Kenali Gejala Tetanus dan Cegah DampakBuruknya

Oleh: Theresia Anggriani Habeahan, S.Ked.

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan bakteri Clostridium tetani dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran.

Gejala ini bukan disebabkan ku­man secara langsung, tetapi seba­gai dam­pak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muskular (neuro muscular junction) dan saraf otonom.

Clostridium tetani biasa­nya ma­suk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat pada tetanus neonatorum (bayi baru lahir).

Penyebab tetanus adalah bak­teri anaerob pembentuk spora bernama Clostridium te­tani berbentuk batang. Gram positif ini ditemukan dalam fe­ses manusia dan he­wan, serta ta­nah yang terkon­taminasi dengan tin­ja bina­tang. Spora dapat dorman se­lama bertahun-tahun, tetapi jika ter­kena luka, spora akan berubah men­jadi bentuk ve­getatif yang meng­hasilkan toksin,

Masa inkubasi biasanya ber­kisar antara 5-14 hari. Makin lama masa inkubasi, gejala yang timbul makin ri­ngan. Derajat berat penyakit selain be­rdasarkan gejala kli­nis yang tam­pak juga dapat ditentukan dari lama masa in­kubasi atau lama period of onse.

Kekakuan dimulai pada otot se­tem­­pat atau trismus, kemudian men­jalar ke selu­ruh tubuh, tanpa disertai gang­guan kesadaran. Keka­kuan otot pada tetanus sangat khas; yaitu fleksi kedua le­ngan dan ekstensi pada ke­dua kaki, fleksi pada telapak ka­ki, tubuh kaku melengkuk ba­gai busur.

Klasifikasi Tetanus

1. Generalized tetanus (Tet­anus umum)

Tetanus umum merupa­kan bentuk yang sering di­te­mukan. Gejalanya be­ru­pa tris­mus/lock jaw, atau dise­but dengan kekakuan pada leher, ke­su­litan menelan, dan spasme (keka­kuan) pada otot abdomen (perut). Spas­me da­pat terjadi berulang kali dan berlangsung hingga be­be­rapa me­nit. Spasme dapat berlangsung hing­ga 3-4 ming­gu.

2. Localized tetanus (Te­ta­nus lokal)

Tetanus lokal terjadi pada ektre­mi­tas (anggota gerak) dengan luka yang terkon­ta­minasi serta me­miliki de­rajat yang bervariasi. Spas­me da­pat terjadi hingga be­berapa minggu sebelum akhirnya menghilang se­cara bertahap.

3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)

Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah infeksi telinga tengah (Otitis Media Akut). Gejala berupa dis­fung­­si saraf kranialis moto­rik. Ben­tuk tetanus ini memi­liki masa inku­basi 1-2 hari. Prognosis biasanya bu­ruk. Pada periode spasme, otot wajah biasanya berkontraksi.

Spasme dapat melibatkan li­dah dan ternggorokan se­hingga terjadi di­sartria (kele­mahan otot untuk ber­bi­cara), disfonia (kesulitan bersuara) dan disfagia (sulit menelan). Se­ring­kali tetanus sefalik berkembang menjadi tetanus umum.

4. Tetanus neonatorum

Bentuk tetanus ini terjadi pada neo­nates (bayi baru la­hir). Penyebab yang sering ada­lah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi untuk me­motong tali pusat. Masa inkubasi se­kitar 3-10 hari. Bayi biasanya geli­sah, rewel, sulit minum ASI, mulut men­­cucu dan spasme berat.

Proses masuknya kuman ke da­lam tubuh manusa:

Spora yang masuk ke da­lam tu­buh (melalui luka) da­lam lingku­ngan anaerobik, berubah menjadi ben­tuk ve­ge­tatif dan berbiak cepat sam­­bil meng­hasilkan toksin. Toksin pada awalnya meram­bat dari tempat luka lew­at mo­tor endplate dan aksis si­lin­der saraf tepi ke kornu an­terior sum­sum tulang bela­kang dan me­nye­bar ke selu­ruh susunan saraf pusat.

Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, ter­utama serabut motor. Resep­tor khusus pada ganglion me­nyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian me­lalui proses per­lekatan dan inter­na­lisasi, tok­sin diangkut ke arah sel se­­cara ekstra aksional dan me­nim­bulkan perubahan poten­sial mem­bran dan gangguan enzim yang me­nye­babkan kolin-esterase tidak aktif, se­­hingga kadar asetil kolin menjadi sa­ngat tinggi pada sinaps yang ter­kena.

Toksin menyebabkan blo­kade pada simpul yang me­nyalurkan im­puls pada tonus otot, sehingga tonus otot me­ningkat dan menimbulkan ke­­ka­kuan. Bila tonus makin mening­kat akan timbul ke­jang, terutama pa­da otot yang besar.

Riwayat yang dapat di­jum­pai se­belum terjadinya te­tanus, yaitu:

• Dijumpai luka tusuk, luka kece­la­kaan/patah tulang terbuka, luka dengan nanah atau gigitan binatang.

• Pernah keluar nanah dari telinga.

• Pernah menderita gigi ber­lubang.

• Belum mendapat imuni­sasi DT atau TT.

Gejala Klinis berupa:

• Trismus adalah kekauan otot menguyah (otot masseter) sehingga sukar mem­buka mulut. Pada neo­na­tus kekauan ini menyebabkan mulut me­ncucu seperti mulut ikan sehing­ga bayi tidak da­pat menyusu.

• Risus sadonicus, terjadi sebagai akibat kekakuan otot mimik, sehing­ga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut ter­tarik keluar dan kebawah.

• Opistotonus adalah keka­kuan otot yang mununjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher, otot ba­dan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat me­nye­bab­kan tubuh meleng­kung seperti busur.

• Otot dinding perut kaku sehinga dinding perut seperti papan.

• Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang mi­sal­nya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang kuat.

• Pada tetanus yang berat akan ter­jadi gangguan per­nafasan sebagai aki­bat ke­jang yang terus menerus oleh karena kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian; pe­ngaruh toksin pada saraf autonomy menyebabkan gang­guan sirkulasi (gangguan ira­ma jan­tung atau kelainan pembuluh darah), dapat pula menyebabkan suhu badan yang tinggi atau berkeringat banyak: kekakuan otot sfing­ter dan otot polos lain se­hingga terjadi retention alvi, retention urinae atau spasme laring; patah tulang panjang dan kompresi tulang bela­kang.

Penanganan Umum Tetanus berupa:

• Merawat dan member­sih­kan luka

• Merwat luka dengan cara mem­ber­sihkan luka, irigasi luka, debride­ment luka (ek­sisi jaringan nekrotik), mem­buang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202, dalam hal ini penata­laksanaan, terhadap lu­ka ter­sebut dilakukan 1-2 jam se­te­lah Anti Tetanus Serum (ATS) dan pemberian Anti­biotika.

• Isolasi untuk menghin­dari rang­sang luar seperti sua­ra dan tindakan ter­hadap pen­derita

• Oksigen cukup

• Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

Pencegahan supaya tidak terjadi tetanus, yaitu:

1. Perawatan luka

Harus segera dilakukan ter­utama pada luka tusuk, lu­ka kotor atau luka yang didu­ga tercemar dengan spora tetanus.

2. Pemberian ATS dan toksoid tetanus pada luka

Profilaksis dengan pembe­rian ATS hanya efektif pada luka baru ( < 6 jam) dan ha­rus segera dilanjut­kan dengan imunisasi aktif.

3. Imunisasi aktif

Diberikan DPT, DT, atau toksoid tetanus. Jenis imuni­sasi tergantung dari golongan umur dan jenis ke­lamin.

Prognosis

Rata-rata angka kematian akibat tetanus berkisar antara 25-75%, te­tapi angka morta­litas dapat ditu­run­kan hingga 10-30 persen dengan pe­ra­­watan kesehatan yang modern. Ba­nyak faktor yang ber­peran penting dalam prognosis tetanus, di antara­nya ada­lah masa inkubasi, masa awi­tan, jenis luka, dan keadaan status imunitas pasien.

Semakin pendek masa in­kubasi, prognosisnya menja­di semakin bu­ruk. Semakin pendek masa awitan, se­ma­kin buruk prognosis. Letak, jenis luka dan luas kerusakan jari­ngan turut memegang pe­ran dalam menentukan prognosis.

Jenis tetanus juga mempe­ngaruhi prognosis. Tetanus neonatorum dan te­tanus se­falik harus dianggap se­bagai tetanus berat, karena mem­pu­nyai prognosis buruk. Sebaliknya teta­nus lokal yang memiliki prognosis baik. Pemberian antitoksin profi­laksis dini meningkatkan angka kelangsungan hidup, meskipun ter­jadi tetanus.

()

Baca Juga

Rekomendasi