Deteksi Cepat Limfoma

Oleh: Ramen Antonov Purba. TANGGAL 15 September 2019 di­peringati sebagai Hari Peduli Lim­fo­ma Sedunia. Limfoma salah satu je­nis kan­ker yang angka kejadiannya terus meningkat. Data Glo­bo­can 2018, 35.490 orang In­donesia di­diag­nosis limfo­ma 5 tahun terakhir, 7.565 me­ninggal dunia. Limfoma ada 2 jenis, yakni limfoma Hodg­kin dan limfoma non-Hodg­kin. Tahun 2018, kasus baru non-hodgkin limfoma  14.164 orang memiliki pre­valensi 4,57 %.

Non-hodg­kin limfoma peringkat ke-7 penyakit kan­ker di Indonesia, di bawah kanker payudara, serviks, pa­­ru-paru, usus, prostat, ovari­um, ha­ti, dan nasofaring. Pe­ningkatan yang signifikan ten­tu memiliki pe­nye­bab. Deteksi cepat penting guna me­nekan peningkatan keja­dian Lim­foma. Jangan sam­pai terlambat. Ja­ngan sampai salah penanganan. Ke­se­hatan harus dijaga sedari dini. Ja­ngan sampai timbul penye­salan ka­rena penanganan yang tidak tepat dan terlam­bat.

Data Kemenkes RI, 1.000 orang se­tiap hari di dunia, di­diagnosis lim­foma. Berda­sarkan referensi ahli, lim­fo­ma kanker yang muncul da­lam sistem limfatik yang menghu­bung­kan kelenjar limfe atau kelenjar ge­tah be­ning. Limfoma dapat dikata­kan sebagai kanker getah be­ning. Lim­foma terjadi karena perubahan atau mutasi pada DNA sel limfosit. Sehingga pertumbuhannya menjadi tidak terkendali.

Penyebab mutasi belum di­ketahui se­cara pasti, yang perlu diwaspadai fak­tor resi­ko yang menjadi pemicu. Un­tuk limfoma Hodgkin ter­jadi pada penderita berusia 15-30 tahun dan di atas 55 ta­hun. Limfoma non-Hodg­kin meningkat seiring usia, khu­susnya usia di atas 60 ta­hun. Me­reka yang pernah meng­alami demam kelenjar dikatakan lebih berisiko mengalami limfoma Hodg­kin. Ri­siko terkena limfoma akan mening­kat jika memi­liki anggota keluarga inti (ayah, ibu, atau saudara kan­dung) yang menderita limfo­ma. Faktor kelebihan berat badan juga berpengaruh.

Faktor resiko yang menja­di pe­micu haruslah diwaspa­dai. Terkait usia tak dapat di­hindari. Tetapi de­ngan tetap menjaga agar tubuh tetap bu­­gar dengan rajin berolah raga ten­tu­nya sangat disarankan. Selain itu pola makan juga diperhatikan. Ja­ngan mema­kan makanan yang ba­nyak mengandung penyedap.

Terkait tingginya resiko berda­sar­kan faktor keturunan juga dapat direkayasa dengan menjaga kon­disi dan keseim­bangan tubuh. Se­misal, seca­ra intensif melakukan te­rapi dan konsultasi dengan tenaga ke­sehatan. Sehingga langkah an­tisipasi dapat sesegara mungkin dila­kukan, jika ada indikasi ke arah limfoma.

Untuk anak muda dalam hal ini usianya masih remaja dan pemuda juga harus me­ma­hami pentingnya ke­­sehat­an dengan menjaga kebugar­an tubuh melalui olah raga. Juga sa­ngat wajib memper­ha­tikan pola ma­kan. Jangan terlalu banyak meng­kon­sum­si makanan berpenyedap dan tidak terjamin kebersihan­nya. Ter­lebih saat ini makan­an cepat saji ba­nyak beredar di pusat perbelan­jaan tempat anak muda nongkrong.

Tingginya tingkat limfo­ma men­jadi tugas pemerin­tah untuk mela­ku­kan sosiali­sasi. Pemerintah harus me­nyam­paikan kepada masya­ra­kat bagaimana mendeteksi. Pemerintah juga harus meng­informasikan ke­pa­da masya­rakat untuk datang ke orang yang tepat. Maksudnya kepa­da tenaga medis dalam hal ini dokter.

Jangan mendatangi jalur yang tidak tepat, semisal pa­ranormal, du­kun dan seje­nis­nya. Untuk men­de­teksi pe­nya­­kit tersebut haruslah de­ngan menggunakan alat me­dis yang standard pemeriksa­an­nya me­mang telah diatur. De­ngan demikian, pe­ning­­kat­an terjangkit dan mende­ri­ta limfoma dapat dimini­mal­kan.

Berdasarkan berbagai re­ferensi, gejala utama pende­ri­ta limfoma tum­buhnya ben­jolan. Benjolan tidak terasa sakit. Umumnya mun­cul di le­her, ketiak, dan se­langkangan. Ada gejala lain yang mungkin dirasakan. Beberapa di antaranya: selalu me­rasa lelah, berkeringat ma­­lam hari, demam dan menggigil, sering meng­alami infeksi, batuk tidak kunjung sembuh atau terengah-engah, gatal di seluruh tubuh.

Kemudian tidak nafsu ma­kan, per­darahan yang parah, misalnya haid de­ngan volume darah berle­bi­han atau mimi­san, pem­bengkakan pe­rut, sa­kit perut, batuk atau gang­guan pernapasan, dan sakit dada. Ji­ka merasa tubuh ter­dapat gelaja yang demikian harus segera melakukan pe­­meriksaan. Deteksi sedini mung­kin akan memperjelas. Jangan di­diamkan dan ujung-ujungnya ketika diperiksa, limfoma sudah parah.

Langkah awal dalam me­nentukan dengan melakukan penggalian ter­hadap gejala yang mendera. Se­misal me­na­nyakan gejala penyakit, ri­wayat penyakit sebelum­nya, dan ri­wayat penyakit dalam keluarga, serta melalui pemeriksaan fisik. Da­pat di­la­kukan serangkaian peme­rik­saan yang meliputi:

1. Pemeriksaan darah dan urine. Melalui pemeriksaan ini, diketahui kondisi ke­sehatan pasien secara umum.

2. Foto Rontgen, CT scan, MRI, dan PET scan. Diguna­kan untuk me­lihat tingkat penyebaran limfoma.

3. Biopsi untuk meng­am­bil sam­pel kelenjar getah be­ning yang mem­bengkak serta sumsum tulang.

4. Rontgen dada guna me­meriksa   penyebaran limfo­ma ke paru-paru. Biopsi, foto Rontgen, CT scan, MRI, dan PET scan juga  memban­tu dalam menentukan stadium serta tingkat perkem­bangan limfoma. Kembali mengingatkan agar deteksi cepat akan menyelematkan.

Penanganan

Jika berdasarkan hasil pe­me­riksaan memang ada lim­fo­ma da­lam tubuh, tentunya harus dilakukan pe­nanganan yang cepat, tepat, dan aku­rat. Pengobatan limfoma tidak sa­ma ba­gi tiap penderita. Ca­ra pena­nga­nan ditentukan berdasarkan kon­disi kesehat­an, usia, jenis, dan stadium lim­foma yang diderita oleh pasien. Untuk limfoma non-Hodg­kin misal­nya, tidak se­mua membutuhkan pena­ngan­an medis secepatnya.

Apa­bila limfoma terma­suk je­nis yang lambat ber­kem­bang, dapat me­nunggu dan melihat perkembang­an­nya terlebih dahulu. Bahkan ada lim­foma non-Hodgkin stadium dini de­ngan ukuran kecil yang dapat diatasi mela­lui prosedur pengangkatan pa­da saat dilakukan biopsi, se­hingga pasien tidak mem­butuhkan pena­nganan lebih lan­jut.

Inti dari segalanya adalah deteksi dini dengan cepat dan segera mela­ku­kan konsultasi dengan pihak yang te­pat. Pe­nanganan yang tepat dan de­­teksi yang cepat hanya dapat dila­kukan melalui jalur me­dis. Hanya me­dis dalam hal ini pihak kesehatan yang da­pat melakukan langkah pe­na­nganan secara efektif dan tepat.

Pastikan penderita mela­ku­kan pe­meriksaan kesehat­an secara ber­ka­la, selama mau­pun setelah menjalani pe­ngo­batan. Sehingga dapat dipan­tau kon­disi secara ber­ka­la, tetapi yang ter­penting lebih baik mencegah dari­pada mengobati. Karenanya, jagalah kese­hatan sehingga penyakit tidak datang untuk hinggap di tubuh kita. Jaga ke­bugaran tubuh dan jaga po­la makan.

(Penulis pemerhati masa­lah kesehatan, sosial, dan lingkungan hidup)

()

Baca Juga

Rekomendasi