Oleh: Januari Sihotang
Jalan-jalan ke Provinsi Jawa Tengah tak lengkap rasanya jika hanya mampir ke Kota Solo. Di provinsi dengan jumlah penduduk 34,26 juta orang ini, ada satu kabupaten yang memiliki objek wisata cukup terkenal. Satu diantaranya berada di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
Di daerah ini, wisatawan atau traveler layak memilih Museum Purbakala Sangiran, sebagai list lokasi tujuan. Selain tempatnya yang tidak jauh dari Kota Solo, harga tiket masuknya pun cukup murah. Hanya merogoh kocek Rp 5000, pengunjung boleh berkeliling sepuasnya sembari berfoto di beberapa spot dengan latar temuan-temuan situs purbakala.
Sebelum masuk ke museum, pengunjung boleh lebih dulu singgah di Menara Pandang yang lokasinya berada di pinggir tebing. Di lokasi ini, wisatawan dimanjakan dengan pemandangan asri persawahan, gunung dan pedesaan. Di pinggiran anak tangga menara, terpampang informasi menyangkut Sangiran. Orang-orang yang tinggal di wilayah pedesaan ini sangat ramah. Tiap pengunjung yang datang, disambut dengan senyum dan sapaan. Setelah puas berfoto ria di menara pandang berlantai tiga, wisatawan boleh langsung beranjak ke museum.
Di pintu masuk museum, berdiri kokoh dua bangunan menyerupai gading gajah. Maklum saja, Sangiran juga dikenal sebagai habitat gajah purba yang hidup ratusan juta tahun lalu. Seperti penulis sampaikan tadi, tiket masuknya cukup murah. Jika kita membawa wisatawan asing, maka tiket masuk bagi mereka menjadi Rp 11.500,. Tapi, bagi Anda yang ingin berkunjung ke Museum Sangiran, sebaiknya mengetahui jadwal operasional situs sejarah ini. Pada hari Senin, museum libur. Lokasi wisata sekaligus edukasi ini buka kembali pada hari Selasa hingga Minggu
Saat penulis datang ke lokasi, ketepatan suasana museum lagi ramai. Penulis datang pada hari Minggu. Tidak hanya rombongan keluarga yang mengunjungi lokasi ini, sejumlah pelajar terlihat berkeliling sembari membuat video sejumlah diorama replika Homo Erectus. Di Museum Purbakala Sangiran, ada tiga ruangan yang memampangkan proses penemuan fosil dan artefak Homo Erectus. Ruang 1 adalah Kekayaan Sangiran. Di ruangan ini, ada fosil gajah purba. Persis di dekat pintu masuk, terpampang dua buah gading gajah yang sudah membatu.
Tak jauh dari gading dan tulang gajah itu, ada fosil buaya berukuran enam meter. Berdasarkan informasi yang terpampang di museum, buaya itu dijuluki Gavialis Bengawanicus. Fosil buaya ini memiliki moncong panjang, yang dulunya diyakini hidup di sungai Sangiran. Masih di ruangan yang sama, tersusun rapih artefak berupa kapak yang terbuat dari batu. Mulai dari ukuran kecil, hingga ukuran sedang. Alat bantu kapak ini terdiri dari non masif dan masif. Non masif diartikan sebagai kapak kecil yang masih jarang digunakan manusia purba. Sementara masif, kapak berukuran sedang hingga besar, yang kemudian banyak digunakan kelompok manusia purba.
Beranjak ke lokasi lain, terpampang diorama kehidupan Homo Erectus. Melihat replika “Manusia Jawa” ini, kita seolah-olah berada di masa lalu. Pengunjung dapat menyaksikan, bagaimana pola hidup manusia purba. Jutaan tahun lalu, manusia purba Sangiran mencari makan dengan cara berburu. Postur tubuh yang besar dan berotot, menjadikan sosok makhluk berjalan tegak ini berani menghadapi hewan yang lebih besar daripada tubuhnya. Diorama di Museum Sangiran ini memperlihatkan, bagaimana Homo Erectus berkelahi dengan harimau.
Adapula fosil gajah lainnya berusia 500.000 tahun. Di papan informasi, tertulis bahwa “Sentuhlah aku. Aku gajah purba usia 500.000 tahun. Sentuh dan rasakan sensasi kepurbaan ku,”. Fosil gajah yang ini merupakan rahang bawah dan gading yang sudah membatu. Fosil ini diletakkan di sebuah meja, yang terisi dengan pasir halus.
Di ruang 2 adalah langkah-langkah kemanusiaan. Pengunjung dapat menyaksikan video singkat yang menceritakan pembentukan bumi dan isinya. Tak hanya itu, pengunjung juga dapat melihat patung Marie Eugène François Thomas Dubois. Peneliti asal Belanda ini merupakan penemu fosil Manusia Wadjak di Desa Campur Darat, Tulungagung.
Dia juga orang pertama yang dikabarkan menemukan fosil Homo Erectus di Trinil, Ngawi pada tahun 1891. Beranjak ke Ruang 3, yang menceritakan Masa Keemasan Homo Erectus. Di ruangan ini, terpampang diorama manusia purba yang hidup di hutan. Selain itu, adapula replika Homo Florensis, yang diyakini sebagai nenek moyang orang Flores. Replika Homo Florensis ini merupakan
karya seniman Elisabeth Daynes. Warga kebangsaan Prancis itu berhasil merekontruksi wajah Homo Florensis, yang hidup di Indonesia jutaan tahun lalu.
Dari sekian banyak diorama dan fosil yang ditemukan, kita tahu bahwa di Indonesia ini terdapat manusia purba cikal bakal peradaban manusia. Museum Purbakala Sangiran, yang merupakan warisan dunia tercatat di United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Kita patut berbangga diri, bahwa di Indonesia terdapat situs sejarah yang diakui dunia.
Buah Tangan dan Makanan Murah
Setelah puas berkeliling di dalam museum, pengunjung bisa membeli buah tangan di areal lokasi wisata. Di samping museum, berjajar rapih toko penjual pernak-pernik. Ada yang menjual kaus bergambar Museum Purbakala Sangiran, adapula yang menjual gelang dari bebatuan dan pipa rokok berbahan kayu.
Paling banyak diburu pengunjung adalah kaus dan gelang. Namun, mereka yang merupakan perokok, biasanya lebih memilih membeli pipa. Para
penjual pernak-pernik ini cukup ramah. Mereka tak sungkan meladeni pertanyaan pengunjung. Harga pernak-perniknya pun cukup murah. Bila ingin lebih murah, sebaiknya Anda menggunakan bahasa Jawa. Dengan begitu, penjual akan merasa lebih dekat dengan Anda.
Tak hanya kaus saja, ada juga guci-guci dan gantungan kunci. Rata-rata, harga gantungan kunci Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Bila membeli borongan, pedagang memberi diskon khusus pada pembeli. Jika beruntung, ada bonus yang diberikan pedagang.
Setelah puas berkeliling, biasanya Anda akan merasa lapar. Namun tak perlu khawatir, sebab, di areal museum terdapat sejumlah warung yang menyajikan makanan khas Jawa. Ada gado-gado, ayam geprek, dan berbagai jajanan pasar. Harganya pun relatif murah. Dengan merogoh kocek Rp 20.000, perut Anda sudah kenyang.
Penulis yang kala itu berkunjung ke lokasi sempat memesan nasi pecal dan telur mata sapi. Pedagang hanya mematok harga Rp 8.000,. Minuman yang disajikan juga beragam. Ada jus, teh dan kopi. Untuk segelas air jeruk, pedagang mematok harga Rp 4000,. Bagi Anda yang penasaran, bolehlah mencoba jalan-jalan ke Museum Purbakala Sangiran ini. Selain lokasinya yang nyaman, Anda dapat menambah wawasan tentang khasanah budaya Indonesia.***