Prioritaskan Anggaran Wajib

KITA apresiasi penegasan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Riau Ahmad Hijazi yang menekankan kepada seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk mengencangkan “ikat pinggang”. Masing-masing OPD diminta menjadwal ulang dan merasonalisasi berbagai kegiatan. Penegasan itu disampaikan agar masing-masing OPD di lingkungan Pemprov Riau bisa me­ngurangi kegiatan yang tak prioritas. Bila perlu meniadakan kegiatan tak wajib yang mengeluarkan biaya besar, hingga akhir tahun 2018. Langkah mengencangkan “ikat pinggang” sebagai upaya penyesuaian untuk me­ngan­tisipasi defisit yang terjadi.

Penegasan itu pas dan patut kita dukung, mengingat Pemprov Riau saat ini sedang mengalami defisit dana untuk melanjutkan berbagai program pembangunan, terutama pembangunan infrastuktur dan proyek-proyek besar. Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBD) Riau 2018 mencapai Rp10 triliun lebih. Defisit disebabkan Pemprov Riau masih mengandalkan penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) minyak dan gas (migas) sebesar Rp1 triliun lebih. DBH itu merupakan bagian dari APBD murni Riau 2018 yang belum dicairkan oleh pemerintah pusat.

Akibat defisit keuangan yang dialami Pemprov Riau itu menjadi kendala dalam menyelesaikan pembiayaan proyek-proyek pembangunan yang sedang berjalan. Sehingga dikhawatirkan akan terjadi tunda bayar terhadap proyek-proyek tersebut. Jika terjadi maka masyarakat tidak bisa menikmati  hasil pembangunan. Bahkan terhentinya proyek akan menyengsarakan masyarakat. Tentunya kita menilai Pemprov Riau pasti tidak menginginkan terjadinya tunda bayar dan terhentinya pembangunan.

Kita juga melihat langkah yang diambil Pemprov Riau dengan meminta seluruh OPD merasionalisasi anggaran kegiatan merupakan bentuk komitmen dari fakta integritas. Fakta intregitas ini, salah satunya adalah OPD bisa menempatkan skala prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan. Maksudnya masing-masing OPD bisa mencermati hal-hal prioritas apa yang harus diselesaikan, dan mana yang tidak perlu, guna menyikapi defisit anggaran. Dengan kata lain, Pemprov berharap OPD bisa secara rasional mana anggaran pembangunan yang wajib dibayarkan sesuai kontrak, dan mana yang bisa dijadwal ulang. Hal itu diperlukan agar proyek-proyek atau kegiatan yang sedang berjalan terus berlanjut.

Untuk itu, kita berharap masing-masing OPD di lingkungan Pemprov Riau bisa menyahuti dengan kembali merasionalisasi berbagai kegiatan yang telah dibuat. Rasionalisasi dimaksud agar menata kembali atau melakukan rescheldule terhadap berbagai kegiatan atau program-program pembangunan. Rasionalisasi kegiatan merupakan bagian dari ikat pinggang” dalam mengantisipasi defisit APBD murni Riau 2018

Imbauan “ikat pinggang” kepada seluruh OPD itu hendaknya juga diikuti dengan komitmen Pemprov Riau mengupayakan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga “ikat pinggang” tidak terlalu diketatkan. PAD yang dihasilkan merupakan langkah konkrit pemasukan anggaran bagi Pemprov Riau. Sumber-sumber PAD yang selama ini kurang harus dikejar. Karena jika terlalu besar mengharapkan rasionalisasi kegiatan masing-masing OPD, tanpa ada pemasukan PAD jelas tidak efektif untuk proses kelancaran penyelesaian kegiatan dan program-program pembangunan.

Sumber-sumber PAD di Provinsi Riau itu harus dikejar dan dimaksimalkan. Trik Pemprov Riau menghapuskan denda pajak kendaraan bermotor atau istilahnya melakukan pemutihan selama satu bulan lebih ini, harus tetap diupayakan. Pemprov Riau harus mengejar target PAD dari pemutihan pajak kendaraan bermotor. Target PAD pajak kendaraan bermotor Rp995,1 miliar tahun 2018 menjadi  andalan dalam mengantisipasi defisit keuangan Pemprov Riau.

 Dua sisi mengantisipasi defisit keuangan Provinsi Riau, yakni mulai dari mengencangkan ikat pinggang di masing-masing OPD dan memaksimalkan kebijakan pemutihan dari pajak kendaraan bermotor, diharapkan mampu mendongkrak pemasukan anggaran dalam APBD murni Riau 2018. Dana yang masuk dalam satu dan dua bulan ke depan sangat bermanfaat agar tidak terjadi tunda bayar.

()

Baca Juga

Rekomendasi