Peningkatan Kualitas Kementerian ATR/BPN

Oleh: Dr. Henry Sinaga, S.H., Sp.N., M.Kn

PADA 25 Oktober 2018 yang lalu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Pertanahan Nasional Direk­torat Jenderal Hubungan Hukum Keagra­riaan, mengeluarkan Pengu­mu­man Nomor 15/Peng-400.18/X/2018, ten­tang Penyelenggaraan Pe­ningkatan Kualitas PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) Gelombang VII Tahun 2018.

Dalam Pengumuman itu disebut­kan bahwa peserta kegiatan Pening­katan Kualitas PPAT adalah : a. Calon PPAT yang telah lulus ujian PPAT dan akan mengajukan permohonan pengangka­tan sebagai PPAT; dan b. PPAT yang telah melaksanakan tugas jabatan lebih dari 10 (sepuluh) tahun atau PPAT yang akan memasuki usia pensiun dan akan mengajukan perpanjangan masa jabatan PPAT atau PPAT yang akan mengaju­kan permohonan pindah daerah kerja atau PPAT yang diusulkan menjadi anggota MPPW (Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah) atau MPPD (Majelis Pembina dan Penga­was PPAT Daerah) oleh Pengurus Wilayah / Pe­ngurus Daerah IPPAT (Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah).

Sementara itu salah satu persya­ratan untuk menjadi peserta menurut Pengumuman itu, adalah kewajiban untuk membayar biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp. 2.900.000,-(dua juta sembilan ratus ribu rupiah) dan target peserta sebanyak 2.000 (dua ribu) orang PPAT.

Menurut Pengumuman tersebut, penyelenggaraan kegiatan pening­katan kualitas PPAT ini adalah untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan di bidang pertanahan dan untuk mewujudkan PPAT yang berkualitas dan profesional.

Dalam aspek peningkatan kualitas PPAT, kegiatan ini cukup baik dan patut didukung, namun demikian patut diragukan apakah Kementerian Agraria dan Tata Ruang /Badan Per­tanahan Nasional(Kementerian ATR/BPN) sudah cukup berkualitas untuk menyelenggarakan kegiatan pening­katan kualitas bagi PPAT ?

Keraguan di atas timbul karena dite­­mukannya sejumlah peraturan perundang-undangan yang diterbit­kan oleh Kementerian ATR/BPN yang menimbulkan kesan sepertinya Kementerian ATR/BPN tidak cukup berkualitas untuk menyelenggarakan kegiatan yang bermaksud untuk me­ningkatan kualitas PPAT.

Sejumlah peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN tersebut, antara lain yaitu :

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertana­han Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pen­daftaran Tanah Sistematis Leng­kap (PMATR/Ka.BPN 6/2018) yang me­lakukan pelanggaran terhadap 2 (dua) peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sekaligus, yaitu ketentuan tentang pajak Bea Perole­han Hak Atas Tanah dan Ba­ngunan (BPHTB) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Repu­blik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (UU 28/2009) dan ketentuan tentang Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Atau Bangunan (P2PHTB) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indo­nesia Nomor 34 Tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan, Dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahan­nya (PP 34/2016).PMA­TR­/Ka.BPN 6/2018 ini telah menim­bulkan keru­gian pada penerimaan negara da­lam sektor perpajakan, karena Kemen­terian ATR/BPN mengizin­kan pener­bitan sertipikat hak atas tanah meski­pun pajak BPHTB dan pajak P2PHTB atas tanah yang bersangkutan masih tertunggak (belum dibayar).

PenerbitanPMATR/Ka.BPN 6/2018 inimenimbulkan keraguan terhadap kualitas Kementerian ATR/BPN dalam upayanya untuk mening­katkan kualitas PPAT.

Selanjutnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indo­nesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT (PMATR/Ka.BPN 2/2018), yang tidak memberikan perlindungan terhadap PPAT selaku Pejabat Pe­nyim­pan Raha­sia, karena PMATR/Ka.BPN 2/2018 ini tidak mengatur­tatacara atau prosedur pemanggilan PPATuntuk hadir (mem­buka rahasia) dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol PPAT yang berada dalam penyimpa­nan PPATdan dalam mengambil foto­kopi atau asli akta PPAT dan atau surat-surat yang dile­katkan pada akta atau protokol PPAT dalam penyim­panan PPAT untuk kepentingan proses penyidikan, penuntutan dan peradilan, padahal PPAT terancam dihukum pen­jara sela­ma-lamanya sembilan bulan dan pem­berhentian dengan tidak hor­mat (pe­me­catan) jika melanggar sum­pah jabatannya (membuka rahasia) seba­gai­mana diatur dalam Pasal 322 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pida­na (KUHP) danPMATR/Ka.BPN 2/2018.

PenerbitanPMATR/Ka.BPN 2/2018 ini juga telahmenambah kera­guan terhadap kualitas Kementerian ATR/BPN dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas PPAT.

Kemudian pertentangan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksana­an Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PMATR/Ka.BPN 35/2016) denganPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP 24/1997). Pertentangan PMATR/Ka.BPN 35/2016 dengan PP 24/1997, ditemukan dalam ketentuan mengenai jangka waktu pengumuman data fisik dan data yuridis bidang tanah dalam rangka memenuhi asas publisitas pendaftaran tanah. PMATR/Ka.BPN 35/2016 menentukan jangka waktu pengumuman data fisik dan data yuri­dis bidang tanah dalam rangka meme­nuhi asas publisitas pendaftaran tanah adalah selama 14 (empat belas) hari kerja sedangkan PP 24/1997 mene­tap­kan 30 (tiga puluh) hari kerja.

Pertentangan PMATR/Ka.BPN 35/2016 dengan PP 24/1997 ini juga telahmenimbulkan keraguan terhadap kualitas Kementerian ATR/BPN da­lam upayanya untuk meningkatkan kualitas PPAT.

Sebelum dilakukan kegiatan pe­ningkatan kualitas terhadap PPAT, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu peningkatan kualitas terhadap Ke­men­terian ATR/BPN.

(Penulis adalah Notaris/PPAT dan Dosen Program Studi Magister Kenotariatan USU – Medan)

()

Baca Juga

Rekomendasi