Merindukan Makkah

• Oleh: Yuni Naibaho S Sos

Makkah, atau Makkah al-Mukarramah, merupakan sebuah kota utama di Arab Saudi. Kota ini menjadi tujuan utama kaum muslimin dalam menunaikan ibadah haji dan umroh. Di kota ini terdapat sebuah bangunan utama yang bernama Masjidil Haram dengan Ka'bah di dalamnya. Bangunan Ka'bah ini dijadikan patokan arah kiblat untuk ibadah salat umat Islam di seluruh dunia. Kota ini merupakan kota suci umat Islam dan tempat lahirnya Nabi Muhammad SAW. (Wikipedia).

Untuk datang ke Makkah beri­ba­­dah haji dan umroh, menjadi dambaan umat Islam yang beriman. Tapi tidaklah pula menjadi hal yang mudah bagi umat untuk melak­sa­nakan rukun Islam kelima itu ka­rena diwajibkan bagi Muslim yang mampu untuk menjalankannya.

Dalam buku Ensiklopedia Islam Al Kamil yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri dijelaskan bagaimana maksud dari berhaji bagi yang mampu. Yaitu, jika ia sehat jasmani, mampu untuk pergi, terdapat bekal dan kendaraan yang dapat mengantarnya untuk menu­naikan ibadah haji tersebut. Dan pulang kembali setelah terpenuhi segala kewajibannya seperti utang-utang, juga adanya nafkah untuk keluarga yang diting­galkannya. Dan apa yang dia miliki melebihi dari kebutuhan primer­nya.

Barangsiapa yang mampu kare­na ada harta dan sehat jasmani, ma­ka ia wajib menunaikan haji untuk dirinya. dan barangsiapa ada harta akan tetapi lemah fisiknya, maka wajib baginya untuk mencari orang lain untuk menghajikan dirinya.

Dan barangsiapa yang sehat fisiknya akan tetapi tidak tidak mempunyai harta maka ia tidak diwajibkan berhaji. Tetapi jika ia lemah dalam harta dan fisik maka gugurlah kewajiban untuknya.

Dibolehkan bagi siapa yang tidak mempunyai harta atau uang untuk menerima zakat mal (harta) dan menggunakannya untuk ber­haji, karena haji termasuk dalam golo­ngan fii Sabilillah (perjuangan da­lam jalan Allah subhanahu wa ta’ala).

Karena ada keterbatasan dalam pelaksaan ibadah haji/umroh, banyak umat Islam yang berupaya berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar mendapatkan “unda­ngan” untuk menjadi tamu Allah di Tanah Suci Makkah dan Madi­nah. Bahkan sering kita dengar dan ketahui, beberapa umat Islam yang secara ekonomi tidak mampu tapi bisa pergi beribadah ke Tanah Suci dengan izin dan bantuan Allah yang secara nalar manusia hal itu tidak mungkin. Tapi bagi Allah SWT tidak ada hal yang tidak mungkin atas izinNya, “Kun fayakun” terjadi maka terjadilah!.

Bagi saya pergi ke Tanah Suci melakukan ibadah umroh pada dua tahun lalu, merupakan berkah yang paling besar dalam hidup yang diberikan Allah SWT kepada saya dan ibunda. Berada pada ekonomi keluarga yang sederhana, kami bisa mengumpulkan uang untuk pergi ibadah umroh.

Rasa kebahagiaan dan takjub yang luar biasa bisa sampai ke kota Rasulullah Madinah dan beribadah ke Makkah terus menyelimuti hati. Dari melihat maqam Rasulullah, berziarah, hingga umroh ke Mak­kah melihat Kabah yang menjadi kiblat umat Islam seluruh dunia, membuat tubuh gemetar, rasa tak­jub merasakan kekuasaan Allah SWT yang begitu besar. Bahkan rasa kebahagiaan itu terus terasa hingga sekarang dan sehingga meng­­hadirkan rasa rindu yang sa­ngat dlaam untuk bisa kembali ke Tanah Suci menjadi tamu Allah dan Rasulullah.

Ternyata rasa rindu untuk me­ng­in­jakkan kaki di Tanah Suci tidak hanya berlaku bagi umat Islam yang sudah pernah ke sama, tapi yang belum pernah berkun­jung, hati mereka senantiasa dipe­nuhi kerin­duan untuk menjadi tamu Allah.

Tak heran jutaan umat Islam berkumpul di Makkah untuk me­lak­sanakan ibadah haji setiap tahun­nya. Sementara di luar musim haji, jutaan muslim dari berbagai penjuru dunia juga senantiasa ber­ziarah ke Baitullah. Sepanjang tahun Kakbah tak pernah sepi dari umat manusia untuk meraih ridha-Nya.

Ternyata keinginan rindu ingin ke Tanah Suci tak lepas dari doa Nabi Ibrahim as kepada Allah SWT yang pernah meminta agar Ka’bah menjadi yang dirindukan oleh selu­ruh keturunannya, selain dari perin­tah Allah yang mawajibkan berhaji sebagai rukun Islam yang ke lima.

Dalam Alquran surat Ibrahim ayat 37, nabi Ibrahim berdoa “Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim: 37).

Dari ayat ini dijelaskan, dari Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Allah mewajibkan haji ke Baitullah di mana Allah menempatkan anak keturunan nabi Ibrahim dan Allah menjadikannya suatu rahasia mengagumkan yang memikat di hati.”

“Yaitu orang berhaji (ke Kak­bah) dan tidak ditunaikan terus menerus, namun setiap kali seorang hamba pergi bolak-balik ke kakbah maka semakin bertambah kerin­duannya, semakin besar kecin­taannya dan kerinduannya“ (Taisir karimir rahman : 427)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka tak heran jika umat muslim yang belum pernah ke tanah suci ingin sekali datang, dan yang sudah pernah ingin kembali lagi, semen­tara yang sudah berhaji ingin datang saat musim haji meski hanya menjadi petugas kebersihan. Betapa mulianya rumah Allah SWT ini.

Kerinduan pada tanah suci adal­ah kerinduan menembus batas wak­tu dan ruang. Karena di sanalah napak tilas keteladanan Ibrahim dan Ismail dapat kita resapi. Di sanalah jejak romantika kehidupan Rasulullah dan para sahabat kita dapati. Maka demi Allah, rindu pada tanah Mekah yang suci dan kota Madinah yang terberkahi adalah pola rindu yang harus tetap ada dalam hati, tak peduli apa dan bagaimana kondisi kita. Wahai Allah, perkenankanlah kami berziarah di rumah-Mu dan kota rasul Mu, Aamiin…

()

Baca Juga

Rekomendasi