Berteman dan Saling Memaafkan

Oleh: Datuk Imam Marzuki.

Persoalan dosa dengan sesama manusia adalah persoalan antara masing-masing pribadi untuk sa­ling memaafkan. Apabila kita merasa telah melakukan kesalahan dan dosa terhadap sesama kita, marilah kita memohon maaf atas kesalahan dan dosa kita. Sebaliknya apabila saudara kita meminta maaf atas dosa dan kesalahannya terhadap diri kita sudilah kiranya kita membuka pintu maaf kita, memaafkan saudara kita yang sudah mengakui kesalahannya. Allah swt. Maha Pengampun atas segala dosa dan Maha Pemberi maaf atas semua kesalahan hambanya. Sebagai hamba, seharusnya kita menerapkan sifat kemahapemaafan Allah dalam diri kita. Persoalan memberi maaf adalah persoalan yang sangat besar. Semua orang mampu untuk meminta maaf sesaat setelah melakukan kesalahan, namun hanya orang tertentu saja yang yang bisa memberi maaf.

Makanya Al-Qur’ân al-Karim sebagai wahyu ilahi, yang menyebutkan per­soalan maaf sebanyak 34 kali, , karena persoalan meminta maaf adalah per­soalan yang kecil dan mudah, memberi maaflah yang berat. Marilah kita memperhatikan petikan ayat-ayat al-Qur’an al-Karim sebagai berikut: “Bala­san terhadap kejahatan adalah keja­hatan yang setimpal, tetapi barang siapa yang memafkan dan berbuat baik, ganjarannya ditanggung oleh Allah.(At-taubah: 43). Maafkanlah mereka dan lapangkanlah dada (dengan berjabat tangan). Sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat ke­bajikan (dengan memaafkan kesala­han orang ke padanya (An-nur: 109). Hendaklah mereka memaafkan dan melapangkan dada (dengan berjabat tangan). Apakah kamu tidak ingin diampuni oleh Allah? (Attaghabun:14)

Tidak ada seorang manusiapun di muka bumi ini yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia adalah mahluk sosial yang pasti membutuhkan lingkungan dan pergaulan.Di dalam pergaulannya tersebut seseorang akan memiliki teman, baik itu di sekolahnya, di tempat kerjanya atau pun di ling­kungan tempat tinggalnya. Sehing­ga tidak ditampak lagi bahwa teman meru­pakan elemen penting yang berpe­ngaruh bagi kehidupan sese­orang.Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh telah mengatur bagaimana adab dan batasan-batasan di dalam pergaulan.Sebab betapa besar dampak yang akan menimpa seseorang akbiat bergaul dengan teman-teman yang jahat dan sebaliknya betapa besar man­faat yang dapat dipetik oleh seseorang yang bergaul dengan teman yang shalih.

Banyak di antara manusia yang terjerumus kedalam lubang kemak­siatan dan kesesatan dikarenakan ber­gaul dengan teman-teman yang jahat dan banyak pula di antara manusia yang mereka menda­patkan hidayah disebabkan bergaul dengan teman-teman yang shalih. Di dalam sebuah hadits Rasullullah Shallallaahualaihiwa Salam menyebut­kan tentang peranan dan dampak seorang teman: “Perumpa­maan teman duduk yang baik dengan teman duduk yang jahat adalah seperti penjua lminyak wangi dengan pandai besi. Ada­pun penjual minyak wangi tidak mele­watkan kamu, baik engkau akan mem­belinya atau engkau tidak membe­linya, engkau pasti akan mendapatkan bau­nya yang enak, sementara pandai besi Ia akan membakar bajumu atau engkau akan mendapatkan baunya yang tidak enak.” (Muttafaqun ‘Alaih).

Berdasarkan hadits tersebut dapat diambil faedah penting bahwasanya bergaul dengan teman yang shalih mem­punyai 2 kemungkinan yang ke­dua-duanya baik, yaitu:Kita akan men­jadi baik atau kita akan memperoleh ke­baikan yang dilakukan teman kita. Sedang bergaul dengan teman yang jahat juga mempunyai 2 kemungkinan yang kedua-duanya jelek, yaitu: Kita akan menjadi jelek atau kita akan ikut memperoleh kejelekan yang dilakukan teman kita. Bahkan Rasulullah Shallallaahualaihiwa Salam menjadikan seorang teman sebagai patokan terhadap baik dan buruknya agama seseorang, oleh sebab itu Rasulullah Shallallaahualaihiwa Salam memerin­tah­kan kepada kita agar memilah dan memilih kepada siapa kita bergaul.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallaahualaihiwa Salam bersabda: “Seseorang berada di atas agama temannya, maka hendaknya seseorang di antara kamu melihat kepada siapa dia bergaul.” (Diriwayatkanoleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dengan Sanad yang saling menguatkan satu dengan yang lain).Dan dalam sebuah syair disebutkan: Jangan Tanya tentang seseorang, tapi Tanya tentang temannya, sebab orang pasti akan mengikuti kelakukan temannya. Demi­kianlah karena memang fitroh manusia cenderung ingin selalu meniru tingkah laku dan keadaan temannya.Para Salafusshalih sering menyampaikan kaidah bahwa: Hati itu lemah, sedang syubhat kencang me­nyambar.Sehingga pengaruh kejele­kanakan lebih mudah mempengaruhi kita dikarenakan lemahnya hati kita.

Seorang teman memberikan penga­ruh yang besar dalam kehidupan kita, janganlah ia menyebabkan kita menye­sal pada hari kiamat nanti dikarenakan bujuk rayu dan pengaruhnya sehingga kita tergelincir dar ijalan yang haq dan terjerumus dalam kemak-siatan. Renungkan lah baik-baik firman Allah berikut ini: “Dan ingatlah hari ketika orang-orang zhalim menggigit dua tangannya seraya berkata: Aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan ber­sama-sama Rasul. Kecelakaan besar bagiku! Kiranya dulu aku tidak mengam­bil sifulan sebagai teman akrab­ku.Sesungguhnya dia telah menye­satkan aku dari Al-Quran sesudah Al-Quran itu dating kepadaku. Dan adalah syetan itu tidak mau menolong manu­sia.” (Al-Furqan: 27-29).Lihatlah bagaimana Allah meng­gam­barkan seseorang yang telah menjadikan orang-orang fasik dan pelaku maksiat sebagai teman-temanya ketika di dunia sehingga di akhirat menyebabkan penyesalan yang sudah tidak berguna lagi baginya, karena di akhirat adalah hari hisab bukan hari amal sedang di dunia adalah hari amal tanpa hisab.

Nafsu yang memiliki kecenderungan menyalahkan dirinya, selalu merasa menyesal, mengeluh, dan kecewa. Orang yang memiliki tingkat nafsu ini akan me­nyesali dirinya atas hilangnya peluang beramal saleh. Dewasa ini, masyarakat kita sedang digelisahkan oleh timbulnya berbagai macam masa­lah-masalah sosial yang tidak lain adalah pelanggaran terhadap larangan-larangan agama Allah.berbagai jenis kemaksiatan berupa semakin meraje­lalanya kekerasan bahkan pembunuhan sudah menjadi hal yang biasa bagi orang tertentu. Bukan tidak mungkin sebagian di antara kemak­siatan terse­but telah melanda masyarakat kita, atau bahkan mungkin telah masuk ke dalam rumah kita. Kemaksiatan yang dilarang agama bukanlah untuk mem­batasi ruang gerak manusia, akan tetapi lebih ditekankan untuk menjaga kepenti­ngan manusia itu sendiri.

Sebab kita sebagaimana manusia memiliki hak yang sama untuk hidup aman dan tenteram, bebas dari gang­guan kekerasan dan pembunuhan. Ke­kerasan yang berakibat pada terjadinya pembunuhan ini antara lain disebutkan dalam hadis Nabi :‘Barang siapa yang membunuh sesamanya manusia, maka ia kan dikutuk oleh Allah, malaikat-Nya dan semua manusia’. ‘Demi Tuhan yang hidupku berada di tangan-Nya, akan tiba suatu masa di mana umat manusia akan saling membunuh; yang dibunuh tidak tahu kenapa saya harus membu­nuh, dan dibunuhpun apa sebab hingga ia harus dibunuh’.‘Orang yang membu­nuh dan yang dibunuh tempatnya di nera­ka’.‘Siapa yang membunuh sese­orang dengan sengaja, maka ia tidak akan mencium bau surga, sedangkan bau surga itu sendiri sudah tercium dari jarak 40 tahun perjalanan’.

Sebab al-nafsu ammârah dalam diri seseorang tidak akan berhenti pada satu batas. Seorang yang dikuasai jiwa­nya oleh al-nafsu al-ammarah tidak akan berhenti pada batas-batas yang halal, tetapi kecenderungannya pada cara-cara yang tidak halal. Manakala al-nafsu al-ammarah telah menguasai diri seseorang, ia tidak akan melepas­kan­nya kecuali orang tersebut masuk ke dalam neraka jahannam. Anjuran untuk memberi maaf terhadap sese­orang, bukan menunggu permintaan maaf­nya seseorang. Mereka yang enggan mem­beri maaf pada hakikatnya enggan mem­peroleh pengampunan dari Allah. Maka salah satu di antara tanda orang yang bertaqwa ialah orang yang selalu bersedia memberi maaf terhadap sesa­ma manusia. Dalam proses maaf-me­maafkan marilah kita, menyadari siapa diri di manaposisikita. Kalau kita sebagai orang yang telah melakukan kesalahan terhadap sese­orang, marilah kita meminta maaf langsung kepada yang bersangkutan; “Dua orang Islam yang bertemu satu sama lain kemudian saling berjabat tangan, maka kedua orang itu akan diampuni sebelum melepaskan tangan dan berpisah satu sama lain”.

Penulis: Adalah Dosen UMSU.

()

Baca Juga

Rekomendasi