arsitektur. Tak ayal, penataan kota antibanjir juga perlu didesain dengan mengadopsi teknologi kekinian. Beberapa negara dengan kota rawan banjir, seperti dikutip dari situs Thoughtco (Minggu, 18/2) merangkum sejumlah kota besar di dunia yang kini memiliki teknologi mukhtahir pengendali banjir.
Di negeri Ratu Elizabeth II, para insinyurnya merancang penghalang banjir bergerak inovatif untuk mencegah banjir di sepanjang Sungai Thames (Thames Flood Barrier). Teknologi ini terdiri 9 gerbang baja berongga dengan panjang 520 meter di sepanjang sungai.
Ketika terbuka, gerbang ini memungkinkan air di Sungai Thames mengalir bebas, bahkan bisa dilewati kapal. Saat tertutup, pintu diputar ke atas sampai mereka memblokir aliran sungai. Meski berongga, ketebalan bajanya mencapai 1,6 inci dengan rentang 61 meter dan masing-masing beratnya 3.200 ton.
Gerbang ini akan terisi air saat terendam dan muncul dipermukaan sungai ketika sedang kosong. Gerbang penghalang Thames dibangun antara 1974 dan 1984 dan telah ditutup dalam mencegah banjir lebih dari 100 kali.
Jepang tak mau ketinggalan, negara kepulauan dengan sejarah panjang soal banjir ini, melindungi wilayah pesisirnya dengan mengembangkan sistem saluran kanal dan pintu gerbang yang kompleks. Pascabencana banjir pada 1910, Jepang mulai menemukan cara melindungi dataran rendah di sekitar Tokyo.
Maka dibangunlah Iwabuchi Floodgate atau Akasuimon (Red Sluice Gate) yang dirancang pada 1924 seorang arsitek Jepang (yang juga bekerja di Terusan Panama), Akira Aoyama. Gerbang air ini dikendalikan motor aqua-drive (tekanan air otomatis) yang menciptakan kekuatan untuk membuka dan menutup gerbang sesuai kebutuhan. Motor hidroliknya tidak menggunakan listrik, sehingga tidak terpengaruh oleh gangguan listrik yang bisa terjadi saat badai.
Belanda yang 60 persen populasinya hidup di bawah permukaan laut, tak pelak sistem pengendalian banjirnya juga harus andal. Periode 1950 dan 1997, Belanda mendirikan Deltawerken (the Delta Works), sebuah jaringan bendungan, pintu air, kunci, tanggul, dan penghalang badai yang canggih.
Salah satu proyek Deltaworks yang paling mengesankan adalah Eastern Scheldt Storm Surge Barrier (Oosterschelde). Bukan bendungan konvensional, namun yang dibangun justeru penghalang dengan gerbang bergerak. Ketika Eastern Scheldt Storm Surge Barrier selesai dibangun pada 1986, ketinggian air laut berkurang dari 3,40 meter (11,2 kaki) menjadi 3,25 meter (10,7 kaki).
Proyek Deltaworks lainnya adalah Maeslantkering (Maeslant Storm Surge Barrier) di perairan Nieuwe Waterweg antara Kota Hoek van Holland dan Maassluis. Selesai dibangun pada 1997, teknologi pengendali banjir ini merupakan salah satu struktur bergerak terbesar di bumi. Saat air pasang, dinding yang terkomputerisasi langsung menutup rapat dan tangki air memenuhi penghalang. Berat air mendorong dinding dengan kuat ke bawah dan membuat air tidak lewat.
Satu dari tiga tempurung bergerak (bendungan) di sepanjang Sungai Rhine, yakni The Hagestein Weir. Bendungan ini selesai dibangun pada 1960 dan memiliki dua gerbang lengkung yang sangat besar untuk mengendalikan air dan menghasilkan tenaga di Sungai Lek dekat Desa Hagestein. Gerbang ini membentang sepanjang 54 meter dengan engsel terhubung ke beton abutment.
Bercermin dari teknologi yang diterapkan di ketiga negera itu, selayaknya Pemko Medan segera menggagas teknologi yang mumpuni untuk menjawab soalan banjir. Benar normalisasi drainase kerap dilakukan, namun banjir tetap terjadi.
Hal tak boleh diabaikan, dalam perencanaan teknologi antibanjir, sebaiknya juga Pemko Medan dengan menganalisis aspek hisoris banjir yang terjadi. Jika tidak, solusi masalah banjir hanya parsial, Kota Medan akan tetap tergenang air apalagi saat musim hujan seperti sekarang.