Hari pahlawan di samping menjadi momentum menghormati dan menghargai jasa para pahlawan bangsa, juga menjadi saat tepat untuk memantik jiwa kepahlawanan dalam diri kita. Menjadi pahlawan kini tak meski harus dengan berperang mengangkat senjata. Kepahlawanan di era kekinian adalah tentang bagaimana kita memiliki kesadaran untuk berkorban demi sesama.
Di buku berjudul Pengantar Harapan, Penyemai Karya ini, kita disuguhi kisah orang-orang luar biasa yang telah berkorban untuk membuat keadaan di sekitarnya menjadi lebih baik. Di tengah kondisi bangsa yang dibelenggu pelbagai persoalan ini, kehadiran mereka seperti kembali melahirkan optimisme dan harapan dalam diri kita. Kita diajak menyimak kisah orang-orang yang memiliki dedikasi tinggi terhadap pekerjaannya, orang yang berbagi secara kreatif, hingga orang yang tulus ikhlas mempersembahkan hidupnya untuk memberi kemanfaatan bagi orang lain secara luas. Orang-orang yang rela meninggalkan kenyamanan dan masuk ke dalam kubangan persoalan di masyarakat.
Kisah Ang Liana dalam memberi layanan kesehatan di pelosok, misalnya. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya ini bekerja sebagai dokter di pedalaman Kalimantan Timur, tepatnya di Puskesmas daerah Long Hubung. Pelbagai persoalan menyambut Ang. Mulai dari sulitnya akses air, listrik, sampai sulitnya transportasi ke Rumah Sakit ketika Puskesmas tak bisa melakukan tindakan terhadap pasien. Ang juga harus berkeliling mengunjungi tak kurang dari sebelas kampung untuk memberi layanan kesehatan. “Tak jarang Ang harus melewati arus deras dengan buaya yang melintas di sungai” (hlm 36). Namun, Ang melakukannya dengan penuh dedikasi. Ia sadar, setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan layanan kesehatan.
Jika Ang mengabdi di bidang kesehatan, lain ceritanya dengan Mbah Sadiman. Kakek berusia lebih dari 60 tahun ini adalah seorang pejuang lingkungan yang berhasil menanam ribuan pohon di Hutan Gondol daerah Wonogiri yang mulanya gersang. Pada tahun 1964, hutan tersebut terbakar hebat dan menyebabkan krisis air luar biasa. Kondisi tersebut mendorong Mbah Sadiman untuk “menghidupkan” hutan kembali. Tentu, menghijaukan hutan kembali seorang diri bukan hal mudah. Di samping medan yang sulit dan biaya tak sedikit untuk membeli bibit pohon, banyak orang mencibir dan menganggapnya gila karena keinginan tersebut.
Namun, tekad kuat membuat Mbah Sadiman tak menyerah. Dengan sabar, setiap hari ia menapaki jalan-jalan curam dan terjal di pegunungan dengan membawa bibit pohon dan menanamnya. Ia juga sendirian membuat jalan setapak seperti terasering yang berjumlah lebih dari 1000 anak tangga di lebih dari 50 tikungan agar orang-orang mudah mendaki gunung. Bertahun-tahun kemudian, usaha Mbah Sadiman menunjukkan hasilnya. Mata air di Gunung Gendol kembali mengalir dan bisa dimanfaatkan untuk menghidupi 3000 jiwa. Bahkan, ketika musim kemarau dan kekeringan melanda sebagian besar wilayah Wonogiri, daerah Mbah Sadiman tak mengalami krisis air (hlm 96-106).
Warga yang awalnya mencibir Mbah Sadiman akhirnya sadar. Mbah Sadiman secara tak langsung telah mengajari kita arti tentang keyakinan dan kepedulian terhadap kehidupan bersama. Usia lanjut, keterbatasan biaya, dan cibiran orang tak menghalangi tekadnya untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan bersama. Di titik ini, kita pantas bertanya pada diri sendiri; kebaikan apa yang sudah saya lakukan selama ini bagi orang-orang di sekitar saya?
Masih ada banyak kisah inspiratif lain yang disuguhkan buku ini. Selain dedikasi terhadap profesi dan perjuangan menjaga alam, ada pula bentuk-bentuk perjuangan lain. Ada kisah Ardy dan “Komunitas Ilmu Berbagi”nya yang telah menggerakkan banyak relawan untuk berbagi ilmu sesuai bidang masing-masing, Mama Peni yang ikhlas melatih bakat tinju anak-anak muda Papua dan menjadikan rumahnya sebagai tempat latihan, sampai pasangan Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen yang berupaya mengubah stigma tentang Papua lewat karya dokumenter Alenia’s Journey Uncover Papua. Nilai-nilai kepedulian, pengabdian, pengorbanan, dan keikhlasan yang dipancarkan sosok-sosok inspiratif tersebut memberi kita inspirasi dan refleksi dalam memaknai nilai kepahlawanan di masa kini. ***
Peresensi: Al-Mahfud, menulis artikel, esai, dan ulasan berbagai genre buku di media massa, baik lokal maupun nasional.