Renungan Menggugah Iman

Islam adalah agama rahmatan lil alamin, membawa rahmat dan keselamatan bagi selu­ruh alam. Dalam Islam, kita diajarkan untuk ber­saudara dan menjalin hubungan yang har­monis dengan sesama, termasuk umat yang berbeda. Namun, akibat ulah para teroris yang melakukan kekerasan dan pembunuhan de­ngan membawa-bawa nama Islam, citra Islam menjadi negatif, terutama di mata orang Barat. Di Barat, bahkan muncul islamofobia, suatu istilah kontrofersial untuk menyebut gejala takut berlebihan terhadap Islam, sehingga tak jarang mendorong diskriminasi terhadap Muslim.

Kisah tentang fenomena Islamophobia bisa kita simak di buku berjudul Sebentang Kearifan dari Barat ini. Buku ini merupakan catatan refeksi Oki Setiana Dewi selama berkunjung dan berdialog dengan muslim di Australia, Jerman, dan Spanyol berkat beasiswa yang ia dapatkan. Ketika di Jerman, Oki berkunjung ke sekolah Ruth Cohn Schule dan berjumpa dua orang gadis, yaitu Jona dan Alia. Kedua gadis tersebut bercerita banyak tentang diri mereka.

Jona bercerita bahwa ia adalah seorang mualaf. Dulu ia sempat memakai hijab, namun orang tuanya khawatir hijab itu akan mem­bahayakannya. Saat itu ia sedang magang dan tak boleh memakai hijab. Jona juga ber­cerita amat menyukai kehangatan umat Islam. Ia sadar bahwa apa yang banyak diberitakan di media-media Barat tentang Islam sering kali tidak benar. “Sayangnya, semua orang meng­generalisir Muslim seperti itu. Padahal, setelah kupelajari, Islam jauh dari hal-hal semacam itu,” cerita Jona seperti ditulis Oki.

Oki sangat menghargai upaya Jona untuk memilih tabayyun atau mengklarifikasi berita-berita negatif tentang Islam yang diterimanya melalui media. Karena itu, Jona tidak me­ngambil kesimpulan sepihak untuk menilai umat Islam yang dianggap mempunyai karakter radikal. Oki teringat peristiwa Serangan 11 Sep­tember 2001 di New York City yang dila­kukan oleh kelompok radikal terorisme. Peris­tiwa yang mengguncang dunia tersebut mem­buat agama Islam difitnah. Namun, Oki melihat bahwa peristiwa itu justru membuat banyak orang tertarik mempelajari Islam lebih lanjut.

Setelah peristiwa tersebut, banyak orang mempelajari dan melakukan riset mendalam tentang Islam. “Alih-alih membenci Islam, justru yang mempelajarinya malah mencintai,” tulis Oki (hlm 139). Setelah peristiwa tersebut, jelas Oki, jumah pemeluk Islam di Amerika Serikat malah meningkat seiring dengan banyaknya para mualaf (Esseissah, 2011).

Mendengar kisah dari Jona dan Alia mem­buat Oki berefleksi. Ia merasa masih jauh dari rasa bersyukur setelah mendengar kisah per­jua­ngan yang dilalui gadis-gadis tersebut. Untuk menjalankan perintah agama, mereka harus berjuang menghadapi berbagai tekanan, bah­kan dari keluarga mereka sendiri. Berbeda de­ngan kita yang bisa menjalankan agama dengan bebas. Tak perlu diam-diam melakukan salat dan puasa, bebas melenggang ke masjid tanpa diiringi tatap curiga.

Meski ada kisah-kisah tersebut, Jerman juga menyimpan kisah lain tentang jumah umat Muslim. Jerman adalah salah satu negara yang sering menjadi tujuan para imigran, dan banyak di antaranya adalah berasal dari negara-negara Islam. Kini, jumlah populasi Muslim di Jerman meningkat sejak 1960-an ketika para pekerja Turki diperbolehkan masuk ke Jerman. Populasi orang Turki di Jerman merupakan minoritas terbesar, berjumlah sekitar 3 juta orang. Saat ini, populasi Muslim di Jerman diperkirakan sekitar 4,7 juta orang, atau sekitar 5% dari total penduduk Jerman.

Di Australia, Oki bertemu dengan Jessica. Jessica mengisahkan pengalamannya masuk Islam yang dilalui dengan pencarian dan pere­nungan yang luar biasa. Setelah terpuruk kare­na putus dengan tunangannya, Jessica menjadi volunteer di Bahrain dan membantu banyak orang. “Di hari-hari berikutnya, karena sering berinteraksi dengan Muslim, mendengar azan terus menerus, menyaksikan kehidupan mere­ka, aku pun mulai mencari tahu tentang Islam. Setiap kali aku menambah bacaanku, semakin besar kecintaanku terhadapnya,” kisah Jessica

Kisah Jessica yang memeluk Islam setelah melakukan proses pencarian dan permenungan panjang membuat Oki berefleksi. Sebagai orang yang lahir dari keluarga Muslim, ia malah merasa selama ini masih kurang dalam mem­pelajari Islam, padahal memiliki waktu lebih ba­nyak untuk belajar (hlm 59). Catatan perja­lanan Oki di Australia, Jerman, dan Spanyol yang dikisahkan di buku ini akan banyak memberi kita renungan. Tak sekadar memberi gambaran umat Muslim di negara-negara Barat, buku ini juga mendedahkan kisah-kisah menarik seputar kehidupan umat Muslim di Barat yang kaya pelajaran, refleksi spiritual, dan kearifan.

Peresensi: Al-Mahfud, lulusan Tarbiyah Pendidikan Islam STAIN Kudus.

()

Baca Juga

Rekomendasi